Oleh: Dr. Pariadi, S.Pd., M.Pd |
Meskipun pribumi namun bermartabat tinggi dan berkuasa seperti raja-raja, yang mampu menakut nakuti rakyat dengan ancaman yang ditanamkan sejak di sekolah melalui buku-buku pelajaran dan pewarisan budaya. Sehingga apa saja yang menjadi milik amtenar Belanda atau pribumi, meski jongos dan bahkan anjingnya pun disegani.
Mengutip pendapat Engku M. Sjafe’i (dalam Navis, 1996:80) dijelaskan pertumbahan jiwa anak tidak lagi wajar, rasa takut dimasukkan ke jiwa anak-anak. Awas tuangku demang datang. Awas kalau tidak bayar pajak sampai besok. Jangan ikut politik nanti kamu dibuang ke Digul. Alat pendukung kekuasaan amtenar adalah gaji yang besar dan imimg-iming pensiun di hari tua.
Sjafe’i menolak dan mengkritik sistem pendidikan kolonial itu dengan mengatakan bahwa setiap orang yang mendapat pendidikan Belanda akan menjauhkan mereka dari masyarakatnya, bangsanya, dan dari budayanya.
Tambah tinggi sekolah seseorang, kata beliau, kian jauh rasa kepedulian sosialnya dan tambah tinggi sikap ketergantungannya kepada atasannya dan jauh dari penanaman jiwa entrepreneurship bangsa yang diinginkan.
Atas dasar hal di atas diperlukan satu model pendidikan penanaman jiwa kewirausahaan melaui pembelajaran aktif dan kreatif yang dapat menanamkan percaya diri bangsa Indonesia, seperti yang telah dilkukan oleh M. Sjafei di INS Kayutanam - sebagai salah satu model pendidikan alternatif di masa depan.
Di tengah bangsa kita sedang uji coba dan bongkar pasang tentang bagaimana strategi dan model yang tepat dalam penanaman jiwa kewirausahaan di suatu satuan pendidikan, sesungguhnya kita telah punya satu model asli Indonesia yang terbukti telah mampu melahirkan tokoh-tokoh hebat yang memiliki jiwa entrepreneurship handal yang mensinergikan pendidikan otak, tangan dan hati yang mendahului konsep Taksonomi Bloom 30 tahun lebih awal yakni INS Kayutanam yang berdiri 31 0ktober 1926 oleh Engku M. Sjafe’i.
Namun baik tokoh maupun sistem pendidikannya tidak banyak diekpos sehingga kurang dikenal oleh masyarakat pendidikan Indonesia.
Pendirian perguruan ini sebagai wujud nyata cita-cita besar Bangsa Indonesia seperti yang terungkap dalam gubahan lagu Indonesia Subur yang diciptakan pada 1925 setelah beliau kembali dari Belanda 1924.
Beliau diutus belajar ke Belanda oleh Inyiak Marah Sutan orang tua angkat beliau pada 31 Mei 1922. Tanggal keberangkatan ini dijadikan sebagai hari cita-cita INS. (*)