Pilkada Padangpariaman 2020 membawa dampak emosional bagi saya. Dengannya, saya memahami suasana kebatinan kawan-kawan "yang kalah" saat Pilkada Kota Pariaman 2018 lalu - yang saat itu saya berada di lingkaran pemenang.
Apa yang mereka rasakan saat itu, juga saya rasakan saat ini. Telah terjadi dialektika pada diri saya secara pribadi. Saya makin banyak belajar dari kehidupan.
Dan saya juga memahami kenapa beberapa SKPD mendekati saya pasca kemenangan Genius Umar-Mardison Mahyuddin. Kenapa mereka meminta saya menyampaikan ke Genius Umar bahwa ia mendukungnya, meski saya tahu semua itu bohong. Tapi tetap saya sampaikan, dosa berbohong biarlah dia dan saya yang menanggung karena saya juga melihat kepantasan di dirinya sebagai seorang abdi negara. Tidak ada untungnya bagi saya, namun menguntungkan bagi dirinya dan Kota Pariaman.
Seorang Filsuf berkata, apapun yang telah terjadi wajib disyukuri karena di balik itu semua terkandung rahasia Ilahi. Ada pembelajaran, ada hikmah dan menjadi bahan evaluasi bagi diri. Sebaik-baiknya ilmu, pastilah ilmu yang datang dari pengalaman.
Di sini saya menulis bukan dalam kapasitas wartawan tapi sebagai seorang kawan. Sahabat dari Tri Suryadi atau Wali Feri yang maju di Pilkada Padangpariaman. Suka duka sebagai sahabat telah kami lalui dengan penuh ketulusan. Cobaan dan pujian, hinaan, direndahkan, susah hendak dikata.
Hal yang sama juga dirasakan oleh keluarga, sahabat dan pendukung yang sudah menjadi "keluarga besar" bagi Wali Feri. Yang telah berkorban, berjuang; baik dengan keringat maupun dengan materinya.
Saya teringat saat mengatakan gagasan ke Wali Feri, "ia berpeluang besar menang" jika maju di Pilkada Padangpariaman pada Oktober 2019 di rumah dinas Ketua DPRD Padangpariaman, Arwinsyah, yang saat itu menjamu selamat menempati rumah dinas. Selain para kerabat dan politisi, Arwinsyah juga mengundang warga sekitar saat itu. Untung Arwinsyah tak mendengar percakapan kami tersebut.
Di saat kursi jamuan makan di rumah Arwinsyah telah banyak kosong dan saya berjalan keluar hendak pulang, tiba-tiba Wali Feri muncul dan meminta saya menemaninya. Di situlah semuanya berawal. Di sanalah percakapan itu dimulai. Waktu itu Wali Feri baru beberapa bulan berkantor di DPRD Sumatra Barat dan masih dalam suasana recovery usai berjuang di Pileg 2019. "Peluh" perjuangannya di Pileg belum kering.
Ini akan menjadi beban seumur hidup bagi saya jika Wali Feri tidak menghibur saya dengan mengatakan keputusan maju mencalonkan diri di Pilkada Padangpariaman adalah keputusan pribadinya yang rela mundur dari jabatan anggota DPRD Sumatra Barat yang baru beberapa bulan ia jabat. Ia seakan memahami apa yang sedang bergemuruh dalam batin saya. Ia sudah memperhitungkan segala risiko, termasuk jika kalah.
Jika ucapan itu tidak keluar dari mulutnya, saya mungkin akan menghukum diri saya karena telah menjerumuskan kawan sendiri setelah melihat hasil penghitungan sementara - Suhatri Bur unggul lebih dari 4 persen beberapa saat setelah penghitungan suara, Rabu pukul 5 sore 9 Desember 2020. Hitungan itu tetap bertahan hingga saat ini setelah rekapitulasi tingkat kecamatan.
Bagaimana suasana kebatinan Wali Feri setelah mengetahui hasil hitung cepat?
Wali Feri seorang berhati besar, orang yang sangat kuat, tabah dan tenang. Ia menghibur keluarga, sahabat dan tim. Sehari berselang, ia mengunjungi para tim dan relawan. Ia datang untuk menghibur, menenangkan dan meredam gejolak para pendukung militan. Tidak ada yang berubah dari cara ia bersikap, berbicara dan gestur tubuhnya.
Meski kalah dalam Pilkada, ia telah memenangkan hati masyarakat. Ia mewarnai Pilkada Padangpariaman yang akan menjadi catatan sejarah. Ia bersama tim bukanlah lawan mudah untuk dikalahkan. Kami telah berjuang di level tertinggi sebagai seorang penantang bagi petahana. Kami berjuang bak Samurai yang memegang teguh prinsip Bushido dan siap menjadi Ronin jika kalah.
Sebagai seorang politisi, ia juga telah memberikan contoh yang baik. Selebaran dan fitnah di medsos tiga hari jelang pencoblosan yang hendak dipolisikan oleh tim dan relawan, ia cegat. Baginya menjaga suasana kondusif jauh lebih penting daripada memberikan perkara hukum bagi pendukung paslon lain yang tegah terperangkap dalam sikap euforianya.
Dalam debat ia juga memperlihatkan sifat aslinya yang santun. Ia terlihat melakukan tos dengan Suhatri Bur saat berselisih mengenai berpapa kilometer panjangnya garis pantai Padangpariaman. Ia menjaga perasaan Suhatri Bur sebagaimana ia menjaga perasaan orang-orang di sekitarnya.
Bagi saya pribadi, tidak ada lagi yang perlu dihebohkan pasca pilkada. Jika Suhatri Bur keluar sebagai pemenang, bagi saya Wali Feri juga telah memenangkan hati masyarakat dan telah memberi contoh dan teladan sebagai seorang politisi yang baik kepada generasi Padangparariaman. Dan pada akhirnya kemenangan adalah milik semua warga Padangpariaman. (Catatan Oyong Liza Piliang)