Selain seminar, dalam kegiatan tersebut juga dilakukan deklarasi pernyataan sikap menolak komunisme, radikalisme dan terorisme di Indonesia.
Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Padangpariaman Fakhri Zaki didampingi Ketua Pemuda Muhammadiyah Padangpariaman Dasril mengatakan, kegiatan ini merupakan komitmen Muhammadiyah menerapkan Islam rahmatal lil Alamin dan meneguhkan posisi Muhammadiyah menolak paham radikalisme, komunisme dan terorisme.
Dikatakannya, paham yang menyimpang seperti komunisme, radikalisme dan terorisme masuk melalui celah permasalahan sosial yang terjadi di suatu daerah. Persoalan kesejahteraan yang rendah dan permasalahan ekonomi, menurutnya ikut menjadi faktor mudahnya masyarakat bergabung dalam organisasi radikal lainnya.
“Pegiat paham menyimpang tersebut mengimingi masyarakat dengan perbaikan ekonomi, padahal iming-iming. Muhammadiyah sadar akan hal itu, makanya untuk menangkal ini, organisasi Muhammadiyah juga memperhatikan perbaikan ekonomi dengan meningkatkan badan usaha yang dimiliki oleh Muhammadiyah,” sebut dia.
Kata dia, sebagai pencegahan dini paham terlarang itu, Muhammadiyah Padangpariaman dalam pengajian periodik yang melibatkan keluarga terus mengingatkan jemaah untuk tidak mengikuti paham menyimpang komunisme, radikalisme dan terorisme.
Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Sumatera Barat Medi Hendra menilai, komunisme, radikalisme dan terorisme bukan hanya menjadi isu nasional Indonesia saja, namun merupakan isu dunia, sehingga kegiatan seperti seminar ini sangat strategis menangkal komunisme, radikalisme dan terorisme di Padangpariaman.
Ketua MUI Padangpariaman Sofyan Tuanku Bandaro mengatakan bahwa kegiatan menangkal paham menyimpang komunisme, radikalisme dan terorisme seharusnya menjadi tanggung jawab dari MUI Padangpariaman. Pelaksaan kegiatan seminar oleh PD Pemuda Muhammadiyah Padangpariaman telah meringankan tugas pihaknya untuk menangkal komunisme, radikalisme dan terorisme di Padangpariaman.
Sementara itu Bupati Padangpariaman yang diwakili Kadis Kominfo Padangpariaman Zahirman, mengatakan Pemkab Padangpariaman ke depan akan mendukung program serupa dan merangsang ormas lain untuk terlibat melakukan sosialisasi menangkal isu tersebut.
Terkait isu komunisme, radikalisme dan terorisme bagi dia, bukan hanya ada saat ini namun sudah mengakar semenjak dahulu, sehingga sangat dibutuhkan langkah penangkalan semenjak dini dan harus melibatkan seluruh pihak.
“Pertahanan negara dan mempertahankan stabilitas negara bukan hanya menjadi tanggungjawab pemerintah, TNI dan kepolisian. Namun harus terlibat masyarakatnya, salah satunya melalu kegiatan sosialisasi bahaya paham komunisme seperti ini,” katanya.
Ia juga menegaskan, aksi terorisme tidak berasal dari Islam, namun murni kriminal yang menggunakan topeng agama sebagai pembenaran. Jika umat Islam di Indoenesia ingin mendirikan negara Islam, semestinya sudah terwujud pada awal kemerdekaan. Namun karena menghormati adanya keberagamaan etnis dan agama, sehingga piagam Jakarta disetujui sebagai konsensus bersama.
Ia juga mengimbau masyarakat untuk selektif dan tidak asal terima informasi yang didapat dari media sosial. Pesatnya kemajuan dan tingginya penggunaan media sosial di Indonesia menjadi kerawanan konflik yang ditimbulkan oleh isu yang menghasut dan berita hoax.
Di saat yang sama, Dandim 0308/Pariaman Letkol ARH Hermawansyah, menegaskan bahwa komunisme gaya baru pada adat 21 mengalami perubahan dalam melakukan gerakan.
Menurut dia, banyak pihak yang mengatakan bahwa PKI tidak akan bangkit, mungkin anggapan tersebut ada benarnya, namun pahamnya tidak akan pernah mati. Terkait organisasi mungkin saja bermetamerfosis menggunakan nama organisisi lain. Pada Oktober 2015 di Jawa aktivis komunis melakukan pertemuan secara nasional dengan pembentukan program kerja organisasi komunis di Indonesia.
Hasil penelitian internal TNI diketahui sebesar 16,55 ancaman yang tinggi sehingga diperlukan langkah analisa dan pemetaan ancaman komunisme. Angka 16.55 persen merupakan titik awas terhadap ancaman bahaya komunis.
Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sumatera Baratm Syaifullah, mengatakan bahwa radikalisme memiliki ciri khas baru penerimaan pembolehan menggunakan cara-cara kekerasan sebagai sarana untuk mencapai tujuan.
Dalam konsep ilmiah, aktivitas radikalisme terbagi ke dalam radikalisme terbuka yang dapat dipantau orginisasi dan aktivitasnya. Sedangkan radikalisme tertutup tidak diketahui stuktur organisasi, diam-diam.
Ia mengatakan, penyebaran paham radikalisme kerap memanfaatkan perkumpulan dakwah di rohis, OSIS, Forum Dakwah Kampus. Meskipun tidak semua lembaga dakwah menjadi sasaran penyebaran terorisme, namun aparat mendeteksi penyebaran terorisme melalui lembaga dakwah.
“Pelaku terorisme berlatar agama disebabkan karena pelaku memiliki pemahaman agama yang dangkal, namun semangat agama yang tinggi dan ekonomi yang tidak baik. Pelaku teror itu malah tidak mengerti agama yang sebenarnya,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan, bahwa aksi terorisme di Indonesia mengalami perubahan dibandingkan aksi terorisme di Indonesia pada tahun awal-awal. Adapun perubahannya meliputi sasaran berupa masyarakat barat, namun sekarang menyasar kewibawaan negara dengan target kepolisian, skala dampak kerusakan yang menurun, dari kelompok besar ke kelompok kecil.
“Berubah bentuknya serangan terornya. Dulu yang diserang adalah yang bebau barat. Namun untuk eksistensi mereka saat ini (kelompok teror) dengan menyerang wibawa pemerintah dengan menjadikan aparat sebagai sasaran teror,” ulasnya.
Sementara itu, doktor muda Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat Riki Saputra, mengatakan kemunculan radikalisme dan komunisme disebabkan oleh faktor pemicu dikarenakan kesenjangan atau ketidak adilan masih berlangsung. Kemunculan radikalisme dan komunisme juga disebabkan oleh kesenjangan sosial yang hingga kini masih terus terjadi.
“Selama masih ada kesenjangan yang terjadi aksi ektrimis ini akan terus terjadi, hingga kapan pun,” katanya.
Sebagai penangkalan, komunisme, radikalisme dan terorisme dapat dilakukan dengan doktrinasi masyarakat bahwa komunisme terlarang melalui dunia pendidikan sejak dini hingga sekolah lanjutan.
“Dimulai dari dunia pendidikan. Kita juga perlu hati-hati memilih guru dan dosen anak kita tidak mendapat ilmu dari orang-orang yang memiliki pemahaman ekstrimis,” pungkasnya. (Nanda)