Foto bersama usai sosialisasi GNNT. Foto/Eri Elfadri |
Hal ini terungkap ketika Bank Indonesia (BI) menyelenggarakan sosialisasi penegakan hukum tindak pidana pemalsuan uang rupiah, kewajiban kurva bukan bank berizin, gerakan nasional non tunai (GNNT) dan ciri-ciri keaslian uang rupiah yang diselanggarakan di Aula Balaikota Pariaman, Selasa (8/5).
Lebih lanjut, Kepala Divisi Sistem Pembayaran (SP) Pengelolaan Uang Rupiah (PUR) dan layanan Administrasi Kantor Perwakilan Wilayah BI Provinsi Sumbar, Rihando, mengungkapkan bahwa GNNT sudah dicanangkan oleh Bank Indonesia sejak 14 Agustus 2014 silam, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, pelaku bisnis dan juga lembaga-lembaga pemerintah untuk menggunakan sarana pembayaran non tunai dalam melakukan transaksi keuangan, yang tentunya mudah, aman dan efisien.
“GNNT ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen non tunai, sehingga berangsur-angsur terbentuk suatu komunitas atau masyarakat yang lebih menggunakan instrumen non tunai (Less Cash Society/LCS) khususnya dalam melakukan transaksi atas kegiatan ekonominya," kata daia
Sebagai bentuk komitmen atas perluasan penggunaan instrumen non tunai, pihaknya akan menjadikan GNNT sebagai gerakan tahunan yang didukung dengan berbagai kegiatan untuk mendorong meningkatkan pemahaman masyarakat akan penggunaan instrumen non tunai dalam melakukan transaksi pembayaran.
Ia juga berharap kepada peserta yang mengikuti sosialisasi tidak hanya sampai di sini saja, tetapi harus disampaikan juga kepada masyarakat yang ada di sekitar agar lebih mengetahui antara uang rupiah asli dan uang rupiah palsu.
Sekdako Pariaman Indra Sakti menyampaikan bahwa dengan maraknya peredaran uang rupiah palsu yang memprihatikan dan sangat meresahkan masyarakat, dengan sosialisasi itu sangat membantu.
"Untuk mengetahui uang rupiah asli dan uang rupiah palsu, informasinya sangat sederhana, yakni dengan 3 D (dilihat, diraba, diterawang) dan dengan menggunakan sinar ultraviolet," jelasnya.
Namun kenyataannya masih banyak masyarakat mendapatkan uang rupiah palsu. Hal ini mungkin kurangnya informasi, kurangya pemahaman ataupun ketelitian terhadap uang yang diterima.
Lebih lanjut, ia berharap kepada peserta yang telah tepat sasaran ini, agar lebih memahami dan bisa antisipasi membedakan antara uang rupiah asli dengan uang rupiah palsu dengan cara transaksi non tunai. (Rika/OLP)