Ilustrasi/istimewa |
Digelar di aula kantor Camat Pariaman Selatan, surveilans diikuti oleh 45 peserta dari 7 Posyandu yang diwakili oleh 5 orang kader dan bidan desa di wilayah kerja Puskesmas Kurai taji se Kecamatan Pariaman Selatan.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Pariaman Eva Yulia Delwita mengatakan, gizi buruk dilihat tidak hanya dari kasat mata saja namun ada tiga indikator yang menentukan balita dinilai positif gizi buruk.
"Pertama berat badan sesuai umur, tinggi badan sesuai umur dan berat badan sesui tinggi. Namun yang lebih dominan diambil dari berat badan sesuai umur," kata dia.
Ia menyebut, hingga saat ini di kota Pariaman sudah ada tiga balita terkena gizi buruk tapi sudah ditangani dan dinyatakan sembuh oleh dokter dan ahli gizi. Untuk 2016 sendiri, Kota Pariaman mempunyai 11 orang balita gizi buruk dan pada 2017 menurun jadi 4 orang dan sudah 100 % sembuh.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Pariaman Bakhtiar mengatakan pada tahun 2018 ini pihaknya telah membentuk kelompok pendukung ASI dan Pembentukan Pos Gizi.
Pembentukan pos gizi agar balita yang terdata dengan diagnosa kurang gizi bisa ditangani intensif di pos gizi.
Pos Gizi merupakan pelayanan yang dilakukan di Posyandu dengan melakukan penimbangan dan pengukuran tinggi badan balita yang kemudian diidentifikasi apakah seseorang balita tersebut masuk ke dalam kategori gizi buruk atau tidak.
"Pos gizi yang dibentuk hari ini adalah pos gizi pertama dan akan menjadi pos gizi percontohan di Kota Pariaman,“ kata dia.
Bidan Desa Pungguang Ladiang Rika Sari Marlina yang ikut dalam kegiatan itu, mengaku mendapatkan manfaat dengan bisa menggambarkan status gizi masyarakat dengan referensi khusus bagi mereka yang menghadapi risiko, menganalisis faktor-faktor penyebab yang terkait dengan gizi buruk dan untuk mengevaluasi pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat. (Eri/OLP)