Oleh Dr. Ir. Zahrul Umar, Dipl. H. E. (Ahli Sumber Daya Air-Utama) |
~Salah satu tuntutan demo, bahwa mereka khawatir akan mengalami kekeringan dan banjir di kawasan bagian hilir rencana KPT.
~Dengan dibangunnya KPT di Korong Tarok, nantinya akan mengakibatkan perubahan penggunaan lahan dari penggunaan lahan hutan ke penggunaan lahan non hutan.
~Kawasan ini sebelumnya adalah hutan sekunder dan perkebunan karet. Ekosistem hutan yang tidak terganggu berperan penting dalam konservasi air bagi kepentingan manusia.
Pembangunan Kawasan Pendidikan Terpadu (KPT) di Korong Tarok, Nagari Kapalo Hilalang, Kecamatan 2x11 Kayutanam yang menempati lahan seluas 697 hektare yang diperuntukkan untuk pembangunan Kampus ISI Padang Panjang, Kampus Politeknik Negeri Padang, Kampus Universitas Negeri Padang, Kampus STIT Syekh Burhanuddin, Balai Diklat Pertanahan dan Perkantoran lainnya. Diharapkan nantinya dapat menerapkan prinsip-prinsip dasar konservasi air.
Hal ini dapat menjawab aksi demo masyarakat tanggal 8 Mei 2017 ke DPRD Provinsi Sumatera Barat dimana salah satu tuntutannya, bahwa mereka khawatir akan mengalami kekeringan dan banjir di kawasan bagian hilir rencana KPT. Kekhawatiran ini dapat dimaklumi jika pembangunannya tidak dilaksanakan dengan prinsip dasar konservasi air.
Desain Tarok City |
Kawasan ini sebelumnya adalah hutan sekunder dan perkebunan karet. Secara sederhana dapat dijelaskan peranan hutan dalam konservasi air. Ekosistem hutan yang tidak terganggu mempunyai peran yang sangat penting dalam konservasi air bagi kepentingan manusia, makhluk-makhluk hidup lainnya termasuk tanaman-tanaman itu sendiri.
Hujan yang turun di atas kawasan ekosistem hutan sebelum sampai ke permukaan tanah akan ditahan dan dihambat terlebih dahulu oleh daun-daunan dan ranting-ranting tanaman tinggi (intersepsi) di kawasan terserbut, sehingga permukaan tanah akan terlindung dari timpaan-timpaan butiran air hujan yang berdaya tumbuk berat.
Air hujan yang tertahan oleh dedaunan dan reranting tersebut akan sampai ke permukaan tanah sebagian besar mengalir ke bawah mengikuti batang-batang pohon, sehingga daya tumbuknya dapat dikatakan relatif sangat kecil.
Kemudian dengan adanya tanaman rendah, semak belukar dan rumput-rumputan di bawah pohon pohon tersebut---yang menutupi permukaan tanah---akan berfungsi menghilangkan daya tumbuk air yang akan menghancurkan agregat-agregat tanah menjadi pertikel-partikel yang kecil.
Selanjutnya sebagian air ini akan mengalir ke dalam tanah (infiltrasi) melalui permukaan tanah. Air yang berinfiltrasi sebagian akan diisap oleh akar-akar tanaman dan sebagian besar akan diuapkan kembali (transpirasi). Sisa air yang masih berada di permukaan tanah akan mengalir menjadi aliran permukaan (runoff) dan sebagian akan menguap (evaporasi) dan sisanya mengalir secara lambat memasuki sungai.
Sebagian air yang berinfiltrasi ke dalam tanah akan disambut (absord) oleh humus bagi pelapukan-pelapukannya lebih lanjut dan sebagian lagi akan terus berinfiltrasi lebih dalam lagi yang disebut perkolasi---yaitu gerakan air ke bawah dari zona tak jenuh (antara permukaan tanah sampai ke permukaan air tanah) ke dalam daerah jenuh (daerah di bawah permukaan air tanah). Air yang berperkolasi ini akhirnya akan akan mencapai lapisan kulit bumi membentuk persediaan air atau kandungan air dalam tanah. Air tanah ini selanjutnya mengalir secara horizontal dengan kecepatan yang sangat lambat sehingga pada akhirnya keluar pada kaki-kaki bukit sebagai mata air dan tebing-tebing sungai yang disebut aliran dasar (base flow). Air ini bertahan dalam waktu lama yang memberikan air bersih bagi kepentingan hidup manusia terutama di musim kemarau.
Dengan dibangunnya KPT di Korong Tarok, nantinya akan mengakibatkan perubahan penggunaan lahan dari penggunaan lahan hutan ke penggunaan lahan non hutan, yang pada dasarnya mengubah kondisi daerah aliran sungai (DAS) dari daerah yang lolos air menjadi daerah yang kedap air.
Pengaruh perubahan tata guna lahan in akan terlihat terhadap peningkatan aliran permukaan (runoff) yang dinyatakan dalam koefisien C=0,10, artinya 10% dari total curah hujan akan menjadi aliran permukaan. Sebagai contoh koefisien atap bangunan mempunyai nilai C=0,75-0,95 artinya 75 sampai 95% air hujan akan menjadi aliran permukaan dan hutan, mempunyai nilai C=0,10-0,40 artinya 10 sampai 40% air hujan akan menjadi aliran permukaan.
Angka koefisien aliran permukaan ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan apakah suatu daerha aliran sungai telah mengalami gangguan (fisik). Nilai C yang besar menunjukkan bahwa lebih banyak air hujan yang menjadi aliran permukaan.
Hal ini kurang menguntungkan dari segi perlindungan terhadap sumber daya air karena volume air yang akan menjadi air tanah menjadi sangat berkurang. Kerugian lainnya adalah dengan semakin besarnya jumlah air hujan yang menjadi aliran permukaan, maka ancaman terjadinya banjir dan erosi menjadi lebih besar. Angka C berkisar antara 0 hingga 1. Angka 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terinsepsi dan terfiltrasi ke dalam tanah, sebaliknya untuknilai C =1 menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan. Pada DAS yang masih baik harga C mendekati nol, semakin rusak suatu DAS, harga C mendekati 1.
Mengingat bahwa air merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi kehidupan manusia, maka diupayakan agar pembangunan dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada kehidupan masyarakat, namun diupayakan agar memberikan dampak negatif sekecil-kecilnya terhadap lingkungan, termasuk dampaknya terhadap sumber air.
Oleh karena dalam pembangunan KPT di Tarok ini nantinya, prinsip dasar konservasi air perlu dilaksanakan. Prinsip dasar konservasi air adalah mencegah atau meminimalkan air yang hilang sebagai aliran permukaan dan menyimpannya semaksimal mungkin kedalam tubuh bumi. Atas dasar prinsip ini maka curah hujan yang berlebihan yang turun di KPT di Tarok ini tidak dibiarkan mengalir ke sungai tetapi ditampung dalam suatu wadah yang memungkinkan air kembali meresap ke dalam tanah (ground water recharge).
Beberapa cara konservasi air yang dapat diterapkan pada kawasan ini antara lain:
Konsep Sumur Resapan
Konsep sumur resapan pada hakekatnya adalah suatu system drainase di mana hujan yang jatuh di atap atau lahan kedap air ditampung pada suatu sistem resapan air. Berbeda dengan cara konvensional di mana air hujan dibuang/dialirkan secepatnya ke sungai dan terus ke laut.
Cara konsep sumur resapan ini mengalirkan air hujan ke dalam sumur-sumur resapan yang dibuat di sekitar gedung. Sumur resapan ini merupakan sumur kosong dengan maksud agar kapasitas tampungnya cukup besar sebelum air meresap ke dalam tanah. Dengan adanya tampungan, maka air hujan mempunyai cukup waktu untuk meresap ke dalam tanah, sehingga pengisian menjadi optimal.
Cara pelaksanaannya pada bangunan-bangunan gedung adalah dengan memanfaatkan atap bangunan (gedung ruang kuliah, perkantoran, asrama, dan sabagainya) sebagai daerah tangkapan airnya (catchment area) di mana air hujan yang jatuh di atap kemudian disalurkan melalui talang untuk selanjutnya dikumpulkan dan dimasukkan kedalam sumur resapan yang lokasinya berada pada saluran keliling gedung dengan jumlah dan jaraknya sesuai dengan luas atap dan kapasitas sumur resapan.
Sedangkan untuk jalan-jalan yang ada dalam kawasan ini, digunakan luas permukaan jalan sebagai daerah tangkapan airnya dimana air hujan yang jatuh di permukaan jalan ini kemudian mengalir ke saluran samping di kedua sisi jalan. Pada saluran samping jalan, dibuat sumur resapan dengan jarak tertentu sesuai dengan luas permukaan jalan dan kapasitas tampung sumur resapan.
Konsep Kolam Resapan
Untuk meresapkan air hujan yang jatuh pada lahan-lahan terbuka seperti halaman, taman-taman pada setiap gedung dibuatkan kolam resapan, berupa kolam terbuka yang khusus untuk menampung air hujan dan meresapkannya ke dalam tanah. Dengan demikian kolam resapan ini akan mempunyai fungsi ganda yaitu konservasi air dan udara sekaligus mempunyai nilai estetika.
Konsep Bangunan Stabilisasi
Karena pembangunan KPT di Korong Tarok, Nagari Kapalo Hilalalng berada di dataran tinggi dan berbukit-bukit, tentu banyak lahan-lahan yang mempunyai kemiringan curam dan lembah lembah yang pada waktu hujan mengalirkan air permukaan atau menjadi anak-anak sungai musiman.
Pada lahan lahan seperti ini dapat dibuat banguann stabilisasi seperti chekdam atau embung. Bangunan-bangunan ini berfungsi untuk mengurangi volume dan kecepatan aliran permukaan, di samping juga untuk menambah masukan air tanah dan air bawah tanah.
Dam penghambat (chekdam) adalah bangunan yang dibangun melintang saluran/anak sungai yang berfungsi untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan dan menahan sedimen yang dibawa oleh aliran sehingga kemiringan dasar saluran/anak sungai berkurang yang pada akhirnya menurunkan kecepatan aliran air permukaan.
Sedangkan embung adalah waduk kecil yang dibuat pada lahan yang berupa cekungan yang berfungsi untuk menampung air aliran permukaan, menampung sedimen hasil erosi dan meningkatkan jumlah air yang meresap ke dalam tanah (infiltrasi). Untuk itu diharapkan kepada konsultan perencana nantinya agar tidak memeanfaatkan lahan-lahan ini sebagai tapak bangunan ataupun menimbunnya.
Pembuatan Lubang Resapan Biopori
Lubang resapan biopori merupakan lubang berbentuk silindris berdiameter sekitar 10 cm yang digali di dalam tanah. Kedalamannya tidak melebihi muka air tanah, yaitu sekitar 100 cm dari permukaan tanah.
Lubang resapan biopori dapat meningkatkan kemampuan tahan dalam meresapkan air. Air tersebut meresap melalui biopori yang menembus dinding lubang resapan ke dalam tanah di sekitar lubang. Dengan demikian, akan menambah cadangan air tanah serta menghindari terjadinya aliran air di permukaan tanah.
Lubang resapan biopori harus ditempatkan di lokasi yang dilalui aliran air serta tidak membahayakan bagi manusia dan hewan peliharaan. Lubang resapan biopori juga dapat dibuat di dasar saluran pembuang, di dasar alur yang dibuat di sekeliling batang pohon, atau batas taman. Jumlah lubang resapan biopori pada setiap luasan lahan bias dihitung berdasarkan perbandingan antara intensitas hujan (mm/jam) x luas lahan yang kedap air (m2) dibagi dengan laju peresapan air perlubang (liter/jam).
Demikianlah tulisan ini sebagai saran dan mesukan untuk kebaikan pembangunan KTP di Korong Tarok, Nagari Kapalo Hilalang, Kecamatan 2x11 Kayutanam. Mudah mudahan dengan dibuatnya bangunan yang menerapkan prinsip dasar konservasi air, kondisi air sungai akan stabil ditandai dengan fluktuasi muka air sungai di musim hujan dan musim kemarau tidak begitu besar.
Fluktuasi muka air sungai di musim hujan dan musim kemarau yang besar merupakan salah satu indikator DAS yang sudah rusak. Insya Allah kekhawatiran warga akan terjadinya banjir dan kekeringan dapat diatasi dengan diterapkannya prinsip konservasi air dalam pembangunan ini.