Wakil Walikota Pariaman Mardison Mahuddin hadiri sosialisasi UU Pemilu. Foto: Junaidi |
Berbagai ketentuan dan petunjuk teknis, yang juga memuat sanksi bagi pelanggar aturan perlu disebarluaskan kepada masyarakat. Langkah ini dilakukan agar aturan kepemiluan dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat.
“Sosialisasi tentang aturan baik itu undang-undang atau peraturan lainnya tentu perlu kita lakukan. Jangan sampai ketidaktahuan masyarakat terhadap aturan pemilu membuat masyarakat terkena sanksi akibat pelanggaran yang tidak ia sadari," ujar Wakil Walikota Pariaman Mardison Mahyuddin saat sosialisasi aturan kepemiluan bagi parpol dan ormas se Kota Pariaman, di hotel Nan Tongga Pariaman, Senin (15/10).
Sebagai organisasi politik yang memiliki kader partai, sosialisasi tentang aturan pemiluan khususnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, ia nilai sangat strategis dilakukan.
Tidak hanya itu, materi sosialisasi yang diterima kader partai dapat kembali disampaikan kepada masyarakat atau simpatisan sehingga aturan kepemiluan dipahami secara lebih luas.
Setidaknya, kata Mardison, kader dari masing-masing partai sudah paham dengan aturan pemilu 2019, dan bisa mensosialisasikan juga kepada masyarakat dan simptisan partainya di akar rumput.
"Ada tindakan yang dilarang dilakukan masyarakat pada pemilu, kita sampaikan sehingga tidak ada masyarakat yang tidak tahu dengan aturan dan tekena sanksi atas pelanggaran pemilu," ulasnya.
Menurut Mardison, secara teknis penyelenggaraan pemilu 2019 berbeda dengan pemilu yang diselenggarakan pada 2014 atau sebelumnya.
Pada 2019, pemilihan dilaksanakan secara serentak memilih calon anggota legislatif di semua tingkatan dan memilih presiden dan wakil presiden Republik Indonesia secara bersamaan yakni pada 17 April 2019 mendatang.
Ia juga mengimbau agar partai politik dapat mengelola pendukung simpatisan partai untuk tidak melakukan praktik fanatisme berlebihan terhadap peserta pemilu 2019 hingga mengarah timbulnya gesekan antara pendukung. Tindakan fanatik berlebihan dalam praktik dukung-mendukung kandidat, kerap memicu terjadinya konflik antar pendukung.
"Negara kita menganut sistim demokrasi, perbedaan pilihan politik sesungguhnya adalah hal yang biasa. Yang perlu adalah bagaimana kedewasaan masyarakat menanggapi berbedaan tersebut. Jangan sampai berbeda pilihan, merusak jalinan silaturahmi yang ada," kata dia.
Di samping itu, mantan ketua DPRD Kota Pariaman ini berharap calon anggota legislatif dan timses capres cawapres melakukan pendidikan politik saat melakukan kampanye dengan mengedepankan adu gagasan dan ide. Calon dan tim sukses ia harapkan menjadi perekat perbedaan pada tahun politik ini. (Nanda)