Panil sedang membajak sawah dengan kerbau miliknya jadi bahan edukasi bagi pemuda Malaysia. Foto: istimewa |
Di kota Pariaman sendiri, sejumlah lahan pertanian mulai beralih fungsi jadi kawasan perumahan. Sebagian lahan lagi dibiarkan terlantar karena faktor kepemilikan tanah pusako tinggi. Lahan tidur tersebut dibiarkan merimba daripada dikelola.
Meski demikian, luas lahan pertanian yang masih dikelola masyarakat, mencukupi untuk kebutuhan lokal. Dengan peralatan pertanian yang sudah modern, para petani menghemat waktu dan tenaga. Alat pertanian masyarakat ada yang merupakan bantuan pemerintah dan ada pula dibeli secara mandiri.
Jika dulu membajak sawah menggunakan tenaga kerbau, kini sudah dengan hand traktor. Tapi tunggu dulu. Hal ini bertolak belakang oleh seorang petani warga Desa Cimparuah, Pariaman Tengah bernama Panil, 41. Panil hingga saat ini masih setia menggunakan tenaga kerbau guna membajak sawahnya.
Panil beralasan membajak sawah menggunakan kerbau sebagai bentuk pelestarian lingkungan. Dengan hand traktor, kata dia menimbulkan polusi dan kebisingan.
"Juga bentuk pelestarian budaya," kata Panil di Tungkal Selatan, Jumat (6/3).
Panil mengakui saat ini tinggal sedikit petani yang membajak sawah menggunakan kerbau dan lebih memilih hand traktor karena kepraktisan.
Panil yang saat itu memperagakan cara membajak sawah dengan menggunakan kerbau, menjadi tontonan menarik sekaligus edukasi bagi pelajar Malaysia yang sedang berkunjung ke Pariaman.
Panil menyebuit, suatu saat tenaga kerbau akan benar-benar tergantikan oleh mesin dalam menggarap sawah. Petani akan mencari cara yang lebih mudah dan praktis sesuai dengan kemajuan teknologi pertanian.
Menurutnya, tidak menutup kemungkinan di kemudian hari sudah tidak ada lagi yang membajak sawah dengan kerbau.
Namun sisi positif membajak sawah dengan kerbau, kata dia, mampu mempertahankan humus tanah dan menjaga kualitas dari padi yang dihasilkan.
"Tekstur lumpur pun lebih halus dan tidak tercemari oleh limpahan bahan bakar dan oli," terangnya.
Tak hanya menggunakan kerbau untuk membajak sawah pribadinya, saat musim tanam, tak jarang petani lainnya meminta jasa Panil membajak sawah dengan kerbau.
Panil berharap tradisi bertani tidak serta merta hilang oleh teknologi karena ada sisi baiknya, khususnya bagi wisata edukasi dan sejarah. Ia mendukung upaya Pemko Pariaman yang menjadikan kearifan lokal sebagai daya tarik bagi wisatawan.
"Saya juga akan membuat pedati pasangan kerbau untuk mengembalikan sejarah yang mulai hilang. Pedati kini hanya tinggal tugu peringatannya saja lagi," pungkasnya. (Fadli/OLP)