Foto: Junaidi |
"PSBB akan dimulai 22 April dan berakhir 5 Mei 2020. Semoga dengan penerapan PSBB ini, kita bisa menekan penyebaran wabah Covid-19, khususnya di kota Pariaman," kata Fadly di Pariaman, Senin (20/4).
Selama ini masyarakat Pariaman sebenarnya telah menerapkan prinsip PSBB. Seperti meliburkan sekolah dengan menggantinya dengan belajar di rumah, beribadah di rumah dan menjaga jarak atau pshycal distancing.
Namun dengan PSBB, penerapan tersebut akan lebih terkoordinir dan diatur. Pelaksanaan PSBB juga melibatkan peran TNI dan Polri guna memastikan PSBB berjalan sebagaimana mestinya.
"Yang tujuannya untuk memutus mata rantai penularan Covid-19," sambung Fadly.
Saat ini, kata Fadly, pihak Pemko bersama Kodim dan Polres terus melakukan sosialisasi jelang diberlakukannya PSBB. Sosialisasi dilakukan secara menyeluruh hingga melibatkan seluruh Babinkamtibmas Polri dan Babinsa TNI di seluruh desa dan kelurahan.
"PSBB akan menghentikan sementara aktivitas luar rumah dengan beberapa pengecualian," jelasnya.
Aktivitas yang dihentikan sementara adalah institusi pendidikan, membuat keramaian di luar rumah, pembatasan kegiatan agama di rumah ibadah, pembatasan penumpang moda transportasi, sosial budaya dan pergerakan orang.
Sementara yang diperbolehkan adalah keluar rumah untuk membeli kebutuhan pokok, sektor kesehatan seperti rumah obat dan apotek, rumah makan namun menjualnya dengan cara dibungkus, sektor logistik, pertanian dan sejumlah sektor lainnya yang akan mereka jabarkan secara konkrit nantinya.
Lalu bagaimana tanggapan masyarakat Pariaman jelang diberlakukannya PSBB Sumatera Barat?
Jun, seorang pedagang keliling di Pariaman mengatakan jika dia dilarang berjualan selama PSBB, siapa yang akan memberi makan istri dan ketiga anaknya. Penghasilannya sebagai penjaja makanan kecil dengan gerobak dorong, selama masa Pandemi Covid-19 saja pemasukannya sudah terpangkas hingga 50 persen.
"Dapat uang buat makan harian saja kami bersyukur. Selama ini kami sekeluarga belum pernah terima bantuan beras dan sembako dari pemerintah. Jika dilarang, kami sekeluarga mau makan apa," ujarnya di Pariaman, Selasa (21/4).
Ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada keluarganya jika nantinya ia benar-benar dilarang berjualan karena dagangannya bukan termasuk daftar dagangan yang diperbolehkan di masa PSBB.
Hal senada juga dikatakan Os, di kiosnya di pasar penampungan Pariaman. Ia menyebut PSBB akan membunuh ekonomi masyarakat kecil. PSBB menurutnya belum layak dilakukan di Pariaman yang mayoritas masyarakatnya bergerak di sektor riil.
"Yang membunuh itu sebenarnya bukan corona, tapi ketakutan berlebihan pengambil kebijakan sehingga abaikan aspek penting lainnya. Kita bukan negara barat atau negara maju yang bisa menjamin setiap warga negara tetap makan saat kebijakan dibuat," kata Os.
Bahkan saat ini tanpa PSBB pun, kata dia, ekonomi masyarakat sudah morat-marit. Tingkat kriminal juga mulai meningkat karena banyaknya pengangguran.
"Jika PSBB dijalankan akan ada dampak lain yang lebih besar, yakni gejolak sosial. Apalagi jelang puasa dan hari raya," kata dia.
Sedangkan Erna, warga Pariaman Tengah mengaku akan mengikuti anjuran PSBB jika memang bisa memutus mata rantai Covid-19. Ia berharap penerapan PSBB mesti diiringi dengan insentif kepada masyarakat sebagaimana yang dijanjikan pemerintah sebelumnya.
"Sebenarnya kota Pariaman belum saatnya PSBB. Yang layak itu Padang dan Bukittinggi. Tapi jika tetap dilakukan kita dukung saja, namun pasti akan banyak keluhan dari masyarakat. Kan kita masuk puasa, kebutuhan masyarakat meningkat," kata dia.(Juned/OLP)