Kordiv Hukum Bawaslu RI bersama Walikota Pariaman, Bawaslu Sumbar, Bawaslu Kota Pariaman, KPU Kota Pariaman disambut atraksi pencak silat. FOTO/Nanda |
Kordiv Bawaslu R Fritz Edwar Siregar beri sambutan pembukaan launching LPP. Foto/Nanda |
Peresmian LPP ditandai dengan pembukaan selubung papan dan pelepasan balon launching LPP oleh Fritz Edwar Siregar, didampingi jajaran Bawaslu Provinsi Sumatera Barat dan Bawaslu kabupaten dan kota se provinsi Sumatera Barat.
Bawaslu RI membuka selubung tanda launching LPP Kota Pariaman. Foto/Nanda |
Terobosan baru dengan menerapkan nilai kearifan lokal dipilih Panwaslu (kini disebut Bawaslu) Kota Pariaman, melakukan pengembangan pengawasan partisipatif. Tiga tempat yang menjadi pusat kegiatan masyarakat “Piaman” yakni Surau, Lapau dan Balai (pasar). Namun, lapau dinilai tempat yang tepat mengembangkan pengawasan partisipatif.
Walikota Mukhlis Rahman dampingi Bawaslu RI lepas balon tanda launching LPP. Foto/Nanda |
Ketua Bawaslu Kota Pariaman, Elmahmudi dalam sambutannya mengatakan, keberadaan Lapau Pengawasan Partisipatif merupakan terobosan yang dilakukan Bawaslu Sumatera Barat mengembangkan pengawasan partisipatif pada pemilihan walikota dan wakil walikota Pariaman 2018.
Acara makin meriah dengan makan bersama dengan masyarakat usai launching LPP. Foto/Nanda |
Ia menjelaskan, lahirnya program LPP sendiri, dilatarbelakangi perluasan tugas Bawaslu, untuk mengembangkan pengawasan partisipatif. Pengembangan tersebut oleh Bawaslu Kota Pariaman dijabarkan melalui program LPP. Dipilihnya "Lapau" sebagai titik sentral pengawasan partisipatif, dikarenakan tingginya interaksi aktivitas yang menyangkut segala aspek sosial masyarakat di Kota Tabuik ini.
“Aktivitas masyarakat sangat tinggi di lapau, tidak hanya membahas politik Pilkada, bahkan rembug arah pembangunan kota ataupun desa kadang berawal dari obrolan dilapau,” jelasnya.
Ia berharap, LPP tidak hanya fokus mendorong munculnya pengawasan yang masif saja. Namun berkembang menjadikan LPP sebagai sekolah pendidikan politik non formal dan mendorong kematangan masyarakat dalam politik.
“Kita berharap LPP desa dan kelurahan yang ada di kota Pariaman dan menjadikan lapau sebagai pusat informasi tentang pengawasan Pilkada Kota Pariaman 2018. Tentunya ini adalah upaya yang terstruktur, sistematis dan masif mewujudkan pengawasan partisipatif,” ulasnya.
Sementara itu memberikan informasi tentang pengawasan partisipatif dan sosialiasi pilkada, 71 LPP yang tersebar di desa dan keluarahan, akan dikunjungi oleh jajaran Panwaslu Kota Pariaman, KPU Kota Pariaman, Panwascam, PPL.
“Selain sosialisasi, LPP juga dapat dijadikan sebagai media pertemuan penyelenggara dengan masyarakat yang ingin melaporkan pelanggaran pemilu. Keberadaan LPP diharapkan dapat mencegah praktik politik uang, politisasi SARA dan kampanye hitam selama masa pemilihan walikota dan wakil walikota Pariaman,” kata dia.
Menurut dia, LPP juga mengadopsi “Koding atau Kopi Dinding” yang tengah populer di kalangan masyarakat perkotaan saat ini. Bagi masyarakat yang mungkin lupa bawa uang ke lapau, dapat membayar menggunakan pin yang telah dikonversikan dalam nilai segelas minuman kopi gratis yang disediakan oleh Bawaslu Kota Pariaman di masing-masing LPP.
Ketua Bawaslu Sumatera Barat, Surya Elfitrimen menyebutkan, Lapau Pengawasan Partisipatif (LPP) pertama kali dilaunching di Kota Pariaman. Latar belakang munculnya LPP merupakan ide dari Bawaslu Kota Pariaman untuk mengembangkan pengawasan partisipatif pada pemilihan walikota dan wakil walikota Pariaman 2018 di Kota Pariaman.
“Program LPP tersebut telah dikonsultasikan, langsung direkomendasikan oleh Bawaslu Sumatera Barat kepada Bawaslu RI, akhirnya program LPP disetujui,” sebut Surya.
Ia meminta seluruh pihak terkait mendukung program LPP sebagai pusat pengawasan partisipatif di desa dan kelurahan di Kota Pariaman.
“Ini perlu didukung penuh oleh seluruh pihak,” ujarnya singkat.
Dukungan keberadaan LPP sebagai upaya pengembangan pengawasan partisipatif disampaikan Walikota Pariaman Mukhlis Rahman. Ia mengapresiasi program LPP sebagai basis pengawasan partisipatif mengawasi Pilkada Kota Pariaman yang dilaksanakan oleh Bawaslu Kota Pariaman.
“Lapau yang memiliki peran strategis memanfaatkan tingginya aktivitas masyarakat. Sebagai pusat aktifitas, lapau menjadi pusat informasi dan keterangan, bahkan kebijakan pemerintah, besok orang akan dimutasi siapa yang akan menjadi pejabat daerahpun dibahas di lapau,” ujarnya.
Ia berharap keberadaan LPP, dapat mendorong terwujudnya pengawasan partisipatif pada pemilihan walikota dan wakil walikota Pariaman 2018, berkembang terus mengawasi program pembangunan pemerintah lainnya.
“Dengan adanya LPP ini, saya berharap partisipasi pemilih pada Pilkada Kota Pariaman meningkat. Pada pemilihan sebelumnya, pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat 2015 tingkat partisipasi pemilih tidak mencapai 70 persen, diharapkan pada pemilihan partisipasi dapat melebihi angka 75 persen,” sambung dia.
Sementara itu, Kordiv Hukum Bawaslu RI, Fritz Edwar Siregar mengatakan, memahami pengawasan partisipatif itu penting, untuk mendorong masyarakat memiliki kesadaran dan mengaplikasikannya dalam mengawasi pemilu, khususnya di Kota Pariaman.
“Masyarakat yang tidak paham dengan pengawasan partisipatif, akan mengaggap praktik kecurangan ataupun pelanggaran pemilu hanyalah hal biasa. Namun masyarakat yang paham dengan pengawasan partisipatif akan bersikap berbeda dan akan melakukan pengawasan partisipatif,” kata Fritz Edwar Siregar.
Di Pilkada serentak 2018 ini, lanjut Fritz, telah dianggarkan Rp22 triliun yang diporsikan untuk KPU, Bawaslu dan Kepolisian. Anggaran tersebut cukup besar dan dapat melakukan banyak pembangunan infrastruktur, namun pendidikan politik tidak kalah penting.
Menurut dia, pemilu menjadi perbincangan dan bahan diskusi oleh publik atau masyarakat akan memicu kerawanan atau memunculkan gesekan politik di tengah masyarakat.
Keberadaan Lapau Pengawasan Partisipatif yang juga membawas konten politik Pilkada, akan memecahkan dan menyelesaikan perbedaan pendapat dan pilihan politik. Dari indek kerawanan pemilu, digambarkan perbedaan tingkat kerawanannya dari sisi konsumsi masyarakat akan informasi kepemiluan.
Menurut dia, terdapat kecenderungan pemilu ataupun pilkada nyaris tidak ada kerawanan gesekan pemilih di daerah yang masyarakatnya melakukan diskusi politik kepemiluan.
“Perbedaan pendapat atau pilihan politik sudah dibahas dan tersalurkan, tentunya tidak akan terjadi perdebatan lagi. Namun jika tidak terselesaikan atau tidak pernah dibahas akan terjadi kebuntuan dan memicu konflik ataupun gesekan,” kata dia lagi.
Ia mengatakan, LPP di Kota Pariaman akan menjadi pilot project atau perbandingan bagi pengembangan pengawasan partisipatif bagi Bawaslu lainnya di Indonesia. (Nanda)