Foto/istimewa/internet |
Praktik penyimpangan penggunaan dana beragam. Mulai dari pengadaan barang dan jasa tidak sesuai spesifikasi, hingga pengadaan barang dan jasa fiktif.
"Rawannya adalah pada sektor pengadaan barang dan jasa. Kadang ada yang tidak sesuai spesifikasi atau pengadaan yang fiktif," ujar Auditor Madya BPKP Sumatera Barat, Yuli Ashar saat raker pengelolaan dana hibah pilkada di Pariaman beberapa waktu yang lalu.
Menurut dia, dari evaluasi pendampingan dana hibah pilkada yang dilakukan BPKP Sumatera Barat pada pilkada sebelumnya, ditemukan kesalahan penggunaan dana hibah pada item pengadanaan barang/jasa dan perjalanan dinas.
"BPKP Sumatera Barat menenkan agar pengelola dana hibah tidak melakukan pengadaan barang atau jasa dan perjalanan dinas fiktif terkait pilkada. Persoalan perbedaan harga pada kegiatan pengadaan barang dan jasa, masih dapat diperdebatkan dan tidak menjadi persoalan. Tapi jika fiktif, jelas akan jadi temuan," ulasnya.
Menurut Yuli Ashar, pendampingan pengelolaan dan pelaporan dana hibah pilkada tidak hanya dilakukan pada penyelenggaraan pilkada tahun 2018 ini saja. Namun juga telah dilakukan pada pilkada serentak tahun sebelumnya.
"Pendampingan oleh BPKP Sumatera Barat, hanya dilakukan pada tingkat KPU kabupaten dan kota. Sedangkan bagi pengelola keuangan dana hibah di tingkat kecamatan dan desa, dapat dilakukan oleh pengelola keuangan dana hibah KPU kabupaten dan kota masing-masing," kata dia.
Kordiv BURT dan Logistik KPU Kota Pariaman Indra Jaya di Pariaman, Sabtu (7/4), mengatakan, jika pihaknya telah menandatangani MoU dengan BPKP Sumatera Barat untuk diberikan pendampingan pengelolan dan pelaporan dana hibah penyelenggaraan pemilihan walikota dan wakil walikota Pariaman 2018.
Sementara itu, terkait dengan dana hibah, KPU Kota Pariaman telah menerima alokasi dana penyelenggaraan pilkada dari Pemko Pariaman sebesar Rp11,4 miliar. Dana itu, lanjut dia, telah dipindahkan menjadi hibah APBN rekening hibah Pilkada KPU Kota Pariaman.
"Hal tersebut memiliki implikasi kepada pengelolaan, penggunaan dan pelaporan dana hibah dari tingkat KPU, PPK mengadopsi pengelolaan dan pelaporan menggunakan sistim APBN," kata dia.
Ia menyebut, permasalahan penggunaan dana hibah terjadi pada pilkada disebabkan kesalahan pemahaman dan persepsi bahwa pengelolaannya menggunaan sistim APBD, sehingga pada saat pelaporan tidak sesuai dengan tuntutan menggunakan metode APBN.
Ia mengingatkan agar pengelola dana hibah pilkada menggunakan dana penyelenggaraan pilkada sesuai dengan peruntukan, tidak boleh fiktif.
"Sukses penyelengaraan salah satunya tidak ada pengunaan dana pilkada yang menjadi masalah di tahun berikutnya," pungkasnya. (Nanda)