Ketua Panwaslu Kota Pariaman Elmahmudi. Foto/Nanda Eko Putra |
~Lima temuan dan laporan dugaan pelanggaran telah diproses. Terdapat 1 dugaan pelanggaran pidana pemilihan telah diteruskan kepada kepolisian, 2 pelanggaran netralitas ASN telah diteruskan kepada KASN Indonesia, dan 2 pelanggaran administrasi diteruskan ke KPU Kota Pariaman.
Pariaman ---- Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Pariaman, Elmahmudi di Pariaman, Kamis (19/4) mengatakan, pergantian regulasi kepemiluan membawa perubahan besar bagi tatanan pemilu di Indonesia. Sayangnya, masih banyak elemen masyarakat belum mengikuti dan memahami perubahan aturan ini.
Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran Pemilu Panwaslu Kota Pariaman Riswan. Foto/Nanda Eko Putra |
Elmahmudi berkata, setidaknya sejarah perubahan regulasi perbaikan sistim pemilu ditandai dengan penerbitan peraturan. Dimulai dari lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang mengembalikan pemilihan kepada daerah dilakukan langsung oleh rakyat, bukan melalui anggota DPRD. Itu pun adalah perbaikan sistim pilkada.
Anggota Panwaslu Kota Pariaman Zaiyar. Foto/Nanda Eko Putra |
Regulasi tersebut kembali diperbaharui dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, Perppu Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Tidak hanya sampai di situ, erbaikan sistim dan penyelenggaraan pemilu kembali dilakukan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
"Terakhir Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang," sebutnya.
Elmahmudi didampingi anggota Panwaslu Zaiyar dan Riswan mengatakan, perubahan regulasi, kongkritnya terlihat dari pengaturan kepada hal berkaitan pemilu dan pilkada. Hal yang dulunya kosong dan tidak diatur, sekarang diatur. Dulunya bebas dan bahkan liar, sekarang dibatasi dan dikontrol. Dulunya tidak dapat dikenakan sanksi atas pelanggaran, tetapi sekarang diatur ada sanksinya.
"Tak ayal, pelanggaran yang terjadipun kadang disebabkan ketidaktahuan pelaku pelanggaran. Di sisi lain, minimnya pemahaman ini, kadang menimbulkan anggapan lain terhadap penyelenggara. Bahkan, Panwaslu dianggap "over action", sembarang tindak, bahkan arogan," sambungnya.
Padahal, kata dia, pembatasan dan penindakan yang dilakukan oleh Panwaslu adalah menjalankan perintah perundang-undangan. Jika tidak melaksanakan kewenangan yang diberikan, berarti Panwaslu telah melakukan pelanggaran. Komisioner Panwaslu pun bisa di DKPP kan dan dijatuhi sanksi atas pelanggaran etik.
"Dahulu pengaturan netralitas para pihak yang dilarang terlibat dalam kampanye sangat lemah, tetapi sekarang aturannya diperkuat dan ketat. Dahulu kewenangan penyelenggara dibatasi, sekarang diperluas. Perubahan besar inilah yang membuat keterkejutan bagi sebagian peserta pemilihan dan elit politik kota Pariaman, apalagi oleh masyarakat grassroot (akar rumput)," kata Elmahmudi.
Menurut Elmahmudi, perubahan terlihat pada regulasi antara penyelenggaraan pemilihan kepada daerah tahun 2013 jauh berbeda jika disandingkan dengan pilkada 2018 ini.
Rentangnya sangat jauh. Dicontohkannya, seperti pengadaan Alat Peraga Kampanye (APK) dan Bahan Kampanye (BK). Pada aturan pilkada sebelumnya, APK dan BK tidak dilakukan pembatasan. Pencetakan dan pemasangan diserahkan kepada masing-masing pasangan calon dan tim sukses. Berbeda pada aturan pilkada 2018 ini, APK dan BK dibatasi dan difasilitasi oleh KPU. Pembuatan dan pemasangan tidak lagi dilakukan oleh pasangan calon.
"Perubahan regulasi pilkada saat ini dengan pilkada 2013 yakni perubahan aturan tentang iklan sosialisasi pemerintah dalam bentuk baliho, umbul. Pada pilkada 2013 silam, tidak diatur. Sedangkan pada penyelenggaraan pilkada 2018, tidak diperbolehkan," sambungnya.
Dampak lain, perubahan regulasi adalah memperkuat kelembagaan penyelenggara pemilu. Jika status Panwaslu pada awal berdirinya hanyalah lembaga ad hoc. Terbentuk hanya pada saat tahapan pemilu saja. Dengan regulasi baru, kurun 2007 hingga 2011, Bawaslu RI, Bawaslu Provinsi telah menjadi lembaga penyelenggara pemilu permanen.
Kini, di 2018, Panwaslu di kabupaten dan kota menunggu dipermanenkan. Selain penguatan lembaga pengawas pemilu, penguatan kewenangan juga diberikan kepada pengawas pemilu.
"Misalnya pada pilkada 2013, sangketa proses pilkada dilakukan ditingkat Bawaslu Provinsi saja. Kini, Panwaslu di kabupaten dan kota bisa memproses dan memutus sangketa proses. Misalnya pada sangketa proses pencalonan, Panwaslu kabupaten dan kota bisa membatalkan pencalonan peserta pilkada. Inilah salah satu bentuk penguatan kewenangan yang diberikan oleh regulasi," sebutnya.
Supaya tidak menimbulkan keterkejutan dari masyarakat dan peserta pada pemilihan kepala daerah 2018 atas perubahan regulasi pada Pilwako tahun 2018, Panwaslu Kota Pariaman semaksimal mungkin melakukan sosialisasi, menyampaikan imbauan, membangun koordinasi, menyurati pihak-pihak terkait.
"Memaksimalkan ini, Panwaslu Kota Pariaman juga telah membentuk Lapau Pengawasan Partisipatif di 71 desa dan kelurahan di Kota Pariaman. Keberadaannya sebagai media pendidikan dan transpormasi informasi kepemiluan dan kepengawasan kepada masyarakat. Lapau Partisipatif ini salah satu bentuk penerapan kewenangan baru Panwaslu, mengembangkan strategi pengawasan partisipatif untuk mencegah tindakan pelanggaran pemilu, sekaligus instrumen pendidikan kepada masyarakat atau pemilih secara luas," imbuhnya.
Sementara terkait hasil pengawasan pemilihan walikota dan wakil walikota Pariaman 2018, terang Elmahmudi, 5 temuan dan laporan dugaan pelanggaran telah diproses. Terdapat 1 dugaan pelanggaran pidana pemilihan, telah diteruskan kepada kepolisian, 2 pelanggaran netralitas ASN telah diteruskan kepada KASN Indonesia, dan 2 pelanggaran administrasi diteruskan ke KPU Kota Pariaman.
"Hasil pengawasan dan laporan yang kami proses, sudah kita limpahkan. Ada dugaan pelanggaran berkaitan netralitas ASN, pidana pemilihan dan pelanggaran administrasi," tutupnya. (Nanda)