Jasad Herman tergeletak bersimbah darah di depan warung Tambaro. Foto: istimewa |
Pariaman - Kasus pembunuhan oleh Kepala Dusun Tabiang Hilir, Desa Airsantok, Pariaman Timur, bernama Baharuddin alias Tambaro, 62 tahun, kepada warganya bernama Herman, 60 tahun, dilatari sejumlah peristiwa dramatis. Rumah mereka pun saling berdekatan, satu suku, namun tidak satu pusako.
Peristiwa pembunuhan yang terjadi pada pukul 09.00 Wib itu menggemparkan warga desa tersebut dan menganggapnya seperti mimpi di siang bolong karena tidak mengira sama sekali Tambaro sampai nekat melakukan pembunuhan.
Ulasan berita ini merangkum keterangan enam orang warga Desa Airsantok secara acak yang mengenal Tambaro dan Herman. Namun karena tidak ingin dianggap memihak, keenam orang yang memberikan keterangannya kepada pariamantoday.com, minta namanya tidak disebutkan. Redaksi hanya menyajikan hasil wawancara dan fokus menggali latar belakang peristiwa. Redaksi juga menyunting keterangan beberapa saksi yang dinilai kontroversial dan bisa memicu hal-hal yang tidak diinginkan.
Menurut mereka, kasus tersebut dilatari kemarahan Herman kepada Tambaro delapan tahun silam karena mengangap Tambaro mencampuri urusan keluarganya dengan ikut mengurus pernikahan salah seorang keponakannya. Saat itu pula Herman menaruh dendam berkepanjangan kepada Tambaro hingga berakhir pada peristiwa berdarah, Selasa pagi (25/5).
Menurut mereka, apa yang dilakukan Tambaro sebenarnya tidak salah karena keponakan Herman tidak mendapatkan sanksi dari desa, dan menurut mereka pula menikahkan orang adalah kerja mulia. Tapi karena Herman tidak pernah menyetujuinya, ia menumpahkan kemarahannya kepada Tambaro.
Sejak itulah drama antara Herman dan Tambaro dimulai. Kemudian, enam tahun lalu saat malam pesta pernikahan warga Santok, Herman pernah ditegur Tambaro karena mematikan lampu di sekitar pentas orgen. Selaku kepala dusun, Tambaro beralasan dengan mematikan lampu sama saja dengan mempersilahkan orang berjoget dan ia khawatir akan jadi ajang pesta miras dan narkoba. Herman merasa tersinggung dan menantang Tambaro berkelahi, namun berhasil dilerai warga dan pemuka masyarakat.
Setelah peristiwa itu, kata mereka, Herman pernah didapati beberapa kali menantang Tambaro berkelahi, tapi selalu dilerai warga. Herman juga pernah mereka dengar memaki Tambaro saat melintas di depan warung Tambaro, namun tak digubris Tambaro.
"Herman beberapa kali kita dapati memaki dan menyindir Tambaro, dan mengajak berkelahi. Tambaro tak pernah meladaninya," menurut mereka.
Perundungan Herman kepada Tambaro kembali terjadi pada Senin malam (24/5) saat mereka berdua menghadiri malam patang mambungkuih pesta pernikahan warga Desa Airsantok. Saat itu, di depan umum, Herman menyalakan rokok menggunakan korek api dan melemparkan batang korek apinya kepada Tambaro.
Batang korek api mendarat di dada Tambaro. Kaget akan hal itu, Tambaro menahan emosi dan memilih pulang guna menghindari pertengkaran.
"Herman mempermalukan Tambaro sebagai kepala dusun di depan umum. Tambaro memilih pulang setelah kejadian tersebut," terangnya.
Kronologi peristiwa pembunuhan
Keesokan paginya, Selasa pukul 07.00 Wib, Herman yang sedang mengantarkan istrinya - seorang guru - mengajar ke sekolah menggunakan sepeda motor, melihat Tambaro sedang membuka warungnya yang berada di depan Surau Balenggek, Dusun Tabiang hilir. Herman kembali memaki Tambaro dari atas motornya.
Pertengkaran hampir saja terjadi jika tidak dilerai oleh istri Herman, dan Herman pun lanjut mengantarkan istrinya. Beberapa saat sepulang mengantarkan istri, Herman kembali menemui Tambaro dan menantangnya berkelahi.
Sialnya, tidak ada seorangpun berada di warung tersebut selain Herman dan Tambaro saat itu. Istri Tambaro bernama Elmi alias Yen, 52 tahun, yang biasanya menemani Tambaro di warung itu, juga sedang mandi di kamar mandi Surau Balenggek yang jaraknya sekitar lima belas meter dari warung Tambaro.
Tambaro kembali ditantang Herman sepulang mengantarkan istrinya. Saat itu, kata mereka, Tambaro mengaku sudah hilang kesabaran karena terus dimaki Herman dan seketika mengeluarkan sebilah parang lalu langsung menebaskannya ke badan Herman yang masih berdiri di atas motor dengan muka masih tertutup helm.
"Ada lima tebasan, di bahu, muka, lengan dan leher. Herman meregang nyawa seketika," kata mereka.
Sedangkan Yen yang baru saja selesai mandi sontak kaget saat melihat jasad Herman tergelatak di atas sepeda motornya, sedangkan suaminya tidak berada di tempat. Yen segera melaporkan peristiwa tersebut kepada warga.
Usai membunuh Herman, Tambaro menemui adiknya minta diantarkan ke polisi karena mengaku sudah membunuh Herman. Setiba di Polsek Pariaman, Tambaro menyerahkan diri berikut barang bukti sebilah parang dan mengakui semua perbuatannya kepada polisi.
Keterangan Kepala Desa dan Ketua BPD Airsantok
Kepala Desa Airsantok, Edison, 44 tahun, mengatakan Tambaro sudah dua periode menjabat kepala dusun. Selama ia menjabat, perilaku sehari-harinya wajar dan disukai warga. Setahu dia, Tambaro juga tidak pernah berkelahi dengan warga lain.
Sebagaimana kepala dusun lainnya, kata Edison, Tambaro selalu aktif dalam setiap kegiatan masyarakat di dusunnya. Hubungannya dengan warga dan perangkat desa, kata Edison juga terbilang harmonis.
"Tidak ada yang janggal dengan perilakunya, wajar-wajar saja. Sebagai kepala dusun, ia menjalankan tugasnya dengan baik, makanya ia kembali dipercaya warga jadi kepala dusun untuk periode kedua," kata dia.
Saat terjadi peristiwa pembunuhan, Edison mengaku sedang berada di sawah. Jika saja ada warga selain Herman dan Tambaro di lokasi kejadian, Edison meyakini peristiwa pembunuhan itu tidak akan terjadi.
Sebagai kepala desa, Edison bersama pemuka Desa Airsantok lainnya, juga telah mendatangi Mapolsek Pariaman. Di Mapolsek Pariaman, menurut Edison, ia membenarkan Tambaro dengan kesadaran sendiri menyerahkan diri setelah membunuh korban.
"Sekarang Tambaro dipindahkan ke sel tahanan Polres Pariaman dan jasad Herman dibawa ke RS Bhayangkara di Padang untuk dilakukan otopsi," kata dia.
Selaku kepala desa, Edison menyayangkan peristiwa tersebut karena antara Tambaro dan Herman masih punya hubungan kekerabatan. Sebagai kepala desa, sebelumnya ia juga pernah mendamaikan antara Herman dan Tambaro.
Ketua BPD Desa Airsantok, Dedi Afrizal, membenarkan sejumlah keterangan yang dihimpun pariamantoday.com yang didapat dari sejumlah narasumber terkait latar belakang peristiwa beradarah tersebut.
Bahkan menurut Dedi, perselisihan antara Herman dan Tambaro sudah beberapa kali diselesaikan pemuka masyarakat dan sudah pernah saling berdamai.
Dedi juga membenarkan peristiwa pelemparan korek api kepada Tambaro oleh Herman di acara patang mambungkuih pesta pernikahan, sehari sebelum peristiwa pembunuhan.
"Benar, dan Tambaro pulang setelah itu," kata Dedi.
Tambaro sendiri, kata Dedi, sebelum dipilih warga menjadi kepala dusun, pernah merantau ke pulau Jawa dan kembali menetap di Desa Santok setelah menikah dengan Yen setelah ditinggal mati istri pertamanya.
"Ia tidak memilki anak bersama Yen, tapi pernikahannya dengan istri terdahulunya di Jawa, ia memiliki anak," kata Dedi.
Saat ini, kata Dedi, pihak desa menyerahkan sepenuhnya kasus itu kepada pihak kepolisian dan memprosesnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Pihak desa tidak akan mencampuri urusan hukum terkait peristiwa pembunuhan itu.
"Kita fokus mencegah hal yang tidak dinginkan ke depannya, dan menyiapkan pemakaman bagi Herman. Kita mendoakan agar keluarga korban diberi ketabahan atas peristiwa yang sama-sama tidak kita inginkan ini," pungkasnya. (OLP)