Sales bernama Arman mengakali dengan menandatangani kuitansi di luar materai 6000. Foto/istimewa |
Saat wartawan menanyakan jaminan perlihatkan barang yang akan dipamerkan, sales Era Jaya terdiam dan sejumlah karyawan lainnya berusaha kabur. Foto/OLP |
Meri mengatakan dirinya ditelpon berkali-kali oleh sales Era Jaya yang mengaku bernama Dian. Dian mengatakan kepadanya bahwa Era Jaya mengadakan promo besar dan akan memberikan bingkisan kepadanya.
Sesampai di Era Jaya, kata Meri, ia disuruh mencabut undian. Dalam undian itu ada kategori silver, gold dan platinum. Kebetulan Meri mencabut platinum. Dari situ sales menyebut ia mendapatkan hadiah promo senilai pembelian Rp10 juta, namun akan diserahkan bulan April 2018 saat Era Jaya melakukan pameran di Pariaman.
"Kemudian saya dibujuk bayar tiga unit perangkat di antaranya, kompor induksi merk Cyprus kata dia seharga Rp2,9 juta, mini teathre seharga Rp5 juta dan manual water seharga Rp2,1 juta," terang Meri.
Meri kemudian disuruh memberikan tanda jadi sebesar Rp150 ribu dan sisanya dibayar saat barang diantar sales ke rumahnya oleh dua orang karyawan Era Jaya yang mengaku bernama Arman dan Ucok.
Sesampai di rumah Meri merasa curiga, namun berkat pandai membujuk dan setengah memaksa oleh Arman dan Ucok, Meri menyerah dan membayar sisa uang sebesar Rp3,7 juta lagi.
"Kecurigaan saya bertambah saat mereka menyodorkan nota pembelian biasa dan tidak maunya mereka menandatangani kuitansi mengenai materai. Saat saya ingatkan, ia ganti kuitansi tapi tetap tandatangan di luar materai," kisah Meri.
Selepas Arman dan Ucok pergi dari rumah, Meri mulai curiga akan harga yang disebutkan sales Era Jaya. Setelah ia cek, ternyata harga home teathre dengan merk yang mereka sebut Rp5 juta, hanya dijual Rp1 juta di salah satu lapak ecommerce, Lazada. Bahkan di ecommerce lainnya, dengan merk yang sama dibandrol 899.000 saja. Sedangkan harga kompor induksi yang disebut sales Rp2,9 juta, banyak dijual di ecommerce Rp350 ribu. Sedangkan harga manual water tak lebih dari Rp150 ribu.
Menyadari ia sudah kena kibuli, Meri menghubungi sales Era Jaya. Berkali-kali ia telepon sales bernama Dian itu tak pernah menjawabnya. Tiga item tersebut setelah ia komplain, ternyata tidak bisa dikembalikan dengan dalih akan diganti saat pameran mereka.
Meri mengisahkan, saat sebelum proses ia menyerahkan uang, Era Jaya sempat menjual nama Pemko Pariaman dengan menyodorkan SIUP, SITU, TDP yang mereka urus bersampul gambar pasangan kepala daerah.
"Ini buktinya buk, kami mendapat izin dari pemko. Kita punya izin buk, kata dia saat itu," sebut Meri menirukan.
Selain itu, pihak Era Jaya juga menyebut bahwa tokonya adalah milik Cina Singapura yang takut berjualan di Pariaman.
"Kata mereka ia merupakan kaki tangan perusahaan orang Cina di Singapura. Dia juga bilang jika tak ada uang cash, bisa bayar pakai emas dan transfer," tuturnya.
Dari penelusuran wartawan ke Era Jaya yang berjarak 100 meter dari Terminal Jati Pariaman, Jumat lalu, seorang karyawan bernama Juni tidak mampu menunjukan barang yang mereka janjikan ke konsumen, seperti mesin cuci otomatis yang bisa melipat dan menyetrika sendiri yang ia sebut seharga Rp10 juta pada calon pembeli sebagai pengganti saat promo. Begitupun dengan AC dan alat elektronik yang mereka janjikan ke konsumen.
Ia juga tidak bisa memberikan jaminan barang mana yang akan ia pamerankan sesuai janji mereka pada konsumen. Ketika disebutkan modus mereka sudah sering dilakukan di kota-kota lain, mereka kecemasan. Satu persatu karyawannya kabur keluar dan tidak kembali lagi.
Toko Era Jaya saat diserbu beberapa konsumen yang merasa dirugikan sejak Jumat (5/1) sempat menjanjikan akan mengembalikan uang konsumen pada Sabtu (6/1). Namun setelah beberapa konsumen mendatangi tokonya, toko tersebut sudah digembok hingga hari ini.
Dari pendalaman tim wartawan, selain dugaan penipuan, Toko Era Jaya diduga telah melanggar sejumlah pasal yakni pasal 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16 dan 17 dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Dalam pasal (61) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen disebutkan Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya. Yang kemudian ditegaskan dalam pasal (62) yang berbunyi Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat 2, Pasal 15, Pasal 1 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf c, huruf c, ayat 2, dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Dalam pasal 63 berbunyi, terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa:
a) perampasan barang tertentu;
b) pengumuman keputusan hakim;
c) pembayaran ganti rugi;
d) perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;
e) kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
f) pencabutan izin usaha.
Semoga undang-undang tersebut dapat digunakan oleh aparat hukum guna melindungi konsumen agar tidak terjadi transaksi yang kelak akan merugikan konsumen. (OLP)