H. Syahrul, SKM, M.Kes |
Lulusan Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan Paska Sarjana Manejemen Kesehatan Universitas Indonesia itu, memilih mendaftar pada dua jabatan dari 11 posisi jabatan eselon II yang dilelang. Dua posisi yang dia daftar yaitu Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Dinas Pemberdayaan Perempuan/Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3APPKB). Dua posisi yang dia daftar tersebut dianggap linear dengan latar belakang pendidikan bidang kesehatan dan pengalamannya di bidang penaggunalangan bencana.
Pria kelahiran Pariaman 3 Oktober 54 tahun silam itu juga aktif di bidang organisasi kemanusian dan pembinaan masyarakat. Ia tercatat sebagai Wakil Ketua Kwarcab 16 Pramuka Kota Pariaman dan Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Pariaman. Sepak terjangnya di bidang kebencanaan terlihat cakap saat penangulangan gempa 2009 Kota Pariaman di mana saat itu ia menjabat sekretaris di PMI. Reputasi dalam penanggulangan bencana telah terbentuk dalam karakter kepemimpinannya hingga kini.
Latar belakang pendidikan bidang kesehatan dan pengalaman pada organisasi yang bergerak di bidang pendidikan, kemanusian dan penanganan bencana, merupakan modal mengelola salah satu dari dua dinas yang jabatan pimpinannya ia daftar.
Sebagai peserta lelang jabatan di dua posisi tersebut, ia pun telah menyiapkan program unggulan yang juga telah ia sampaikan dalam presentasinya dalam proses lelang jabatan waktu itu.
“Tenaga medis adalah komponen penting masa krisis paska bencana. Karena bantuan kesehatan bagian dari recovery paska bencana terjadi,” sebut dia.
Menurutnya, Kota Pariaman yang terletak pada kawasan zona mitigasi tsunami dan rawan bencana gempa, mendesak untuk dibangun sejumlah shelter. Selain itu titik evakuasi masyarakat saat terjadinya musibah gempa dan jika disertai tsunami, dengan adanya shelter, secara psikologis akan memberikan rasa percaya diri bagi masyarakat yang tinggal pada zona merah tsunami, agar tidak terus was-was. Jika diamanahi sebagai Kepala BPBD, pembangunan shelter menjadi salah program utama dia kelak.
"Paling tidak dua per kecamatan. Kalau bisa lebih, khususnya bagi daerah zona merah, atau kawasan yang jaraknya kurang dari 500 meter dari bibir pantai," ungkap Syahrul.
Ia menilai, pembangunan shelter perlu kegigihan. Dana untuk pembangunan perlu digagai di pemerintah pusat. Hal itu perlu disegerakan sebagai bentuk perlindungan bagi masyarakat.
Pengetahuan masyarakat terhadap kebencanaan di Kota Pariaman ia nilai cukup baik. Hal itu ditandai dengan adanya desa siaga bencana hampir di setiap desa dan kelurahan. Dalam penangulangan kebencanaan, penguatan SDM harus sejalan dengan sarana dan prasarana penunjang. Di samping itu, BPBD juga memerlukan koordinasi erat dengan instansi dalam pemerintahan dengan instansi vertikal.
"Karena ini menyangkut keselamatan manusia, sedari itu sebanyak mungkin stakeholder mesti erat koordinasinya. Saya pikir kapan perlu diperkuat dengan peraturan daerah," sambung pria beristrikan dokter gigi itu.
Sebagai sebuah wilayah yang secara geografis berada di pertemuan dua lempeng penyebab gempa bumi yang berpotensi tsunami, Syahrul menilai jabatan Kepala BPBD merupakan ujung tombak bagi pemerintah daerah dan masyarakat. Jabatan tersebut mesti diisi oleh orang yang berpengalaman dalam penanggulangan kebencanaan.
"Saya berdomisili di Kota Pariaman dan kurang dari 500 meter dari bibir pantai sehingga saya memahami sikap kesiagaan. Apa yang saya sosialisasikan ke masyarakat saat pasca gempa 2009, saya aplikasikan di kehidupan sehari-hari. Lihat saja arah parkir kendaraan di rumah saya, semua hadap depan. Itu sikap kesiagaan," imbuhnya.
Perihal kenapa ia mendaftar sebagai kepala DP3APPKB, juga dilatar belakangi disiplin ilmu dan pengalaman. Ia tidak akan mendaftarkan diri di dinas yang bukan keahliannya.
Menurut Syahrul, persoalan perempuan dan anak, merupakan persoalan yang mesti ditangani dengan lebih serius. Angka perceraian yang tinggi dan keterlibatan anak dalam rantai hitam narkoba menjadi motivasi baginya untuk menduduki kursi satu DP3APPKB.
"Angka perceraian yang tinggi merugikan kaum perempuan dan anak. Kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual pada anak masih saja terjadi. Hal ini perlu sebuah sikap dan kebijakan untuk menekan terjadinya hal tersebut," sebutnya.
Dinas DP3APPKB, kata Syahrul tidak bisa hanya mengandalkan diri sendiri. Dinas perlu menjalin koordinasi dalam berbagai tindakan di lapangan dengan sejumlah pihak. Misalnya dengan tenaga relawan perlindungan perempuan dan anak, kelompok dasa wisma, dinas sosial dan tenaga kerja, serta dengan BNK dan pihak kepolisian terkait kasus anak tersandung narkoba.
Pemasaran narkoba saat ini, ungkap Syahrul tidak lagi menyasar konsumen berdasarkan status sosial saja, namun merambah kepada anak-anak. Anak-anak gampang diimingi dan cepat terpengaruh.
"Narkoba adalah musuh bersama yang mesti diberantas ke akar-akarnya. Agar anak-anak terselamatkan dari narkoba, anak harus banyak berkegiatan positif di luar sekolah," tuturnya.
Sanggar-sanggar tempat anak berhimpun dalam kegiatan positih, jelas Syahrul mesti diperbanyak. Untuk itu mesti ada kerjasama dengan pihak sekolah dan masyarakat desa. Jika anak disibukan dengan kegiatan bermanfaat, karakternya akan terbentuk dan terbentengi dari pengaruh negatif.
"DP3APPKB merupakan dinas penting dalam menjawab tantangan itu. Peran seluruh pihak mencegah agar tidak ada anak-anak yang terjerumus penyalahgunaan narkoba. Bukan hanya pemerintah saja. Koordinasi lintas instansi harus kokoh," ia menegaskan.
Peredaran narkoba di tingkat anak-anak ia identifikasi masuk melalui kelompok sosial anak-anak. Narkoba yang dikonsumsi oleh anak-anak, dipastikan juga dibawa oleh anak yang terlibat penyalahgunan narkoba ke dalam kelompok sosial bermainnya hingga meracuni anggota kelompok sosial bermain lainnya.
"Hal ini harus dilakukan pengawasan yang ketat terhadap kelompok bermain anak-anak sebagai protektif dari ancaman narkoba," cetusnya.
Selain pencegahan narkoba, perlindungan terhadap perempuan pun akan menjadi prioritasnya jika kelak mengisi jabatan itu.
Korban kekerasan dalam rumah tangga, tingginya angka perceraian, disebabkan banyak faktor --namun tidak terlepas dari faktor ekonomi. Kaum perempuan perlu bimbingan dan keterampilan di bidang ekonomi. Perempuan mesti bisa menjadi istri yang baik, berketerampilan dan tonggak kokoh bagi suami dan anak.
"Jika diberikan amanah oleh atasan memimpin instansi, salah satu di dua dinas itu, saya sudah punya program kerja yang terukur, rasional. Itulah modal yang saya miliki," pungkasnya.
Nanda/OLP