Foto: Nanda |
Menurut mantan Ketua KPU Kabupaten Padangpariaman ini, pencegahan pelanggaran dilakukan dengan cara mensosialisasikan aturan pelaksanaan guna mengetahui larangan selama tahapan berlangsung. Hal itu, kata dia juga bergantung dengan dukugan anggaran.
"Pencegahan yang kita lakukan tentunya dengan sosialisasi yang masif. Tentunya juga membutuhkan anggaran yang tidak sedikit juga, terutama untuk sosialisasi yang sifatnya formal. Cukup atau tidaknya anggaran mempengaruhi upaya itu," katanya di Pariaman, Rabu (11/9).
Ia menjelaskan langkah pencegahan nyatanya berhasil menekan jumlah kasus pelanggaran pada pemilu serentak 2019 ini.
Tidak hanya jumlah kasus pelanggaran yang menurun, namun jumlah perkara yang diajukan oleh peserta pemilu ke Mahkamah Konstitusi RI, juga menurun.
Indikasi penurunan pelanggaran dengan dilakukannya sosialisasi yang masif juga berdampak di kabupaten dan kota.
"Dengan dipahaminya aturan pemilu, khususnya mengenai larangan dan tindakan yang diperbolehkan pada pemilu, pelanggaran dan sangketa menurun.
Bawaslu Sumatera Barat, lanjut dia pada tahapan persiapan pengawasan Pilkada telah mengusulkan anggaran pengawasan kepada Pemprov Sumatera Barat sebesar Rp48,6 milyar.
Dari perencanaan anggaran yang diajukan, kegiatan sosialisasi pencegahan pelanggaran dialokasikan anggaran yang cukup.
Usulan anggaran untuk pilkada serentak 2020 meningkat dibandingkan usulan pada pilkada Sumatera Barat 2015, sebesar Rp37 milyar.
"Anggaran yang kita ajukan saat ini belum final. ada rasionalisasi tim anggaran. Anggaran itu banyak terserap untuk honorium pengawas ad hoc. Dari anggaran untuk pencegahan pelanggaran juga dialokasikan lebih agar sosialisasi lebih luas menjangkau pemilih," lanjutnya. (Nanda)