Ilustrasi baralek. Foto: istimewa/sumbarkita.com |
Pariaman - Selama PPKM diberlakukan di tiga kota di Provinsi Sumatra Barat yakni Bukittinggi, Padang Panjang dan Kota Pariaman, dampak ekonominya ternyata jauh lebih dahsyat daripada yang dibayangkan sebelumnya.
Dampak ekonomi akibat kerugian bagi pelaku wisata, rumah makan, cafe, hotel dan penginapan serta pelaku seni, juga dirasakan lini lainnya. Bahkan lini tersebut merupakan pondasi budaya masyarakat Piaman. Yakni Baralek Gadang.
Salah seorang warga Pariaman yang enggan namanya dipublikasikan menyebut jadwal pesta pernikahan keponakan perempuannya bertepatan dengan diberlakukannya PPKM di kota Pariaman sejak tujuh hari lalu. Bahkan, saat hari pertama PPKM merupakan jadwal resepsi pesta pernikahan.
"Ribuan undangan sudah disebar yang datang tidak sampai 25 persen dari undangan," kata dia.
Kerugian Baralek Gadang ala Piaman sangat langka karena kuatnya budaya badoncek di Pariaman maupun Padangpariaman yang satu tradisi. Dengan badoncek, modal pernikahan bisa kembali bahkan hingga untung oleh uang amplop yang disebut 'panggilan' para undangan. Belum lagi dalam tradisi Piaman Laweh, pihak perempuan memberikan sejumlah uang jemputan kepada mempelai pria yang membuat modal pernikahan membengkak.
"Jangankan pokok alek (modal pesta pernikahan), modal jamputan (uang jemputan) saja tidak balik," lanjutnya.
Pengalaman yang sama juga dirasakan warga Padangpariaman bernama Eri di pernikahan sepupu perempuannya. Meruginya alek sepupunya disebabkan tidak datangnya para perantau karena penyekatan di berbagai pintu masuk ke Padangpariaman.
"Kita mengundang sepuluh hari sebelum PPKM ke sejumlah daerah, termasuk luar provinsi. Untuk pergi mengundang kita habis jutaan pula. Tapi bisa dibilang jari yang datang (ke pesta pernikahan) dari ratusan undangan (luar daerah) karena adanya penyekatan PPKM," ungkap Eri melalui sambungan telepon, Senin (26/7).
Eri menuturkan, buat menghelat resepsi pesta pernikahan sepupunya memakan modal lebih dari Rp 90 juta, sudah termasuk uang jemputan mempelai pria. Lebih dari separuh modal Baralek Gadang, kata dia, berasal dari pinjaman. Setelah pesta pernikahan usai, uang yang terkumpul kurang dari separuhnya.
"Baru kali ini alek keluarga kami rugi sepanjang sejarah. Biasanya selalu untung kini rugi puluhan juta," kata dia.
Tidak datangnya kerabat saat baralek karena berada di rantau, kata dia, mengurangi jumlah uang panggilan mereka. Karena menurut Eri saat badoncek, akan ada saling panas memanasi sesama kerabat sehingga melipatgandakan uang panggilan badoncek lumrah terjadi.
"Karena PPKM mereka kirim via rekening. Tidak terjadi keseruan selama badoncek," pungkasnya. (OLP)