Pariaman - Tokoh masyarakat Pariaman, Artagnan (66) mengenang awal dia menjadi pegawai negeri di masa kepemimpinan mendiang Bupati Padangpariaman (1980-1990) Kolonel (Purn) Anas Malik. Kala itu wilayah Padangpariaman meliputi Kota Pariaman dan kabupaten Kepulauan Mentawai.
Menurut Artagnan, pada tahun 1983, Anas Malik pernah membahas adat uang hilang yang sempat menjadi kontroversial baru-baru ini. Ia bersama DPRD mengundang seluruh niniak mamak untuk mencari solusinya agar adat uang hilang bisa dihilangkan melalui Perda.
"Tapi Perda itu tidak pernah direalisasikan Anas Malik karena ia sadar sudah begitu membudayanya adat uang hilang di masyarakat," ungkap mantan pegawai di Sekretariat DPRD Padangpariaman ini di Pariaman, Kamis (4/1).
Namun, sambung Artagnan, uang hilang digabungkan istilahnya atau diperhalus sebutannya jadi uang dapur. Jumlahnya tidak sebanyak sekarang yang sudah seperti transaksi jual beli.
Selain itu, kenang Artagnan, Anas Malik sukses menggalakkan budaya gotong royong untuk pembangunan di Padangpariaman. Dengan rangsangan dana kantor pembangunan desa hanya Rp 100 ribu, Anas Malik bisa membuka jalan sepanjang 2 kilometer.
"Seluruh wilayah Padangpariaman saat itu aktif bergotongroyong untuk membangun desanya. Jalan-jalan banyak dibuka dan dibantu ABRI Masuk Desa (AMD) Manunggal Bakti," terangnya.
Mantan Sekwilcam Kampung Dalam itu menyebut Anas Malik juga mampu mengubah perilaku masyarakat Pariaman menjadi lebih produktif. Jika sebelumnya pagi-pagi masih banyak masyarakat main domino di lapau-lapau, semuanya ditertibkan oleh Anas Malik.
"Tapi sepulang kerja diperbolehkan. Bahkan beliau sendiri ikut main domino bersama masyarakat," kenang Artagnan.
Menurutnya, Anas Malik telah menaikkan tingkat kepercayaan diri orang Pariaman yang dulunya sering diledek "Ajo urang Pariaman, cirik Ajo sapanjang langan".
Berkat Anas Malik, orang Pariaman percaya diri dipanggil Ajo dan bangga menjadi orang Pariaman.
Masih menurutnya, Anas Malik tidak pernah meminta jabatan bupati. Ia dijemput ke Bekasi agar mau memimpin Padangpariaman.
"Padahal jabatannya saat itu Kapendam V Jaya. Atas desakan tokoh masyarakat, Anas Malik mau jadi bupati," terang Artagnan.
Sehabis periode pertama, Anas Malik ingin berhenti jadi bupati. Namun, masyarakat tidak mengizinkannya sehingga ia menerima jabatan bupati periode kedua.
Artagnan menyebut Anas Malik adalah pemimpin sekaligus pejuang. Dengan semangat jiwa pejuangnya, Padangpariaman maju pesat (ukuran saat itu) dan jadi contoh daerah lain di Indonesia.
Tidak hanya Anas Malik, istrinya Juwita, juga sangat dihormati masyarakat dan pegawai. Bagi pegawai, Juwita sudah dianggap ibu.
"Kami pegawai dianggap anak. Ibu Juwita cerminan Mandeh Rubiah sesungguhnya. Di rumah dinas, kami disuruh makan dan dibuatkan minum," ungkap pegawai di BP7 Padangpariaman itu.
Artagnan bahkan berpesan kepada cucu Anas Malik, H Teuku Muhammad Gadaffi, SH yang maju sebagai caleg DPR RI dapil Sumbar 2 nomor urut 3 Partai Demokrat.
Artagnan berharap Gadaffi menjadikan Anas Malik sebagai contoh dan mewarisi intelektualnya.
"Sebagai politisi yang berkecimpung di tingkat pusat, Gadaffi bisa menjadikan kakeknya sebagai rule model. Anas Malik dalam hal ini masih pemimpin daerah terbaik yang pernah dimiliki Indonesia," pungkas Artagnan. (OLP)