Tiga pasang calon walikota/wakil walikota Pariaman nyatakan sikap tolak politik uang dan SARA. Foto/Nanda |
Hal itu ditandai dengan penandatanganan dan pemberian cap telapak tangan, sebagai simbolik penolakan paslon terhadap politik uang, politisasi SARA di Mapolres Pariaman, Rabu (14/2).
Kepala Sekretariat Panwaslu Kota Pariaman Riky Falantino dalam laporannya mengatakan, politik uang pada pesta demokrasi bersifat masif, sehingga perlu dilakukan gerakan penolakan terhadap politik uang dan politisasi SARA.
Komitmen tolak politik uang dan politisasi SARA akan ditandai dengan penempelan cap tangan dari paslon, penyelenggara, pengawas, kepolisian dan tokoh masyarakat lainnya.
Ketua Panwaslu Kota Pariaman Elmahmudi mengatakan, gerakan tolak politik dan lawan politisasi SARA dilaksanakan serentak di 171 daerah di Indonesia. Pada tanggal 14 Februari 2018 paska dilakukannya pengundian dan pengumuman nomor urut paslon.
"Politik uang dan politisasi SARA dapat menganggu tatanan demokrasi dan hak masyarakat sipil. Mengingat besarnya dampak buruk dari politik uang dan politisasi SARA diperlukan gerakan bersama menolak segala hal yang merusak alam demokrasi. Tidak hanya merusak tatanan demokrasi, namun praktik politik uang dan politisasi SARA berujung sanksi administrasi dan pidana," ujarnya.
Sementara itu, Kakan Kesbangpol Kota Pariaman Efirizal mengatakan, jika pemilihan walikota dan wakil walikota Pariaman badunsanak dapat diwujudkan apabila adanya kesamaan komitmen seluruh pihak.
"Hubungan dan sistem kekerabatan antara pasangan calon, pemilih, diyakini menjadi modal untuk mewujudkan Pilkada 2018 damai. Kita optimis penyelenggaraan Pilkada 2018 berlangsung dengan damai," ujarnya optimis.
Sedangkan Kordiv Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Sumatera Barat Vifner, menyebut amanah Undang-Undang memberikan perluasan kewenangan kepada Bawaslu untuk mendorong terciptanya pemilu ataupun pemilihan kepada daerah.
"Pada aturan perundang-undangan, sanksi politik uang sangat tegas. Berbeda dengan aturan sebelum sanksi hanya dikenakan kepada pemberi saja, namun pada pemilihan kepada daerah 2018 penerima politik uang juga terkena sanksi. Tegas aturan, makanya jangan sampai ada yang terkena sanksi pidana gara-gara memberi dan menerima," sebutnya.
Selain dijatuhi sanksi pidana, kata dia, politik uang yang dilakukan dapat menggagalkan kemenangan pasangan calon.
"Di Provinsi Sumatera Barat, setidaknya 27 kasus tindak pidana pemilu dilakukan proses hukumnya oleh Polda Sumatera Barat. Sementara itu, isu politik SARA terlihat jelas terjadi pada pemilihan di beberapa wilayah di Indonesia, berpotensi menimbulkan kerawanan konflik sosial," ulasnya.
Begitu juga pada pelaksanaan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Pariaman, jika isu SARA diakomodir, tentu akan sangat rawan. Tak ayal, gesekan bisa saja terjadi.
Ia mengatakan, kerawanan Pilkada Kota Pariaman 2018 berada pada titik rawan tingkat III, dilihat dari indikator penggunaan media sosial.
"Terkait kerawanan tingkat III pada Pilkada Kota Pariaman dilihat dari penggunaan media sosial, dapat dimaknai jika masyarakat Kota Pariaman melek medsos dan berani karena menggunakan akun asli bukan bodong," pungkasnya.
Sementara itu, Kasi Intel Kejari Pariaman Okta Zainal, mengatur dan memuat sanksi tegas terhadap praktik politik uang. Penerapan sanksi dimulai pada tahapan awal, yakni pada tahapan pencalonan.
"Pada tahapan ini, parpol atau gabungan parpol pengusung dan paslon yang terbukti melakukan politik uang untuk dicalonkan dapat dikenakan sanksi pidana berupa kurangan penjara minimal dan maksimal 72 bulan kurungan penjara atau denda minimal Rp300 juta dan maksimal Rp1 miliar. Sementara, terkait politik SARA, dapat dikenakan kurungan penjara bagi yang melakukan penghinaan, pencemaran agama pada berkaitan dengan Pilkada," sebut dia.
Terakhir, Kapolres Pariaman AKBP Bagus Suropratomo Oktobrianto menyatakan terkait kerawanan Pilkada Kota Pariaman pada level III, menurutnya dilihat dari indikator penggunaan media sosial menjadikan Pilkada Kota Pariaman menempati peringat ketiga Pilkada terawan di Indonesia.
Dilanjutkannya, temuan dari Bareskrim Mabes Polri, akun media facebook digunakan untuk ciber crime, termasuk pelanggaran Pilkada. Tingginya penggunaan medsos untuk mengungkapkan perasaan pribadi dan politik, rawan menimbulkan gesekan sosial dan politik.
"Cepatnya pertumbuhan media sosial menggunakan akun bodong, berbanding lurus dengan munculnya ciber crime. Polres Pariaman melaksanakan sejumlah program seperti tolak kampanye Pilkada damai tanpa Hoax di Kota Pariaman," pungkasnya. (Nanda)