Dalam aksinya, pendemo meminta agar DPRD Padangpariaman membatalkan rencana pembangunan Tarok City.
Usai melakukan menyampaikan orasi di depan kantor DPRD Padangpariaman, perwakilan demonstran melakukan pertemuan dengan pimpinan dan anggota DPRD Padangpariaman.
Sekretaris FPTU Nagari Kapalo Hilalang Muhammad Ali mengatakan pembangunan kampus, rumah sakit dan balai diklat di kawasan Tarok akan merusak tatanan lingkungan. Tidak sebatas permasalahan hak kepemilikan saja yang menjadi permasalahan dan pembangunan kawasan itu. Namun rusaknya lingkungan, justru menjadi ancaman serius jika Tarok tetap dialihkan menjadi kawasan terpadu.
Menurutnya, Korong Tarok dengan kontur tanah berbukit dan hutan, merupakan daerah resapan sekaligus sumber air di Kabupaten Padangpariaman dan Kota Pariaman. Pengalihan fungsi daerah resapan air menjadi kawasan yang dibetonisasi akan merusak fungsinya.
“Dapat dibayangkan jika kawasan Tarok sudah rusak dan tidak dapat lagi menyuplai kebutuhan air bagi masyarakat Padangpariaman dan Kota Pariaman. Tidak hanya itu, jika tidak ada resapan air, maka daerah di bawahnya akan mudah terkena banjir,” jelasnya.
Sementara itu, tokoh masyarakat Pariaman yang juga mantan Ketua DPRD Padangpariaman Zulbahri, meminta agar pemerintah Padangpariaman berhenti mengklaim jika tanah kawasan Tarok seluas 697 hektare merupakan tanah milik negara.
Sebagai salah seorang yang terlibat dalam pengurusan pengembalian tanah ulayat kepada masyarakat nagari Kapalo Hilalang, pengacara kondang Pariaman itu mengaku tahu persis sejarah status kepemilikan tanah itu.
Dimulai penguasaan tanah oleh Belanda dengan sistim kontrak hingga kembali diserahkan kepada masyarakat Nagari Kapalo Hilalang oleh pihak Korem 032/Wirabraja.
“Klaim Bupati Padangpariaman atas kawasan Tarok seluas 697 hektare itu tidak benar. Lahan Tarok yang merupakan tanah masyarakat dikontrak oleh Belanda waktu itu. Usai Belanda meninggalkan Indonesia, tanah tersebut dikelola oleh Korem 032/Wirabraja dan telah dikembalikan kepada masyarakat pasca reformasi,” jelasnya.
Ketua DPRD Padangpariaman, Faisal Arifin menegaskan bahwa Pemkab Padangpariaman tidak boleh melakukan pematokan, pengkavlingan lahan kawasan Tarok sebelum diterbitnya Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kawasan Tarok.
Selain itu, kata dia, DPRD Padangpariaman juga tidak akan menyetujui alokasi anggaran pembangunan pengerjaan kawasan Tarok pada APBD P tahun 2017 ataupun APBD tahun 2018 mendatang, sebelum keluarnya RDTR tersebut.
“Nanti kita lihat dulu, berdasarkan RDTR kawasan Tarok ini boleh dijadikan kawasan apa, apakah perkebunan atau bisa dibangun kawasan pendidikan,” ulasnya.
Sementara itu, anggota komisi II DPRD Padangpariaman fraksi PKS Jon Hendri mengatakan, fraksi PKS DPRD Padangpariaman sepakat agar DPRD Padangpariaman membentuk Pansus kawasan Tarok.
Ia dan fraksi PKS di Padangpariaman menolak pengganggaran pembukaan jalan menuju akses kawasan Tarok pada APBD Perubahan tahun 2017.
“Menyetujui anggaran tersebut, sama saja dengan memberikan jalan untuk menuju kawasan Tarok, sedangkan kita belum mengizinkan Tarok untuk diolah,” ujarnya.
Politisi asal Sungai Geringging itu mengungkapkan, berdasarkan legal opinion Kejaksaan Negeri Pariaman bab G poin Nomor 6, disampaikan bahwa didasari kajian hukum Kejari Pariaman, kawasan Tarok tidak termuat dalam RT/RT Padangpariaman periode 2010-2030.
Jika tetap melakukan pembangunan dikawasan Tarok, pemerintah harus merevisi dan dimasukkan dan dilanjutkan dengan revisi RPJMD dan menerbitkan RDTR.
“Penerbitan RDTR itu bisa bertahun-tahun, sedangkan saat ini lahan masyarakat sudah digledor. Ini langkah yang tidak tepat,” tegasnya.
Massa akhirnya membubarkan diri setelah mendapat ketegasan dari DPRD Padangpariaman agar pengolahan dan pengavlingan lahan dikawasan Tarok dihentikan sebelum terbitnya RDTR.
Demo hari itu melibatkan ratusan masyarakat dan dijaga puluhan polisi. Demo tersebut juga menyebabkan aktivitas belajar mengajar di SMP Negeri 1 Pariaman terpaksa diliburkan.
"Hari Selasa kemarin guru umumkan di lokal bahwa hari ini libur karena ada demo," ujar Nes, salah seorang siswi di sekolah unggul itu. (Nanda/OLP)