Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

William Shakespeare: Arsitek Tokoh yang Abadi

24 Maret 2025 | 24.3.25 WIB Last Updated 2025-03-24T08:24:54Z


Oleh: Nabilla Yaswagustiva
Mahasiswa Prodi Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas

Bayangkan dunia tanpa Hamlet yang meratap, tanpa Macbeth yang dihantui ambisinya, tanpa Romeo yang mencintai hingga kematian. Sulit dibayangkan, bukan? Inilah warisan William Shakespeare—penulis yang bukan sekadar perangkai kata, melainkan arsitek jiwa manusia dalam bentuk tokoh.

Lahir pada 23 April 1564 di Stratford-upon-Avon, Inggris, Shakespeare melampaui zamannya. Ia tidak hanya menulis 39 drama, 154 soneta, dan berbagai puisi, tetapi juga menghidupkan dunia teater di London sebagai aktor dan pemegang saham. Saat ia menghembuskan napas terakhir pada 23 April 1616, tepat di hari ulang tahunnya, warisannya justru baru dimulai.

Apa yang membuat tokoh Shakespeare tetap dikenang selama lebih dari empat abad? Jawabannya terletak pada teknik penciptaannya yang nyaris tak tertandingi.

Tokohnya tidak hanya berbicara—mereka membuka jendela ke dalam pikiran mereka. Monolog legendaris Hamlet, “To be or not to be”, bukan sekadar kata-kata, melainkan labirin psikologis yang mengajak penonton menyelami kegelisahan eksistensial. Shakespeare menggunakan dialog sebagai pisau bedah yang mengiris hingga ke inti karakter.

Tidak ada tokoh Shakespeare yang statis. Mereka berkembang, jatuh, bangkit, atau bahkan hancur. Macbeth adalah contoh sempurna: seorang pahlawan yang awalnya setia, kemudian terpeleset ke dalam jurang ambisi yang gelap. Transformasi ini yang membuat karakter-karakternya terasa manusiawi—karena kita mengenali sisi itu dalam diri kita sendiri.

Shakespeare tidak hanya memberikan tantangan dari luar, tetapi juga pergolakan batin. Othello tidak hanya berhadapan dengan Iago, tetapi juga dengan kecemburuannya sendiri. Romeo tidak hanya melawan keluarga Capulet, tetapi juga ketakutan dan keraguan cintanya. Konflik ini menciptakan dimensi baru yang memperkaya kedalaman tokoh.

Shakespeare sering menggunakan tokoh foil, karakter yang kontras dengan protagonis untuk menyoroti sifat tertentu. Hamlet yang ragu-ragu, misalnya, semakin jelas saat disandingkan dengan Laertes yang impulsif. Teknik ini menciptakan dinamika dramatis yang memperkuat pesan dalam cerita.

Keabadian Melampaui Zaman

Mengapa karakter-karakternya tetap relevan hingga sekarang? Karena mereka adalah refleksi manusia itu sendiri. Mereka mencintai, berambisi, meragukan, berkhianat, dan menyesali. Shakespeare tidak menulis untuk zamannya—ia menulis untuk semua zaman.

Bahkan dalam dunia modern, adaptasi seperti Romeo + Juliet (1996) atau Haider (2014, adaptasi Hamlet dari India) membuktikan bahwa karya Shakespeare masih hidup. Tokoh-tokohnya melampaui batas waktu, budaya, dan bahasa.

Penulis yang Tak Tergantikan

Meski di masanya peran perempuan dimainkan oleh laki-laki, Shakespeare menciptakan tokoh perempuan kuat dan kompleks seperti Lady Macbeth dan Portia (The Merchant of Venice). Ia juga menantang norma melalui karyanya—bahkan hingga hari ini, ada teori bahwa sebagian naskahnya mungkin bukan ditulis oleh dirinya sendiri.

Namun, satu hal yang pasti: tanpa Shakespeare, dunia sastra tidak akan sama. Dari Charles Dickens hingga Toni Morrison, banyak penulis besar yang terinspirasi olehnya. Dan selama manusia masih membaca, mencintai, berambisi, dan meragukan, tokoh-tokohnya akan terus hidup—seperti nyala lilin yang tak pernah padam. (*)

Padang, 15 Maret 2025
×
Berita Terbaru Update