Tek Baya bahkan menyulam tanpa menggunakan kacamata. Foto: Tim Kominfo Pariaman |
"Ini berawal dari hobi saat masih kecil dan sering memperhatikan ibu-ibu sekitar rumah yang memang pekerjaan sehari-harinya menyulam," kata Tek Baya ketika ditemui dikediamannya di Desa Mangguang, Kamis (17/1).
Ia menyebut jika dahulu, di samping membuat baju anak daro, ia juga bisa merajut, membuat kelambu dan sprei. Namun karena faktor usia, sekarang ia hanya sanggup membuat sulaman baju anak daro saja itupun tidak bisa siap cepat.
Dahulu menyulam menjadi pekerjaan pokok Tek Baya karena suaminya tidak mempunyai pekerjaan tetap. Ia juga sempat berbisnis kredit pakaian perempuan.
"Alhamdulillah penghasilan saya itu bisa menjadikan anak saya sarjana dan mengantarkan saya naik haji tahun 2006,” sambungya sambil menyulam.
Menyulam satu baju anak daro bisa Tek Baya siapkan selama empat hari dengan upah hanya Rp60 ribu. Saat ini Tek Baya tidak lagi membuat sendiri, ia hanya mengambil upah saja. Ibu dari tiga anak ini dahulu juga sempat menjadi pembuat dan sekaligus penjual baju anak daro.
"Harganya macam-macam tergantung bahannya, manik halus dan manik kasar. Namun kalau sekarang standar harga baju anak daro yang biasa saja berkisar Rp400 ribu," ungkapnya.
Nenek dari delapan cucu ini juga mengajarkan kepada anak dan cucunya agar bisa juga menyulam karena merupakan budaya khas Pariaman. Karena sekarang penglihatan Tek Baya berangsur kurang jelas, ia agak ragu mengambil jahitan dari orang lain. Hebatnya, hingga sekarang Tek Baya menyulam tanpa bantuan kacamata karena kacamata malah mengganggunya ketika menyulam.
Tek Baya yang ditinggal suaminya setahun yang lalu ini berharap agar masyarakat Desa Mangguang tidak menginggalkan kebiasaan menyulam dan selalu mengajarkan ke anak cucunya pentingnya keterampilan menyulam sejak dini.
"Karena mempelajari menyulam ini tidak susah tergantung niat dan kemauan kit," tandasnya tersenyum. (Tim)