Pariaman --- Guru besar Ilmu Politik Universitas Andalas, Sri Zul Chairiyah menyebut partai politik belum serius mewujudkan keterwakilan 30 persen perempuan di parlemen.
Dari hasil penelitian yang ia dilakukan pada partai politik di Sumatera Barat, ditemukan partai tidak memiliki program dan kegiatan meningkatkan kapasitas serta perekrutan perempuan dalam pemilu.
""Parpol tidak serius menerapkan aturan keterwakilan perempuan di parlemen. Padahal parpol mendapatkan dukungan dana dari APBD, alokasinya juga diperuntukan untuk pendidikan politik. Ini kan sudah ada solusinya," ujarnya di Pariaman, Selasa (28/11) siang
Menurutnya, dilihat dari hasil pemilihan umum legislatif 2004, 2009 dan 2014, menunjukan kebijakan afirmatif untuk meningkatkan keterwakilan politik berada dalam situasi dilematis.
Hal itu dikarenakan jumlah caleg perempuan yang terpilih masih jauh dari rata-rata 30 persen, dukungan pemilih terhadap terhadap caleg perempuan hingga pejabat publik masih kurang memahami atau menjadikan ketentuan keterwakilan perempuan sebagai syarat saja.
"Pengkaderan melalui pendidikan politik di partai politik tidak berjalan, sehingga pengurus dan anggota parpol minim idiologis dan kapasitas politik," sebutnya.
Ia menyarankan, caleg perempuan terus menggiatkan sosialisasi. Tidak usah menggunakan cost political yang besar, namun mengoptimalkan sosialisasi dengan masyarakat.
Selain itu, kata dia, menggunakan Vote Getter atau pengumpul suara untuk mendapatkan dukungan pemilih, itu penting dalam mendulang suara bagi caleg perempuan.
"Menggunakan pengaruh tokoh masyarakat untuk mendapatkan suara masih efektif digunakan," kata dia.
Sementara itu, kordiv perencanaan program dan data KPU Kota Pariaman Alfiandri Zaharmi mengatakan, KPU Kota Pariaman memiliki program kegiatan sosialisasi yang menyasar kelompok perempuan yang tergabung dalam organisasi perempuan atau bisa juga melibatkan pengurus partai politik perempuan di Kota Pariaman.
"Kita punya program sosialisasi pada tahapan pilkada dengan sasaran kelompok perempuan dan bisa juga melibatkan kader parpol perempuan," ujarnya.
Program tersebut, ulasnya, dilakukan karena KPU menyadari segmentasi perempuan penting untuk diberikan sosialisasi khusus tentang kepemiluan termasuk peningkatan kapasitas perempuan dalam politik. (Nanda)
Dari hasil penelitian yang ia dilakukan pada partai politik di Sumatera Barat, ditemukan partai tidak memiliki program dan kegiatan meningkatkan kapasitas serta perekrutan perempuan dalam pemilu.
""Parpol tidak serius menerapkan aturan keterwakilan perempuan di parlemen. Padahal parpol mendapatkan dukungan dana dari APBD, alokasinya juga diperuntukan untuk pendidikan politik. Ini kan sudah ada solusinya," ujarnya di Pariaman, Selasa (28/11) siang
Menurutnya, dilihat dari hasil pemilihan umum legislatif 2004, 2009 dan 2014, menunjukan kebijakan afirmatif untuk meningkatkan keterwakilan politik berada dalam situasi dilematis.
Hal itu dikarenakan jumlah caleg perempuan yang terpilih masih jauh dari rata-rata 30 persen, dukungan pemilih terhadap terhadap caleg perempuan hingga pejabat publik masih kurang memahami atau menjadikan ketentuan keterwakilan perempuan sebagai syarat saja.
"Pengkaderan melalui pendidikan politik di partai politik tidak berjalan, sehingga pengurus dan anggota parpol minim idiologis dan kapasitas politik," sebutnya.
Ia menyarankan, caleg perempuan terus menggiatkan sosialisasi. Tidak usah menggunakan cost political yang besar, namun mengoptimalkan sosialisasi dengan masyarakat.
Selain itu, kata dia, menggunakan Vote Getter atau pengumpul suara untuk mendapatkan dukungan pemilih, itu penting dalam mendulang suara bagi caleg perempuan.
"Menggunakan pengaruh tokoh masyarakat untuk mendapatkan suara masih efektif digunakan," kata dia.
Sementara itu, kordiv perencanaan program dan data KPU Kota Pariaman Alfiandri Zaharmi mengatakan, KPU Kota Pariaman memiliki program kegiatan sosialisasi yang menyasar kelompok perempuan yang tergabung dalam organisasi perempuan atau bisa juga melibatkan pengurus partai politik perempuan di Kota Pariaman.
"Kita punya program sosialisasi pada tahapan pilkada dengan sasaran kelompok perempuan dan bisa juga melibatkan kader parpol perempuan," ujarnya.
Program tersebut, ulasnya, dilakukan karena KPU menyadari segmentasi perempuan penting untuk diberikan sosialisasi khusus tentang kepemiluan termasuk peningkatan kapasitas perempuan dalam politik. (Nanda)