Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Mulyadi, Edison TRD, Azwar Anas: Imbas dan dampak pengalaman tiga kali Pilkada Pariaman

30 Juni 2024 | 30.6.24 WIB Last Updated 2024-06-30T05:45:51Z

Pariaman - Bakal calon wakil walikota Pariaman sekaligus Wakil Ketua DPRD Kota Pariaman, Mulyadi mengatakan masyarakat Pariaman makin dewasa dan cerdas menyikapi pesta demokrasi, khususnya, konteks Pilkada yang sudah tiga kali diselenggarakan di Kota Pariaman.

"Kita bisa lihat, beda dukungan, beda partai, tapi tetap duduk satu meja. Saling diskusi di tengah perbedaan pilihan. Kekuatan masyarakat sipil yang digaungkan di tingkat nasional, sebenarnya malah hal yang lumrah bagi masyarakat kita," ungkap Mulyadi di Pariaman, Sabtu (29/6).

Perbedaan pilihan politik, sebut Mulyadi, dianggap hal biasa, bahkan dalam satu rumah, masih juga bisa ditolerir. Di berbagai daerah hal itu bahkan dianggap sesuatu yang sangat tabu. 

"Fenomena ini jarang sekali ditemukan di daerah lain, khususnya luar Sumatera Barat. Ini satu bukti betapa cerdas dan egaliternya pola pikir masyarakat kita," tambah Mulyadi yang akan berpasangan dengan Yota Balad - Paslon Pilkada Pariaman mendatang dengan koalisi PPP - NasDem.

Hal itu, menurut anggota DPRD Kota Pariaman tiga periode ini, menandakan kian matangnya masyarakat memaknai arti demokrasi itu sendiri. 

Sebenarnya, Ketua PMI Kota Pariaman ini menilai fenomena itu juga tidak terlepas dari budaya dan filosofi orang Minangkabau.

"Kita ingat saat Bung Hatta mengeluarkan Maklumat X yang menjadi tonggak sejarah demokrasi, sehingga menjadikan Indonesia negara multi partai yang menghidupkan demokrasi terbuka, bukan demokrasi terpimpin yang dikehendaki Bung Karno," tutur alumni SMP 1 dan SMA 1 Pariaman itu.

Meskipun perbedaan persepsi yang bersifat kolektif dan silang pendapat tetap ada sampai kini, namun hal itu seringkali selesai di ruang-ruang diskusi ala palanta Lapau Pariaman setelah saling adu argumen dan gagasan.

"Inilah keunikan dan kebanggaan kita sebagai warga Pariaman. Proses dialektika seintens ini memang sudah menjadi "pakaian" kita orang Minang. Dan jangan lupa, keunikan ini sering jadi bahan desertasi politik mahasiswa," terang politisi yang dikenal low profile itu.

Palanta Lapau sendiri, menurut Sekretaris DPW PPP Sumatera Barat itu, sudah menjadi wadah pendidikan politik nonformal bagi masyarakat Pariaman. Bahkan ada beberapa Lapau yang menjadi patron karena yang berkumpul di sana para politisi dan para tokoh terkemuka Pariaman 

Hal senada juga diungkapkan oleh aktivis sosial sekaligus tokoh muda Pariaman, Azwar Anas. 

Ketua ASPILA ini menyebut pendidikan politik berawal dari proses dialektika, dan daya serap tertingginya memang berada di palanta-palanta Lapau Kopi yang jumlahnya ratusan di Kota Pariaman.

Di sana segala isu terkini dibahas. Baik itu politik lokal, nasional, bahkan hingga global. Jelang Pilkada, Palanta Lapau tertentu malah jadi rujukan informasi dan isu terkini.

Saking besarnya pengaruh Palanta Lapau, terang Anas, banyak politisi Pariaman matang secara politik hanya dengan proses dialektika ala palanta tersebut. 

"Dan mereka pun pada akhirnya yang akan jadi sokoguru-sokoguru (mentor)," ungkap aktivis sosial Pariaman paling terkemuka itu.

Di saat yang sama, politisi senior, Edison TRD menilai nongkrong di palanta kadai kopi sudah menjadi tradisi Pariaman. 

Selain membahas politik dan isu sosial, tidak jarang pula kompromi dan deal-deal terjadi di sana.

"Contohnya pemilihan pemimpin sebuah organisasi, baik ormas, kepemudaan, profesi, hingga partai politik. Biasanya kesepakatan dan kompromi sudah selesai di sana," ungkap ipar dari Archandra Tahar itu. (OLP)

×
Berita Terbaru Update