Ilustrasi/Foto/istimewa/internet |
"Sesuai Undang-Undang No.23 Tahun 2011 sudah jelas diatur bahwa setiap pengurus Baznas tidak boleh berpolitik. Saya sendiri mundur resmi dari Partai Golkar saat menjadi pengurus Baznas," kata Jamohor di Pariaman, Selasa (23/1).
Menurutnya, sikap politik Baznas yang tidak memihak bisa dipegang oleh masyarakat dengan melaporkan pengurus Baznas yang terlibat dalam aksi mendukung calon, terutama saat melakukan segala kegiatan dan program Baznas.
"Setiap penyerahan zakat dan bantuan, Baznas selalu terbuka dengan mengundang seluruh Forkopimda, termasuk pimpinan DPRD," ujarnya.
Ia mengungkapkan, pihaknya juga memastikan tidak akan mengundang calon tertentu untuk menghadiri kegiatan Baznas, apalagi saat pemberian zakat. Karena hal tersebut menurutnya merupakan sebagai bentuk kampanye terselubung yang dapat merusak citra Baznas.
"Jika sudah penetapan pasangan calon oleh KPU, Baznas tidak boleh mengundang salah satu dari pasangan calon untuk hadir saat pemberian zakat. Karena hal ini bentuk keberpihakan politik," sambungnya.
Namun, imbuh Jamohor, selaku warga negara yang hak politiknya dijamin konstitusi, masing-masing individu pengurus Baznas punya hak memilih salah satu pasangan calon.
"Namun jangan membawa-bawa Baznas. Masing-masing pengurus tentu punya pilihan pribadi. Kita mesti menghargai hal tersebut," tandasnya.
Sementara itu, Is (25) salah seorang penerima zakat Baznas mengatakan, sejauh ini tidak ada menerima arahan politik tertentu saat menerima zakat.
Ia menyebut, seandainya diarahkan pun, tidak akan mengubah pilihan politiknya di Pilwako nanti.
"Sejauh ini tidak ada arahan. Jika mereka mengarahkan memilih salah satu calon, tidak ikhlas namanya. Itu sama saja dengan memperjualbelikan zakat, tentu dosanya besar ya," sebutnya.
Saat ini, kata Ismi, untuk pilihan politik, jangan dikira masyarakat mudah digiring dan diiming-imingi.
"Sekarang sudah zaman digital ya, kita bisa lihat track-record masing-masing paslon itu sebelum menentukan pilihan," pungkasnya. (OLP)