foto/istimewa |
Sedangkan sisa 40 persen tahap dua yang telah masuk ke rekening Pemdes 50 persennya telah terserap dalam bentuk pembangunan fisik dan non fisik.
"Berarti serapan dana desa oleh pemerintahan desa telah mencapai angka lebih dari 80 persen," ujar Marwan.
Menurut Marwan, dana desa pada masing-masing desa di Kota Pariaman memiliki alokasi besaran berbeda pada setiap desanya berkisar Rp800 juta hingga Rp875, tergantung jumlah penduduk, keterisoliran daerah dan tingkat kemiskinan.
Ia menyebut, pencairan dana desa tahap dua mengalami keterlambatan. Keterlambatan bukam berasal dari ketelodoran Pemko Pariaman, namun disebabkan oleh ketidakdisiplinan pemerintah desa yang terlambat melaporkan laporan pertanggungjawaban keuangan pada tahap 1.
"Sehingga berimbas pada pencairan dana desa tahap 2. Pengajuan pencairan dana desa dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat dilakukan secara kolektif. Jika 1 desa saja belum menyampaikan laporan keuangan, maka akan berimbas kepada tidak dicairkannya dana desa kepada desa lain," ulasnya.
Ditambahkannya, keterlambatan penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan tersebut disebabkan ketidakcakapan atau ketidakpahaman aparatur desa dalam menyusun laporan keuangan.
"Karena minimnya SDM di desa, apalagi dana yang dikelola dalam jumlah yang banyak," imbuhnya.
Kata dia, untuk memudahkan dan melakukan penertiban terdapat administrasi keuangan, Pemdes di Kota Pariaman telah menggunakan Sistim Keuangan Desa. Sistem ini memberikan kemudahan kepada operator keuangan desa mengetahui posisi keuangannya.
"Dengan sistim ini operator keuangan desa tahu kondisi keuangan pemdes. Sistim ini sangat membantu," kata dia.
Fenomena rendahnya penyerapan dana desa oleh pemerintah desa, menjadi permasalahan jamak di berbagai daerah di Indonesia. Belum siapnya SDM pemerintahan desa dalam mengelola dana yang cukup besar diyakini menjadi penyebab keterlambatan cairnya dan penyerapan dana desa. (Nanda)