Oleh : Angga
Perdana
Mahasiswa
Magister Ilmu Komunikasi UNAND angkatan 2016
Program beasiswa Kem Kominfo |
~Terlabih dengan munculnya sebuah aplikasi kontroversial nikahsirri.com dengan motto “Mengubah Zina Jadi Ibadah”
Sesuai namanya, aplikasi itu menyediakan layanan proses nikah siri--bawah tangan--yang lebih hebatnya lagi juga menawarkan lelang perawan dan kawin kontrak yang spontan menjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat termasuk pakar agama dan hukum.
Bicara legalitas hukum, nikah siri tidak tercatat secara administrasi di Kantor Urusan Agama sebagaimana lazimnya pernikahan sah yang diatur oleh negara, walaupun dalam agama konteksnya ada yang mengatakan pencatatan dari KUA bukanlah syarat sah sebuah pernikahan.
Meski secara agama dan adat istiadat nikah siri dianggap sah, namun perkawinan yang di selenggarakan di luar pengetahuan dan pengawasan pencatatan nikah tidak memiliki kekuatan hukum dan dianggap tidak sah di mata hukum yang berlaku di Indonesia yang tidak mengenal istilah kawin siri dan semacamnnya.
Hal ini lah yang harus diingatkan kepada kaum perempuan agar menghindari terjadinya pernikahan siri. Dampak negatif nikah bawah tangan menghantui perempuan dan keturunannya apabila suatu ketika terjadi permasalahan dalam hubungan rumah tangga pasangan nikah sirri. Hukum negara tidak akan bisa melindungi. Akan merugikan kaum perempuan, begitu juga dengan anak dari hubungan tersebut tidak akan bisa mendapatkan status hukum terhadap ayahnya sesuai undang-undang perkawian.
Sementara itu nikah siri yang kerap dilakukan dengan diam-diam, secara sosial istri akan sulit bersosialsasi dan diterima keberadaannya dalam lingkungan masyarakat. Ia cenderug dianggap sebagai satatus hubungan yang terlarang, terlebih di hampir semua derah di Indonesia memegang teguh adat istiadat yang masih kental dimana mengatur tentang sakralnya aturan pernikahan.
Penulis mencontohkan salah satu kasus nikah sirri yang dilakukan oleh seorang publik figur yang pernah melakun pernikahan siri dengan salah seorang pejabat negara di zaman orde baru Macica Mochtar.
Pengakuan Macica mochtar dalam sebuah tayangan stasiun televisi swasta nasional beberapa hari yang lalu, mulai dari prosesi ijab kabul yang diselenggrakan dengan sembunyi-sembunyi yang hanya diketahui oleh keluarga sebelah pihak, sampai dia dianugrahi keturunan dari hasil pernikahan sirinya.
Macica menilai ada kejanggalan dalam hubungan rumah tangganya, puncaknya pada usia perkawinan yang berjalan di umur lima tahun, Macica berusaha untuk melegalkan status pernikahannya secara hukum negara ke Mahkamah Konstitusi, begitu juga dengan status anak dari hasil pernikahannya. Pada akhirnya dalam pokok perkara di pengadilan, menolak gugatan Macica Mochtar untuk seluruhnya.
Mengambil pelajaran dari contoh kasus ini, tentunya semua kerugian akibat pernikahan siri akan dibebankan kepada perempuan atau istri siri dan anak-anak jika menghasilkan keturunan dari buah kawin bawah tangan itu.
Sedangkan bagi laki-laki atau suami, hampir tidak ada kerugian atau dampak yang mengkhawatirkan. Bahkan sebaliknya justru menguntungkan kaum adam itu karena bisa bebas menikah lagi karena perkawinan sebelumnya dianggap tidak sah di mata hukum.
Oleh karena itu sebagai warganegara yang telah terikat oleh peraturan dan undang-undang kita harus mematuhi aturan yang telah ditetapkan negara. Pernikahan yang diselenggarakan dengan jalur yang sah memberikan keuntungan kepada pihak perempuan dan keturunannya sebagaimana yang telah di atur dalam UU No 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan.