Foto: Nanda |
Aksi itu merupakan bentuk penolakan terhadap revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karena dianggap bentuk upaya melemahkan lembaga anti rasuah itu.
Pantuan pariamantoday.com, massa aksi membawa bunga, poster dan spanduk bertuliskan penolakan terhadap revisi UU KPK, menolak calon pimpinan KPK bermasalah.
Juru bicara aksi, Rifai menyebut revisi UU KPK merupakan upaya sistematis melemahkan KPK dengan mengamputasi kewenangannya.
"Merevisi kewenangan KPK sama saja dengan melemahkan KPK secara sistematis. Kita menolak itu," kata dia.
Meski saat ini revisi UU KPK masih dibahas di DPR, massa optimis penolakan masyarakat atas revisi UU KPK mampu menekan DPR membatalkan revisi itu.
"Jika tetap direvisi, berarti DPR menghianati moral rakyat yang menolak revisi UU KPK, menolak pelemahan KPK. Rakyat punya cara sendiri mengadili mereka," lanjut dia.
Setidaknya ada sejumlah poin penting perubahan dalam usulan revisi UU KPK. Poin itu, KPK harus mendapatkan izin pihak luar ketika ingin melakukan penyadapan.
Kedua, penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan, sementara saat ini penyelidik dan penyidik KPK bisa juga berasal dari unsur aparatur sipil negara (ASN).
Poin selanjutnya, KPK wajib berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam melakukan penuntutan, dan pengalihan pengelolaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dari lembaga antirasuah kepada kementerian atau lembaga lainnya. (Nanda)