Yenny Febrianti. Foto: Desi |
Di era kepemimpinan Bupati Padangpariaman Anas Malik (1980-1990) tradisi itu sempat dibahas dan menjadi perdebatan di tengah masyarakat. Setelah itu, tradisi tersebut tidak pernah lagi dibahas di tingkat pemerintahan dan akademis hingga tradisi bajapuik berjalan sebagaimana adanya.
"Tradisi perkawinan bajapuik saat ini sungguh sudah sangat mengkhawatirkan karena secara pelan namun pasti sudah mengalami pergeseran akibat pengaruh pola pikir masyarakat yang sudah tersentuh oleh modernisasi," kata Yenny Febrianty, mahasiswi S3 yang saat ini sedang mengambil program studi doktor Ilmu Hukum di Universitas Diponegoro Semarang di Pariaman, Rabu (5/8).
Yenny yang saat ini sedang melakukan penelitian pada tradisi bajapuik dengan disertasi berjudul “Perlindungan Nilai Tradisi Perkawinan Bajapuik Pada Masyarakat Pariaman di Sumatera Barat dalam Menghadapi Dampak Globalisasi” berasal dari Bukittinggi dan bersuamikan orang Kuraitaji Pariaman.
Menurutnya, untuk mewujudkan ketahanan budaya nilai tradisi perkawinan bajapuik agar tidak tergerus perkembangan zaman, penelitian perlindungan nilai tradisi perlu ia lakukan karena konotasi miring tentang tradisi bajapuik tersebut tidak benar seperti yang dipikirkan sebagian orang selama ini.
Penelitian Yenny secara tidak langsung menjelaskan paham negatif tradisi kawin bajapuik ternyata tidak merugikan kaum marginal.
"Perlindungan nilai tradisi perkawinan bajapuik perlu dilakukan untuk pelestarian yang dinamis, agar tradisi tersebut membentuk ketahanan budaya," ujarnya.
Ketahanan budaya adalah suatu proses perwujudan kesadaran kolektif yang tersusun dalam masyarakat untuk meneguhkan, menyerap dan mengubah sesuai dengan berbagai pengaruh budaya lain melalui proses belajar kebudayaan lain; yaitu elkuturasi, sosialisasi dan internalisasi yang disandarkan pada pengalaman sejarah yang sama.
Lokasi penelitiannya dilakukan di dua wilayah Kota Pariaman dan Kabupaten Padangpariaman. Pada dua daerah penelitian ini dipilih empat desa yang menjadi patokan adat tradisi perkawinan bajapuik dengan memakai prinsip adat salingka nagari.
Lokasi tersebut Desa IV Angkek Padusunan, Desa Kurai Taji, Nagari Gunung Padang Alai dan Nagari Kudu Gantiang Kabupaten Padangpariaman.
Sementara itu, Sekretaris Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Kota Pariaman, Priyaldi mengatakan, penelitian disertasi tentang perlindungan kawin bajapuik di Kota Pariaman dalam menghadapi era globalisasi oleh Yenny dilakukan selama dua tahun dengan didampingi oleh LKAAM Kota Pariaman.
Pihaknya selaku LKAAM Kota Pariaman menfasilitasi Yenny dalam pengumpulan data. Baik di Kota Pariaman maupun Kabupaten Padangpariaman, dan data tersebut sudah selesai dikumpulkan dalam bentuk disertasi dan telah dilakukan ujian terbuka serta wisuda S3.
Hasil ringkasan disertasi tersebut, kata Priyaldi, rencananya akan diserahkan kepada Pemko Pariaman melalui Walikota Pariaman yang diwakili oleh Ketua DPRD Kota Pariaman, di rumah dinasnya.
"Sebelumnya disertasi tentang perkawinan bajapuik telah diseminarkan secara internasional melalui virtual, ternyata mendapat apresiasi dari peserta seminar dari beberapa negara perwakilan," pungkasnya. (Tachi/Erwin/OLP)