Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Aprinaldi: Menganyam Harapan dari Puing-Puing Kehidupan

8 Maret 2025 | 8.3.25 WIB Last Updated 2025-03-08T11:37:33Z

Udara dingin berembus di Kampung Dalam, Padang Pariaman, ketika seorang bocah lelaki berlari melewati jalanan tanah berbatu, nafasnya memburu. Keringat membasahi pelipisnya, tetapi ia terus berlari. Di matanya, ada sesuatu yang tak biasa—cahaya yang tidak mudah padam. Cahaya itu adalah tekad. Ia adalah Ketua DPRD Kabupaten Padang Pariaman saat ini (2024-2029).

Sejak kecil, Aprinaldi, S.Pd., M.Pd., AIFO tahu bahwa hidup tidak akan memberinya jalan yang mudah. Ia bukan anak bangsawan atau keturunan politikus besar. Ia hanya seorang bocah dari keluarga miskin yang harus menghadapi kenyataan pahit lebih cepat dari yang seharusnya.

Ketika teman-teman seusianya masih menikmati kasih sayang seorang ibu, Aprinaldi justru harus merasakan kehilangan yang tak tergantikan. Ia masih duduk di bangku SMP saat ibunya berpulang, meninggalkannya dalam keheningan yang dingin. Dunia yang selama ini memberinya kehangatan mendadak terasa kosong. Sebelum luka itu sempat sembuh, takdir memberinya pukulan berikutnya—ayahnya pergi, menikah lagi, meninggalkan rumah dan meninggalkan luka yang lebih dalam.

Kesepian bukan lagi sekadar perasaan, tetapi menjadi temannya sehari-hari. Namun, dalam kehampaan itulah Aprinaldi menemukan sesuatu yang jauh lebih kuat daripada sekadar belas kasihan—ia menemukan tujuan hidup.

Dari Reruntuhan, Lahir Seorang Pemimpin

Anak lelaki yang kehilangan orang tuanya itu bisa saja menyerah. Ia bisa memilih jalan yang sama dengan jutaan anak-anak malang lainnya yang berakhir di sudut-sudut gelap kehidupan. Namun, Aprinaldi memutuskan untuk melawan takdirnya sendiri.

Ia menemukan pelarian di dalam organisasi dan olahraga. Di sana, ia belajar bahwa kesedihan bukan alasan untuk berhenti, tetapi bahan bakar untuk terus berlari. Dunia organisasi memberinya panggung, dunia olahraga memberinya semangat juang. Keduanya menjadi rumah baru yang menghapus bayang-bayang kesedihan masa kecilnya.

Di SMP, ia menjadi Ketua OSIS, sebuah peran yang tidak sekadar seremonial tetapi menjadi langkah awal kepemimpinannya. Ia mulai memahami bahwa seorang pemimpin bukanlah mereka yang sekadar memberi perintah, tetapi mereka yang menginspirasi. Di saat bersamaan, olahraga memberinya cara untuk menyalurkan semangat juangnya. Ia berlatih keras, menorehkan prestasi di cabang atletik, dan membawa nama baik sekolahnya.

Perjalanan itu tidak berhenti di sana. Di SMA, ia kembali memimpin sebagai Ketua OSIS, dua periode berturut-turut. Organisasi menjadi tempat di mana ia menempa dirinya, dan Pramuka menjadi kawah candradimuka yang membentuk karakter kepemimpinannya. Ia tidak sekadar menjadi anggota, tetapi menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar. Tahun 2004, ia meraih gelar Pramuka Garuda Indonesia, sebuah prestasi yang hanya diraih oleh mereka yang memiliki tekad baja.

Di universitas, jalan yang sama terus ia tempuh. Berkuliah di Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Padang (UNP), ia menjabat sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Organisasi bukan lagi sekadar tempat belajar, tetapi panggung di mana ia membuktikan bahwa pemimpin besar lahir dari perjuangan panjang, bukan dari keturunan.

Masuk ke Panggung Besar

Takdir mulai bergerak lebih cepat. Tahun 2010, ia bergabung dengan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sumatera Barat, bersamaan menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Persatuan Panahan Indonesia (PERPANI). Tidak butuh waktu lama baginya untuk menarik perhatian para pemimpin besar di dunia olahraga.

Tahun 2012, Faisal Arifin, Ketua KONI Padang Pariaman saat itu, mengajaknya bergabung. Tugasnya? Membantu membangun kembali dunia olahraga di tanah kelahirannya. Dalam waktu singkat, ia diangkat menjadi Ketua Harian KONI, membawa angin perubahan dengan kebijakan-kebijakan progresif.

Seperti seorang jenderal di medan perang, Aprinaldi memahami bahwa strategi dan kepemimpinan adalah kunci kemenangan. Ia tidak hanya fokus pada pencapaian jangka pendek, tetapi merancang visi jangka panjang bagi dunia olahraga Padang Pariaman.

Puncaknya tiba ketika ia terpilih sebagai Ketua DPRD Kabupaten Padang Pariaman. Seorang bocah lelaki yang dulu berlari sendirian di jalanan berdebu kini duduk di kursi kekuasaan, memegang tanggung jawab besar di pundaknya.

Namun, bagi ayah tiga anak itu, kekuasaan bukanlah tujuan akhir. Ia tahu bahwa seorang pemimpin sejati bukan diukur dari jabatan yang ia sandang, tetapi dari warisan yang ia tinggalkan.

Filosofi Seorang Pemimpin

Dalam setiap langkahnya, Aprinaldi selalu percaya pada filosofi sederhana: organisasi adalah tubuh, dan setiap bagian harus bekerja dengan harmoni. Seorang pemimpin bukanlah seorang diktator yang berdiri di atas, melainkan seseorang yang memahami bahwa kesejahteraan satu bagian adalah kesejahteraan semuanya.

Dalam kepemimpinannya, ia mengutamakan komunikasi dan diplomasi. Ia sadar bahwa konflik adalah bagian dari perjalanan, tetapi penyelesaiannya tidak boleh dilakukan dengan paksaan. "Komunikasi tidak boleh terputus," ujarnya suatu kali. "Diskusi harus dilakukan. Dari sanalah solusi terbaik ditemukan."

Namun, di balik perannya sebagai pemimpin, ada satu hal yang terus ia pikirkan—generasi muda.

Di tengah dunia yang semakin cepat berubah, Ketua SAPMA PP Sumbar pada 2010 ini melihat ancaman yang nyata: generasi muda yang kehilangan arah, yang ingin segala sesuatu serba instan, yang lebih memilih kemudahan daripada perjuangan.

Sebagai pemimpin, ia tidak ingin hanya menjadi saksi atas kehancuran generasi penerus. Ia ingin menjadi bagian dari solusi. Ia ingin memastikan bahwa pemuda Padang Pariaman tidak sekadar menjadi penonton dalam sejarah, tetapi menjadi pelaku yang menciptakan masa depan.

Meninggalkan Jejak

Dalam dunia yang terus bergerak, banyak pemimpin datang dan pergi tanpa meninggalkan jejak. Namun, Aprinaldi tidak ingin menjadi salah satunya.

Sejarah telah menunjukkan bahwa mereka yang benar-benar mengubah dunia adalah mereka yang berani melawan arus. Nelson Mandela melawan apartheid. Mahatma Gandhi menantang penjajahan. Abraham Lincoln menolak perbudakan.

Dan di Padang Pariaman, seorang anak lelaki yang dulu berlari di jalanan berdebu telah tumbuh menjadi pemimpin besar, membawa harapan bagi ribuan orang.

"Apa yang akan saya tinggalkan dan perjuangkan untuk generasi 30 hingga 40 tahun ke depan?" Itulah pertanyaan yang terus berputar di benaknya.

Sejarah akan mencatat bahwa ia tidak hanya bertanya, tetapi juga menjawabnya dengan tindakan. (OLP)



×
Berita Terbaru Update