Foto/Ira |
Staf Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Prijadi Santoso mengatakan bahwa KDRT merupakan kejadian yang merusak sendi ketahanan keluarga dengan korban terbanyak adalah perempuan dan anak.
“Permasalahan KDRT pada saat ini memiliki modus dan karakteristik yang beragam dan makin mengkhawatirkan banyak pihak yang bisa menimpa rumah tangga siapa saja, termasuk RT kita sendiri,” kata Prijadi.
Ditambahkan Prijadi, masyarakat Indonesia pada umumnya masih mengaggap KDRT merupakan urusan pribadi, padahal saat ini dengan terbitnya UU No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, negara ikut camput mengurusi rumah tangga.
“Pelayanan penanganan kasus KDRT dapat menurunkan angka prevalensi korban KDRT. Pencegahan dan pengenalan potensi KDRT selain untuk orang dewasa yang sudah berumahtangga tapi sejak dini juga perlu diarahkan menyeluruh dan fundamental,” jelasnya.
Atas dasar itu, dikatakan Prijadi bahwa pihaknya memandang perlu untuk melaksanakan sosialisasi KDRT.
Sementara Wakil Walikota Pariaman Genius Umar mengatakan bahwa fenomena tindak kekerasan yang dialami perempuan dan anak sekarang ini merupakan salah satu fenomena yang sangat krusial di masyarakat.
“Kekerasan terhadap perempuan dan anak bukan hanya dilatarbelakangi secara psikologis dan sosiologisnya yang lemah, namun ada beberapa faktor lain yang menyebabkan kaum perempuan selalu mendapatkan tindak kekerasan seperti faktor gender, antropologi, hukum, politik, ekonomi, komunikasi dan lainnya,” kata Genius.
Genius menjelaskan bahwa dalam upaya perlindungan rumah tangga tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tapi harus dilakukan secara bersama dan perlu peran serta tokoh masyarakat, organisasi wanita, bundo kanduang, tokoh agama, himpunan mahasiswa, karang taruna untuk mencegah KDRT di lingkungan masing-masing.
Sosialisasi anti KDRT tersebut diikuti 250 peserta dari kalangan organisasi wanita, PKK, mahasiswa/pelajar, dan organisasi pemuda/kemasyarakatan. (Ira)