Kepala Satpol PP/Damkar Padangpariaman Rianto menyebutkan, kebakaran sering terjadi disebabkan hubungan arus pendek listrik. Masalah hubungan arus pendek tersebut, kata dia tidak dapat dilepaskan dari kesalahan manusia.
“Selama ini saya melihat masih banyak produk elektronik yang dipakai masyarakat melebihi kapasitas. Contohnya penggunaan terminal, masih ditemukan warga yang menjadikan terminal kapasitas empat colokan, menjadi delapan colokan dengan bantuan steker," kata dia.
Selain itu, masih kata dia, penggunaan terminal melebihi kapasitas diperparah pula dengan penggunaan kabel yang tidak memenuhi standar SNI PLN oleh masyarakat.
Ia menuturkan, penggunaan peralatan elektronik dan kabel yang tidak SNI memiliki resiko besar dan membahayakan. Kecerobohan itu dapat menyebabkan kebakaran.
“Kalau membeli televisi LCD dengan harga jutaan rupiah mampu, harusnya membeli kabel dan terminal yang SNI masyarakat juga harus bisa. Jangan sampai televisi mahal, produk penyalur listriknya murahan,” cetusnya.
Rianto meyakini, apabila masyarakat memilih menggunakan produk elektronik berkualitas, masalah hubungan arus pendek akan teratasi. Ia meminta masyarakat bersikap tegas dalam hal keselamatan. Lebih baik mencegah daripada menanggulangi.
“Sebab kalau kebakaran sudah terjadi, kerugian akan semakin besar,” terusnya.
Kebakaran yang rawan terjadi di pasar-pasar, juga tidak terlepas dari kesalahan dan kelalaian manusia di sekitarnya. Baik dalam penggunaan peralatan elektronik ataupun peralatan penghasil api lainnya, seperti kompor dan lilin.
Bagi pedagang di pasar tradisional, ia mengimbau agar memastikan kondisi kabel listrik dalam keadaan baik, apalagi bagi pedagang yang memiliki kios di pasar yang telah berusia tua.
Senada dengan Rianto, Kepala Bidang Kebakaran Dinas Pol PP/Damkar Padangpariaman Edison, mengatakan kesadaran masyarakat memang sangat dibutuhkan dalam pencegahan kebakaran.
Dalam penyuluhan yang diikuti perwakilan 17 kecamatan dan 103 nagari di Padangpariaman itu, ia meminta masyarakat selaku ujung tombak saat mula terjadi kebakaran, agar menyampaikan kepada masyarakatnya tentang materi penyuluhan yang didapat dari berbagai narasumber.
“Hingga Agustus 2017 ini kami mencatat sekitar 70 kasus kebakaran. Sedangkan 2016 lalu, terdapat lebih dari 120 kasus. Semoga, kasus kebakaran tidak terjadi setelah hasil penyuluhan dan simulasi ini diketahui masyarakat,” harapnya.
Dalam penyuluhan itu juga dilakukan simulasi penanggulangan kebakaran secara tradisional dan modern. Peserta diajarkan menggunakan peralatan tradisional dan modern pula. Selain itu, peserta dari nagari dan kecamatan tersebut akan dilatih memahami penyebab kebakaran dan mengatasi kepanikan.
“Kami akan ajarkan cara memadamkan api dengan karung goni hingga racun api. Untuk itu, masyarakat harus paham kebakaran karena minyak, seperti kompor, atau hubungan arus pendek. Sebab kalau tidak memahami penyebab, masyarakat bisa panik karena api malah semakin besar saat disiram dengan air,” tandasnya. (Tim/OLP)