Oleh :Asrul
Khairi
(Tenaga Ahli
TIK Dinas Kominfo Padangpariaman)
|
Artinya, jika diambil persentase perbandingan semenjak 1990 hingga 2015 terjadi peningkatan signifikan pertumbuhan IPM sebesar 30.5% dengan sasaran peningkatan harapan hidup dan pemenuhan kebutuhan dasar manusia Indonesia.
Sidang PBB 2 Agustus 2015 silam dihadiri oleh 193 negara anggota, termasuk salah satunya Indonesia. Milenium Development Goal’s (MDG’s) resmi berakhir. Dalam sidang besar negara dunia itu mengangkat isu perubahan platform proposal transforming our world: The 2030 agenda for Sustanable development Goal’s (SDG’s).
Lahirnya SDG’s sebagai produk baru dengan platform baru menuju kota layak huni di tahun 2030 disambut hangat oleh masyarakat dunia, karena sesungguhnya target ini sudah semestinya diwujudkan sesuai dengan kebutuhan manusia modern.
Tingginya angka kesibukan manusia modern mestilah harus beriringan dengan penyediaan layanan interaksi, komunikasi, transportasi dan aspek vital lainnya tersaji dengan akses cepat dan akurat berbasiskan digital.
Perubahan dinamika sosial yang menyeluruh ini menyebabkan pergeseran tatanan penghidupan yang luar biasa--bahwasanya semua serba berpacu dalam waktu yang berdekatan.
Era konvensional perlahan mulai ditinggalkan, masyarakat kekinian hampir tidak memiliki waktu untuk berlama-lamaan menunggu, antrian panjang di loket pengurusan administrasi menjadi letupan-letupan hangat topik utama keluh kesah mereka.
Pada akhirnya pemerintah sebagai nahkoda terdepan, mesti harus segera berbenah menyesuaikan diri untuk mengakomodir pergeseran era ini agar pencapaian target good governance bisa terwujudkan.
Kompleknya persoalan perkotaan, manajemen kota memiliki peran penting di tengah permasalahan dan tantangan kota saat ini. Konsep Smart City merupakan konsep manajemen kota berbasis teknologi yang sedang diusahakan untuk menjawab tantangan dinamika sosial di atas.
Smart City menjadi salah satu inovasi yang kini sedang gencar-gencarnya dibangun di Indonesia sebagai salah satu langkah solusi modernisasi dan adopsi teknologi ke sektor yang lebih luas. Konsep Smart City sejatinya muncul karena pergeseran dramatis dari jumlah populasi yang ada di daerah perkotaan yang mendorong warga, perencana kota, pelaku bisnis, dan pemerintah untuk melihat sebuah visi baru, kota pintar (Priambada, 2015).
Smart City adalah kota masa depan yang mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam berbagai aspek.
Merujuk pada misi tersebut, beberapa kota di Indonesia telah lebih dahulu curi star menerapkan konsep Smart city, seperti kota Bandung, Jakarta, Surabaya.
Bandung Smart City merupakan salah satu program unggulan sang walikota, Ridwan Kamil. Adapun kategori Bandung Smart City yang diusung berdasarkan sepuluh prioritas area (Kamil, 2015) yaitu (1) Government (Smart Government); (2) Education (Smart Education); (3) Transportation (Smart Transportation, Smart Parking); (4) Health (Smart Health); (5) Energy (Smart Grid/ Smart Energy); (6) Security (Smart Surveillance); (7) Environment (Smart Environment); (8) Community/ Social (Smart Society, Smart Reporting); (9) Finance (Smart Payment), dan (10) Trading (Smart Commerce).
Beberapa Program Bandung Smart City di antaranya adalah Bandung Commad Center, 10.000 Free Wifi Access Point, 300 City Apps pada tahun 2016, Open Government (City Budget Online), Open Communication (Social Media), Open Communication (Government YouTube Channel), Citizen Complaint Online, Sistem Informasi Penilaian Bandung Juara, School Admission Online, Smart Healthcare Service, Smart Digital Class in 2015, Bandung Creative and SmartHub, Bandung Digital Valley (untuk bisnis start up), Bandung Digital Public Place (Movie Park), Kota Bandung mulai membeli lebih dari 100 area untuk Smart Green Space, Smart and Green Building Law tahun 2015, Smart Parking System tahun 2015, Bandung Smart Card tahun 2016, dan program-program lainnya (Kamil, 2015).
Sekarang tinggal kita di Sumatera Barat untuk merelevansikan target besar perwujudan kota pintar ini sesuai dengan kajian-kajian kebutuhan. Tidak ada kata lain, kita sudah harus mendekatkan teknologi untuk saling bersentuhan langsung dengan masyarakat. Tentunya konektivitas ini harus diawali dengan melahirkan regulasi sebagai payung hukum pelaksanaannya.
Kita ambil contoh sederhana sebagai daerah rawan bencana, Sumatera Barat sangat perlu kiranya menyediakan aplikasi tanggap bencana, semacam Smart Rescue yang seketika sebelum, sedang dan sesudah bencana ada semacam aplikasi warning secure yang bisa dengan mudah diakses masyarakat.
Ditambah dengan penyediaan botton panic yang terakses langsung ke titik GPS sehingga ketika terjadi bencana di suatu daerah, lembaga terkait bisa langsung mendapat akses tempat kejadian peristiwa secara aktual.
Namun, sebelum kita bicara banyak tentang penerapan kolaborasi Smart City pada sektor lainya, perlu kita kaji hal-hal yang mendasar, mulai dari kesiapan regulasi, ketersediaan tenaga SDM yang mupuni, rentang infra struktur jaringan yang tersedia, penganggaran yang berpihak ditambah satu lagi pertanyaan besar, sudah siapkah ranah minang menuju era digital?