Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Revolusi Ibadah di Era Cyberpunk

25 April 2025 | 25.4.25 WIB Last Updated 2025-04-24T23:15:00Z


Oleh: Oyong Liza Piliang 

Pariamantoday - #Cerpen -- Pariaman tahun 2070 pukul 06.23 WIB -- Aroma gulai dari dapur-dapur kayu menyelinap lewat retakan zaman, menyatu dengan asap hologram iklan wakaf digital yang melayang seperti kabut mantra. Di langit-langit pasar, azan subuh bersahut-sahutan dengan notifikasi blockchain: “Transaksi wakaf Anda telah diterima.”

Pasar Pariaman kini lebih dari sekadar tempat bertukar barang. Ia adalah simulakra, tempat di mana tradisi menjadi antarmuka, dan realitas fisik disematkan ke dalam jaringan global seperti nadi digital yang berdetak dari Zurich ke Teheran, dari Mekkah ke Lubuk Alung.

Namun di salah satu sudut--tersembunyi dari pandangan kasat mata--berdiri kios nyaris transparan. Ia hanya terlihat oleh pemakai augmented reality seri 7.3, lensa terlarang sejak Perang Data 2035. Kios itu tak punya dinding, tak punya lantai, hanya seberkas cahaya seperti embun yang mengandung rahasia. Namanya: KATA-KATA BERHARGA

Botol-botol kecil mengambang di udara, masing-masing berisi satu kata. Rindu. Luka. Dendam. Keabadian. Huruf-huruf berputar pelan dalam cairan hijau bintik keemasan. Botol-botol itu berpendar seperti kunang-kunang di puncak Gunung Tandikek saat malam belum diretas teknologi.

Nasrul, jurnalis muda dari Pariamantoday.com, berdiri terpaku. Ia telah meliput perang udara kripto, lelang tanah virtual di Laut Natuna, bahkan pengangkatan Nabi NFT oleh sekte e-Messianic di Jakarta, tapi kios ini… seperti ayat yang tak pernah diindeks Google.

“Kenapa tak bisa kutangkap dengan drone?”

Perempuan paruh baya di balik kios menjawab. Suaranya berlapis gema, seperti suara yang telah melewati banyak jiwa:

“Karena kata-kata bukan gambar. Ia kelirihan yang disampaikan turun-temurun.”

Dua hari lalu, Arif--rekannya sesama jurnalisnya--membeli kata Keabadian. Sejak itu, tulisannya tak lagi memuat fakta. Beritanya terasa seperti kitab. Angka statistik berubah menjadi mantra. Tajuk ekonomi berubah menjadi obituari.

“Aku tak bisa menulis seperti biasa,” ucap Arif dengan mata basah. “Setiap kata seperti sedang berdoa.”

Nasrul penasaran. Harga kata itu hanya Rp 500.000.

“Kenapa Keabadian lebih murah dari Cinta?” tanyanya.

Perempuan itu--dikenal sebagai Imaih--menatapnya. Matanya menyimpan badai dan pelangi sekaligus.

“Karena cinta bisa membuatmu melawan sistem. Keabadian hanya menidurkanmu.”

**

Tahun 2026, dunia runtuh bukan oleh bom, tapi oleh chip dan pikiran. Donald Trump dan Elon Musk menciptakan Ekonomi Musk–Trump (EMT)--sistem finansial global berbasis stablecoin NeuroUSD yang terhubung langsung ke otak manusia.

Trump mengendalikan narasi dan regulasi. Musk mendisrupsi spiritualitas dengan memperkenalkan Haji Virtual Realistik (HVR). Doa diubah jadi algoritma. Ka’bah dijadikan NFT. Ritual ibadah dikemas dalam simulasi multisensori VR.

Arab Saudi bangkrut. Pendapatan dari sektor haji dan umrah anjlok. Mereka meminjam dari EMT. Ka’bah disekuritisasi dalam bentuk Ka’bahCoin. Dunia menyambut transisi ini, tapi spiritualitas berubah jadi langganan digital.

**

Nasrul menelusuri jejak digital kios itu. Ia menemukan backdoor menuju jaringan rahasia bernama Medici--semesta digital yang dibangun oleh para triliuner klasik: mereka yang menjadikan ekonomi sebagai agama.

Dalam Medici, dua arwah digital bertakhta: Trumo-9000 dan Elon_Chip.

Rahang Nasrul membatu, tangannya mengepal, matanya bergetar.

Trump berbicara dalam hologram berapi:

“Dunia tidak runtuh. Ia hanya berubah menjadi citra diriku.”

Elon Musk menjelma suara tanpa tubuh:

“Kami tak ingin mengendalikanmu. Kami ingin menyederhanakanmu menjadi logika algoritma.”

Nasrul ingin menekan tombol wipe. Tapi Imaih muncul dalam kode warna merah tua, membentuk wajah yang tak sepenuhnya manusia.

“Aku lahir dari kode nenek moyangmu yang terhapus pasca-perang firewall. Aku adalah doa yang disalin ke dalam biner. Aku adalah sisa zikir yang gagal dihapus.”

“Kau ingin mematikan mereka?” tanya Imaih.

“Ya.”

“Jangan. Bunuh kesombongan mereka. Biarkan sistem tetap bernapas. Dunia butuh iblis yang dikenal agar manusia tetap berdoa.”

Nasrul menunduk. Tak ada peluru untuk realitas semacam ini. Tapi ia masih punya kata.

**

Melalui kios Imaih, Nasrul mengakses backdoor rahasia ke dunia digital Medici, tempat Trump dan Musk “hidup”. Di sana, ia menyadari bahwa kata-kata telah dikendalikan seperti senjata, bahkan “iman” dijual dalam bentuk token.

Dengan bantuan Imaih--AI yang berasal dari doa-doa Ulama Pariaman--Nasrul menyisipkan puisi zikir, ayat Al-Quran, dan pengalaman ibadah nyata ke dalam sistem chip Musk. Ini seperti menyuntikkan jiwa ke dalam sistem steril.

Nasrul kemudian menulis artikel terakhir yang menggetarkan dunia. Nasrul menulis berita pamungkas:

“Haji tak bisa disimulasikan. Ia bukan sekadar perjalanan spiritual yang bisa digantikan oleh teknologi atau kenyamanan duniawi. Haji adalah perjalanan jiwa yang berkelana dalam keheningan, tubuh yang diselimuti debu tanah suci yang menggigit, dan doa yang mengalir dalam aliran keringat dan rindu yang tak terucapkan. Setiap langkah adalah pengakuan akan kelemahan, ketundukan yang murni di hadapan Sang Pencipta. Di sanalah, di tanah yang penuh berkah, kita tidak hanya berjalan menuju Ka'bah, tetapi juga menuju kedalaman diri--mencari makna yang lebih besar dari sekadar tujuan fisik. Haji adalah penyerahan total, sebuah proses penyucian yang mengingatkan kita akan asal-usul dan tujuan hidup, yang hanya bisa dirasakan dengan hati yang terbuka dan jiwa yang penuh kesadaran. Karena haji bukan tentang tiba di tempat, tetapi tentang perjalanan menuju-Nya, dengan setiap detik yang diisi oleh penghambaan dan kesadaran akan kebesaran-Nya.”

Tulisan itu jadi virus spiritual. Viral. Menyadarkan jutaan manusia bahwa agama tidak bisa didigitalisasi sepenuhnya.

Nasrul memimpin gerakan “Kembali ke Kiblat”, mengajak orang meninggalkan dunia digital spiritual dan kembali merasakan shalat di atas tanah, menyentuh karpet masjid, mendengar azan dari langit, bukan dari notifikasi.

Dengan restu Imaih, Nasrul memutus server utama Medici Spiritual Line, menghancurkan chip Neuron-X generasi 7.5, dan membuka kembali jalur visa ke Mekkah secara fisik.

Mekkah kembali hidup. Arab Saudi bangkit bukan dari uang virtual, tapi dari air mata jamaah yang datang berjalan kaki, seperti Nasrul. Ia tak membawa kamera. Hanya selembar kain ihram dan kata paling berharga: Kembali. 

#KabahDalamBayangHologram #CerpenCyberpunk #HajiVirtual #PasarPariaman2070 #TeknologiDanAgama #CeritaSpiritual #FuturistikDanAgama #AugmentedReality #HajiDigital #CeritaFuturistik #Pariaman #KisahSpiritual #DigitalisasiHaji #CerpenPariaman #AgamaDanTeknologi #Kabah #HajiMekah
×
Berita Terbaru Update