Walikota Genius Umar saat berargumentasi terkait kritikan dan penolakan SKB Tiga Menteri diberlakukan di kota Pariaman di salah satu televisi swasta nasional. Foto: istimewa
Pariaman - Walikota Pariaman, Genius Umar menghargai keputusan Mahkamah Agung (MA) yang memerintahkan mencabut Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama - yang dikenal SKB Tiga Menteri - tentang penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan Pemerintah Daerah (Pemda) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
MA mengabulkan perkara bernomor 17 P/HUM/2021 dan diketok pada 3 Mei 2021 atas uji materi yang diajukan oleh Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat. Duduk sebagai ketua majelis Yulius dengan anggota Is Sudaryono dan Irfan Fachruddin.
Sebagaimana diketahui, Walikota Pariaman Genius Umar saat itu sempat melakukan kritik keras karena dengan tegas mengatakan tidak akan menerapkan SKB Tiga Menteri itu di kota Pariaman. Penolakannya itu akhirnya menjadi berita panas di tingkat nasional karena saat itu Genius bersikukuh bahwa aturan yang ada di daerahnya sudah berjalan sebagaimana adanya. Kemendikbud, Kemendagri hingga Kemenag bereaksi usai penolakannya itu.
Sementara penolakannya mendapat atensi dari hampir seluruh lembaga dan unsur masyarakat yang ada di Sumatera Barat dan rantau, kritikan Genius terhadap SKB Tiga Menteri juga dianggap pembangkangan dari beberapa tokoh dan diperbicangkan di berbagai televisi nasional hingga kanal YouTube besar.
"Kita menghargai keputusan dari MA tetapi yang mengajukan gugatan bukan Walikota Pariaman, tapi LKAAM. Pada prinsipnya walikota (Genius Umar) menerima segala keputusan dari MA," kata Kepala Dinas Kominfo Kota Pariaman, Hendri di Pariaman, Jumat (7/5).
Hendri menuturkan saat menolak SKB Tiga Menteri, Genius Umar hanya menyampaikan kritikan dan saran kepada pemerintah pusat karena Pemda adalah bagian dan masih dalam sistim pemerintahan yang sama dengan Pemerintah Pusat sesuai dengan Undang-Undang Otonomi Daerah.
"Karena Pemda bisa mengatur daerahnya sendiri sesuai dengan kearifan lokal yang ada di daerahnya masing-masing, dan waktu itu beliau meminta SKB Tiga menteri ditinjau kembali," kata dia.
Selain Genius Umar, suara keras lainnya yang menentang penerapan SKB Tiga Menteri datang dari mantan Walikota Padang, Fauzi Bahar. Menurut Fauzi Bahar SKB Tiga Menteri menghilangkan keberagaman kearifan lokal yang ada di Indonesia.
Ia bahkan mengapresiasi Walikota Pariaman yang tegas menolak SKB tersebut yang menurutnya "demi keselamatan anak-anak dan peserta didik".
"Karena beberapa daerah menerapkan pakaian muslimah di sekolah punya tujuan mendidik akhlak dan berpakaian sesuai dengan agama dan budaya lokal masing-masing," kata dia pada 16 Februari lalu.
Pengamat Kebijakan Publik Piaman Laweh, Muhammad Hasbi berpendapat apa yang dilakukan Genius Umar dan gugatan materil oleh LKAAM Sumatera Barat sudah tepat mengingat terjadi keresahan di masyarakat karena banyaknya penafsiran dari berbagai elemen masyarakat di Sumatera Barat.
Menurut Ketua PPP Padangpariaman itu, tidak ada yang salah dalam kritikan Genius Umar saat itu karena SKB Tiga Menteri dianggap kontroversial karena diteken pasca SMK Negeri 2 Padang disorot lantaran meminta siswi nonmuslim berjilbab.
"Sementara di kota Pariaman dan Padangpariaman tidak ada pemaksaan, aman-aman saja. Bahkan walikota Pariaman Genius Umar membolehkan guru non muslim tidak berhijab mengajar di sekolah negeri," kata Hasbi.
Ia menilai kritikan Genius saat itu mencerminkan keresahan masyarakat yang dipimpinnya dan sebagai kepala daerah, ia sampaikan secara gentlleman.
"Sehingga saat itu Genius dianggap mewakili keresahan masyarakat, tidak hanya Pariaman tapi juga Sumatera Barat," sambung dia.
Sebagai kepala daerah, imbuh Hasbi, Genius sebenarnya dalam dilema karena di sisi lain Pariaman membutuhkan uluran tangan pemerintah pusat untuk pembangunan daerah. Tapi menurut Hasbi, ia menolak anggapan penolakan Genius saat itu akan berdampak negatif bagi pemerintahannya.
"Buktinya setelah itu Bapak Wapres datang ke Pariaman meresmikan Pasar Pariaman, disusul Pak Sandiaga Uno (Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) dan Kepala BNPB Doni Monardo," kata dia.
Dikutip dari detik.com, berikut amar putusan perkara bernomor 17 P/HUM/2021 yang disampaikan juru bicara MA, Andi Samsan Nganro:
1. Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari pemohon: Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat tersebut;
2. Menyatakan Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan Menteri Agama Republik Indonesia, Nomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, Nomor 219 Tahun 2021 tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, tanggal 3 Februari 2021 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 angka 1 dan 2 Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal 1 angka 1 dan angka 2, Pasal 3, dan Pasal 12 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan karenanya tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3. Memerintahkan kepada Termohon I, Termohon II, dan Termohon III untuk mencabut Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan Menteri Agama Republik Indonesia, Nomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, Nomor 219 Tahun 2021 tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, tanggal 3 Februari 2021;
4. Memerintahkan kepada Panitera Mahkamah Agung Republik Indonesia mencantumkan petikan putusan ini dalam Berita Negara dan dipublikasikan atas biaya Negara;
5. Menghukum Termohon I, Termohon II, dan Termohon III untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah). (OLP/*)
Tag Terpopuler
MA cabut SKB Tiga Menteri, bagaimana reaksi Genius Umar?
Redaksi
7 Mei 2021 | 7.5.21 WIB
Last Updated
2021-05-07T09:33:35Z