Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Tanah Datar di Bawah Eka Putra: Menata Sejarah, Menjemput Masa Depan

23 Maret 2025 | 23.3.25 WIB Last Updated 2025-03-23T09:08:37Z


       Oleh Oyong Liza Piliang 

Sejarah bukanlah sekadar narasi masa lalu. Ia adalah kompas yang menunjukkan arah masa depan, selama manusia cukup bijaksana untuk membaca tanda-tandanya. Tanah Datar, dengan warisan budaya dan adatnya yang begitu kaya, berdiri di persimpangan peradaban—antara tradisi yang telah mengakar selama berabad-abad dan perubahan zaman yang menuntut adaptasi cepat.

Di tengah arus globalisasi yang deras, sebagian besar wilayah dengan akar budaya kuat menghadapi dilema yang sama: bagaimana mempertahankan jati diri tanpa tertinggal oleh zaman? Banyak daerah gagal dalam hal ini, membiarkan warisan mereka tergerus oleh modernitas yang tak terkontrol atau, sebaliknya, terjebak dalam nostalgia yang membuat mereka kehilangan relevansi di dunia yang semakin digital.

Namun, Tanah Datar tampaknya mengambil jalan berbeda. Dan di balik langkah-langkah besar yang diambil, ada sosok yang memahami betul bagaimana sejarah, kebijakan, dan masa depan harus dijalin dalam satu benang merah yang utuh—Eka Putra.

---

Sebagian besar pemimpin daerah di Indonesia terjebak dalam administrasi rutin, sekadar mengelola anggaran dan mengatur proyek-proyek pembangunan tanpa visi yang lebih besar. Tapi Eka Putra, dengan pendekatannya yang lebih mendalam, memahami bahwa kekuatan sejati sebuah peradaban tidak hanya terletak pada gedung-gedung yang megah, tetapi juga pada bagaimana masyarakatnya berpikir dan bertindak.

Sejarah Tanah Datar adalah sejarah diplomasi dan fleksibilitas sosial. Berbeda dengan kerajaan-kerajaan besar yang bertahan melalui militerisme, Minangkabau membangun eksistensinya dengan musyawarah, negosiasi, dan sistem matrilineal yang memungkinkan stabilitas tanpa pemusatan kekuasaan absolut. Ini adalah pelajaran berharga yang tampaknya tidak hilang dari cara Eka Putra memimpin daerah ini.

Misalnya, melalui program Safari Ramadhan, ia tidak sekadar menjalankan ritual tahunan, tetapi menciptakan ruang di mana pemerintah dan masyarakat bisa bertemu dalam suasana yang lebih personal dan spiritual. Ini bukan sekadar kunjungan seremonial, tetapi sebuah mekanisme sosial yang memperkuat kohesi masyarakat, sebuah pendekatan yang telah lama menjadi kunci stabilitas di Minangkabau.

Mereformasi Administrasi dengan Pendekatan Strategis

Salah satu tantangan terbesar dalam pemerintahan daerah adalah efektivitas birokrasi. Administrasi yang lamban dan kurang inovatif sering kali menjadi hambatan terbesar bagi kemajuan. Eka Putra memahami ini, dan salah satu langkah strategisnya adalah mengangkat Elizar sebagai Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda), memastikan bahwa roda pemerintahan berjalan lebih efektif dan efisien.

Di masa depan, daerah-daerah yang mampu bertahan bukanlah yang memiliki sumber daya alam berlimpah, tetapi yang mampu mengelola sumber daya manusia dengan lebih baik. Keputusan strategis dalam memilih pemimpin birokrasi seperti ini adalah indikasi bahwa Eka Putra memahami tantangan tersebut dan siap menjawabnya.

Sejarah juga menunjukkan bahwa setiap peradaban, sekuat apa pun, bisa runtuh jika tidak mampu menjaga stabilitas sosialnya. Kekerasan, kriminalitas, dan narkoba bukan sekadar masalah hukum, tetapi juga indikasi dari ketidakseimbangan sosial dan ekonomi yang lebih dalam.

Di bawah kepemimpinan Eka Putra, Tanah Datar tidak hanya bereaksi terhadap masalah-masalah ini, tetapi juga mengambil langkah proaktif. Kasus pembunuhan tragis seorang siswi MTsN yang mengguncang masyarakat ditangani dengan cepat, menunjukkan bahwa keadilan tidak boleh ditunda. Demikian pula dengan pemberantasan narkoba, yang semakin diperketat dengan pengawasan dan penindakan.

Namun, yang lebih menarik adalah pendekatan keseimbangan antara penegakan hukum dan kepedulian sosial. Program Jumat Berbagi, yang memberikan bantuan kepada masyarakat kurang mampu, bukan hanya sekadar aksi karitatif, tetapi bagian dari strategi yang lebih besar untuk menjaga stabilitas sosial. Pemerintah yang hanya mengandalkan kekuatan hukum untuk menekan kriminalitas akan selalu gagal, karena kejahatan sering kali lahir dari ketimpangan dan ketidakadilan.


Sejarah telah menunjukkan bahwa kota-kota yang mampu bertahan dalam jangka panjang adalah yang berhasil menyeimbangkan antara tradisi dan inovasi. Kyoto di Jepang tidak bertahan selama ribuan tahun hanya karena kuil-kuilnya, tetapi karena kemampuannya mengadopsi teknologi modern sambil tetap menjaga akar budayanya. Florence di Italia tidak hanya mengandalkan peninggalan Renaisans, tetapi juga membangun ekosistem industri kreatif yang membuatnya tetap relevan di dunia modern.

Tanah Datar, di bawah kepemimpinan Eka Putra, tampaknya bergerak ke arah yang sama. Ia tidak sekadar mengandalkan pariwisata berbasis sejarah, tetapi mulai mendorong ekonomi kreatif berbasis budaya—mulai dari seni ukir Minangkabau, kuliner khas, hingga industri tenun yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan lebih jauh.

Yang lebih menarik lagi, ada kesadaran bahwa masa depan ekonomi tidak lagi bergantung pada eksploitasi sumber daya alam, tetapi pada ekosistem digital dan pendidikan berkualitas. Upaya untuk mendigitalisasi warisan budaya, memperkenalkan sejarah Minangkabau ke dunia dalam bentuk pengalaman interaktif seperti augmented reality (AR) dan virtual reality (VR), adalah langkah yang tidak hanya cerdas tetapi juga strategis.

---

Namun, di balik upaya membangun daerah, ada kenyataan pahit yang tak bisa diabaikan: kondisi infrastruktur yang semakin memburuk akibat pemotongan Dana Alokasi Khusus (DAK) oleh pemerintah pusat. Jalanan yang rusak dan berlubang kini menjadi pemandangan lazim di Tanah Datar. Beberapa ruas jalan yang menjadi urat nadi ekonomi masyarakat tak kunjung diperbaiki karena anggaran yang terus dikurangi atas nama efisiensi fiskal.

Kebijakan ini bukan hanya membebani Tanah Datar, tetapi juga banyak daerah lain yang bergantung pada DAK untuk membangun infrastruktur dasar. Pemerintah pusat berdalih bahwa efisiensi anggaran diperlukan untuk menjaga stabilitas makroekonomi, tetapi di lapangan, rakyat yang justru menanggung dampaknya. 

---

Sebagian besar pemimpin berpikir dalam jangka pendek—tentang bagaimana memenangkan pemilu berikutnya, bagaimana meningkatkan angka statistik pembangunan, bagaimana memperlihatkan hasil yang instan. Namun, sedikit yang berpikir dalam skala sejarah—bagaimana menciptakan sistem yang bisa bertahan dalam jangka panjang, bagaimana membangun masyarakat yang tidak hanya berkembang secara ekonomi tetapi juga secara intelektual dan sosial.

Eka Putra, dengan kebijakannya yang berbasis sejarah namun berorientasi masa depan, adalah salah satu dari sedikit pemimpin yang memahami bahwa pemerintahan bukan hanya tentang mengelola anggaran, tetapi tentang membangun peradaban.

---

Langit di atas Tanah Datar mulai berubah warna, cahaya matahari yang redup memantulkan siluet Istano Basa Pagaruyung di kejauhan. Sejarah telah membuktikan bahwa Minangkabau selalu menemukan jalannya untuk bertahan. Kini, di bawah kepemimpinan Eka Putra, Tanah Datar bukan hanya bertahan, tetapi juga bersiap untuk menjadi bagian dari peradaban baru dan era industri 4.0.
×
Berita Terbaru Update