Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Musril Koto: Pebisnis Ulung yang Totalitas

12 April 2025 | 12.4.25 WIB Last Updated 2025-04-12T15:30:47Z


Oleh: Oyong Liza Piliang 


Di lereng Padang Alai, saat rinai turun pelan-pelan dari perbukitan, batang-batang durian berdiri tegak seperti barisan tentara. Rapi, sama tegap dan tinggi. Bukan semata pohon, tapi catatan harapan yang tumbuh dari tangan seorang pengusaha bernama Haji Musril Koto. Ia bukan petani biasa. Ia juga bukan pengusaha biasa. Ia adalah sintesis dari keduanya--seorang yang memahami nilai tanah sekaligus irama pasar dunia.

Musril Koto adalah pemilik PT Sasco Karya Mandiri (SKM), eksportir pinang yang menembus pasar India dengan kekuatan pengetahuan dan konsistensi. Pria kelahiran Sasak Padang Manih Kampung Dalam pada 1972 itu, paham seluruh rantai nilai--dari proses sortir, pengeringan, pengemasan, hingga pengurusan dokumen ekspor di pelabuhan. Ia mengerti dinamika valas, mengenal seluk-beluk kapabeanan, dan menjadikan pinang bukan hanya komoditas, tapi cerita tentang daya saing anak nagari.

Tak jauh dari dunia ekspor, ia telah lama menjejakkan kaki di bisnis garmen di Jakarta. Di tengah gemuruh mode dan selera pasar yang cepat berubah, ia membangun sistem yang bertahan. Dari desain hingga distribusi, dari mesin jahit hingga etalase pajang, semua dikelola dengan prinsip yang sama--presisi dan keberlanjutan.

Namun, tempat yang paling ia rindukan selalu kembali ke kampung halaman. Di atas tanah seluas tujuh hektare, suami Erianti itu menanam 670 batang durian unggulan--Musang King, Super Tembaga, dan Black Town. 

Setiap batang dirawat dengan standar tinggi--sistem penyiraman otomatis, jadwal pemupukan terukur, dan perawatan intensif senilai satu juta rupiah per pohon per tahun. Semua dijalankan dalam satu sistem modern yang ia rancang sendiri.

Kini, di tahun keempat sejak penanaman, pohon-pohon itu mulai mendekati masa berbuah. Jika satu pohon menghasilkan 50 buah, masing-masing berbobot 1,5 hingga 2,5 kilogram, maka dalam satu musim kebun ini bisa menghasilkan lebih dari 30 ribu buah. Dengan harga pasar durian premium yang mencapai Rp 450 ribu per kilogram, potensi pendapatan mencapai puluhan miliar rupiah. Tapi angka-angka itu hanya sebagian dari ceritanya.

Yang tak kalah penting, lahan itu menyerap tenaga kerja lokal secara rutin. Warga sekitar tidak hanya bekerja--mereka terlibat dalam proses tumbuhnya harapan. Di sela-sela aktivitasnya, Musril menyempatkan diri berbagi zakat untuk masyarakat sekitar kebun. Ada filosofi diam yang mengakar dalam caranya bekerja--bahwa nilai sejati dari sebuah usaha terletak pada dampaknya terhadap sesama.

Ia mendidik kedua putrinya--lulusan Universitas Trisakti--untuk memahami filosofi ini: bahwa bisnis bukan semata soal untung, melainkan tentang menciptakan nilai dan keberlanjutan. Ia tidak hanya mewariskan harta, tetapi juga cara berpikir. Sebab di matanya, pengusaha masa depan bukan sekadar mahir membaca neraca, tetapi juga peka membaca sejarah tanah tempat mereka berpijak.

Setiap lini usaha Musril berdiri sendiri. Garmen punya sistemnya, pinang berjalan dengan manajemen ekspor yang rapi, dan pertanian dijalankan dengan pendekatan ilmiah. Ia membuktikan bahwa modernisasi bukan berarti meninggalkan akar, melainkan menyirami akar itu agar tumbuh lebih kuat.

Ia memang menanam durian, tetapi sejatinya, ia sedang menanam cara pandang baru--bahwa dari akar yang dirawat dengan pengetahuan dan keyakinan, tumbuhlah peradaban yang memberi buah bagi banyak orang. (*)
×
Berita Terbaru Update