Artikel oleh Nanda Eko Putra |
Tidak hanya potensi alam lautnya saja, keragaman kuliner yang khas, budaya lokal dan hasil kerajinan, menjadi alasan mengapa wisatawan betah untuk berlama-lama di Pariaman. Kota Pariaman sendiri berjarak sekitar 25 kilometer dari Bandara Internasional Minangkabau --sekitar 20 menit perjalanan menggunakan kendaraan bermotor-- saat ini merupakan salah satu destinasi wisata yang wajib dikunjungi jika tiba di Sumatera Barat. Akses penunjang seperti jalan utama menuju lokasi objek wisata pariwisata di Kota Pariaman juga sangat baik, hal itu akan menyenangkan apabila wisatawan ingin mengelilingi kota yang luasnya hanya 73,36 kilometer persegi itu.
Kota yang akan genap berumur 14 tahun pada tanggal 2 Juli 2017 mendatang, selalu terus berbenah. Tidak sebatas pembenahan pada pembangunan fisik saja yang dilakukan, namun juga pembenahan sumber daya manusia agar tercipta masyarakat yang sadar wisata secara penuh. Jika masyarakat sudah sadar wisata, bukan tidak mungkin kelak Pariaman akan menjadi pusatnya wisata bahari di wilayah pantai barat pulau Sumatera.
Sektor pariwisata telah menjadi salah satu titik fokus pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Pariaman saat ini. Keseriusan pembangunan pada bidang pariwisata jelas tergambar pada visi duet kepemimpinan walikota dan wakil walikota Mukhlis Rahman dan Genius Umar. Duet pemimpin yang selalu kompak itu sadar betul bahwa sektor pariwisatalah yang menjadi satu-satunya potensi terbesar yang dimiliki Kota Pariaman. Sejak dilantik 10 Oktober 2013 silam, sudah banyak sarana dan prasarana pariwisata yang dibangun di sepanjang pantai hingga pulau.
Dalam mewujudkan visi-misi "Pariaman sebagai kota tujuan wisata dan ekonomi kreatif berbasis lingkungan, budaya dan agama” yang ditetapkan oleh kedua pemimpin itu sejak mencalonkan diri sebagai pasangan walikota dan wakil walikota pada tahun 2013 silam, mempertegas bahwa pemerintah menjadikan pariaman sebagai daerah tujuan wisata tanpa kehilangan identitas lokal. Prinsip Adaik Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah tetap dipegang teguh, sehingga pengelolaan pariwisata terlihat sesuai dengan norma adat dan agama.
Seperti diketahui, keindahan potensi alam saja tidak cukup untuk menjadikan sebuah daerah menjadi pusat kunjungan wisatawan. Hal tersebut harus didukung oleh campur tangan pemerintah melalui regulasi kepariwisataan, investasi pihak swasta, pembangunan fisik pendukung objek wisata berkelanjutan, hingga pemberdayaan masyarakat dan promosi yang berkesinambungan.
Pembangunan infrastruktur yang dibarengi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku wisata, diharapkan terus berlanjut dan terus berjalan seiring. Dua pilar itu saling sangga menyangga dalam dunia kepariwisataan. Tidak boleh timpang sebelah karena wisata erat kaitannya dengan penciptaan nuansa. Alam yang indah didukung keramahan warga akan membuat wisatawan merasa betah. Jika itu sudah terbangun dengan baik, wisata Pariaman akan dikunjungi berulang-ulang oleh wisatawan.
Objek pariwisata di Kota Pariaman tiap waktu terus bermunculan. Pada awalnya, Pariaman hanya terkenal dengan beberapa objek wisata saja, yaitu Pantai Gondariah, Pulau Angso Duo dan Pesta Budaya Tabuik. Namun berkat keseriusan Mukhlis-Genius memajukan pariwisata, potensi lainnya pun digali.
Wisata Pariaman potensial untuk terus tumbuh dan berkembang. Banyak pilihan dan ragam tema yang ditawarkan. Jika ingin wisata pantai dapat mengunjungi Pantai Gandoriah, Pantai Kata dan Pantai Cermin. Jika ingin bertualang seru, kunjungi Pulau Angso Duo dan Pulau Kasiak. Jika ingin edukasi, datanglah ke penangkaran penyu.
Kini yang teranyar, wisata edukasi/sejarah Monument Perjuangan Angkatan Laut yang berdiri megah di Muaro Pantai Gondariah, semakin menambah maraknya Pariaman. Area berswafoto pun sangat banyak, sebut saja yang sekarang lagi tren di kawasan hutan bakau di Desa Ampalu.
Kembali beroperasinya kereta api Padang-Pariaman turut meningkatkan kunjungan. Menempuh perjalanan menggunakan kereta api yang nyaman dan murah dalam waktu yang singkat, kenikmatan tersendiri bagi wisatawan menjelang menginjakkan kakinya di Pariaman.
Berkunjungnya banyak orang ke Pariaman tentu bukan datang dengan sendirinya, namun melalui sejumlah terobosan besar dan lewat ragam promosi yang dikemas menarik. Melalui berbagai iven pariwisata tahunan yang dilaksanakan oleh Pemko Pariaman seperti Festival Budaya Tabuik, Pariaman Triathloan, Festival Gondariah, Pariaman Batagak gala, Pemko Pariaman sukses mengundang minat wisatawan dari berbagai daerah dan luar negeri berkunjung ke Kota Pariaman.
Aspek keselamatan dan keamanan wisatawan
Pulau-pulau kecil yang bergugusan di sebelah barat pantai Pariaman, menjadi ikon dan daya tarik tersendiri bagi wisatawan berkunjung ke Kota Pariaman. Gugusan pulau yang terdiri dari Pulau Kasiak, Pulau Angso Duo, Pulau Tangah, Pulau Ujuang dan Pulau Bando kian hari ramai dikunjungi.
Pulau Angso Duo yang dikembangkan sejak tahun 2013 silam itu sudah menjadi ikonik Pariaman. Pulau Angso Duo menjadi magnet tersendiri bagi penikmat wisata bahari. Pulau seluas 1,6 hektar itu digemari oleh banyak kalangan. Hal itu dibuktikan dengan meningkatnya kunjungan wisatawan setiap tahunnya ke pulau itu. Dari data yang dirilis Dinas Pariwisata Kota Pariaman, awal tahun 2017 tidak kurang dari 60.000 orang wisatawan setiap bulan menyeberangi Muaro Pariaman menuju pulau yang memiliki sembilan makam bersejarah itu.
Pulau Angso Duo memiliki seluruh hal yang diinginkan oleh wisatawan ketika berkunjung ke sana. Pasir pantai nan putih, ombak yang tenang dan biota bawah laut yang unik hal yang tidak mungkin ditinggalkan wisatawan saat berada di Pariaman.
Tidak sekadar itu, di pulau tersebut sering pula wisatawan melakukan wisata ziarah dengan mengunjungi makam berusia ratusan tahun sepanjang empat meter tempat Syekh Katik Sangko, kerabat Syekh Burhanuddin dikebumikan.
Wilayah Pariaman di pesisir pantai membentuk budaya dan karakter. Tidak hanya budaya dan aspek sosial masyarakatnya saja, namun aspek ekonomi kota itu pun tidak terpisahkan dari kehidupan laut. Hal itu membuat mayoritas warga pesisir hidup bemata pencaharian nelayan. Kondisi geografis laut jelas mempengaruhi ekonomi masyarakat lokal Pariaman.
Dulu, masyarakat pesisir pantai Kota Pariaman bermata pencaharian sebagai nelayan penangkap ikan tradisional. Nelayan tradisional berangkat pagi dan kembali sore menyisiri puluhan kilometer laut untuk mencari ikan. Namun, seiring perkembangan pariwisata dan meningkatnya kunjungan ke Pulau Angso Duo, secara langsung berdampak pada pergeseran mata pencaharian masyarakat yang sebelumnya didominasi oleh nelayan.
Saat ini banyak nelayan bergeser profesinya menjadi nelayan wisata penyeberangan, mengantar-jemput wistawan ke Pulau Angso Duo dan pulau lainnya. Jika dilihat dari awal optimalisasi pulau Angso Duo oleh Pemko Pemko Pariaman, tentu secara kasat mata jumlah nelayan penyedia jasa penyeberangan kian bertambah seiring selaras dengan peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung ke pulau Angso Duo. Ini menjadi pertanda bahwa menjadi nelayan penyedia jasa penyeberangan cukup menjanjikan.
Di Kota Pariaman, setidaknya ada dua titik tempat yang melayani wisata untuk menyeberang ke Pulau Angso Duo atau pulau lainnya. Dua titik itu, Muaro Gondariah dan Pantai Gondariah. Muaro Gondariah merupakan titik penyedia jasa penyeberangan dibawah pembinaan Pemko Pariaman. Wisatawan yang menyeberang melalui titik ini dikenakan tarif sebesar Rp30.000/orang. Karena dibawah pembinaan dan pengawasan pemerintah, aspek terkait dengan penyeberangan seperti kelayakan, Standar Operasional Prosedur (SOP), keamanan, akan lebih terawasi dan dijamin standarnya.
Namun bagaimana dengan titik penyeberangan di luar Muaro Gondariah. Dengan tawaran tarif jauh lebih murah, wisatawan memiliki kecenderungan menyeberang menggunakan jasa di pantai yang notabene bukan resmi dan aspek keamanannyapun tidak terkontrol oleh pihak berwenang. Untung saja ke depan Pemko Pariaman berencana membangun darmaga di Pantai Gondariah. Muaro sebagai dermaga penyeberangan ke pulau yang saat ini mengalami pendangkalan, menjadi salah satu alasan bagi pelaku jasa penyeberangan menaikan penumpang di bibir Pantai Gandoriah.
Aspek keamanan dan kelayakan tentu menjadi perhatian dalam setiap transportasi laut dan penyeberangan. Pemenuhan SOP yang tidak cukup, seringkali memicu terjadinya kecelakaan. Kapal yang tidak layak dan tidak memenuhi standar, jika dibiarkan operasional, tentu ikut berpotensi memicu terjadinya kecelakaan yang dapat mengancam keselamatan wisatawan.
Potensi kecelakaan yang melibatkan kapal penyeberangan yang mengangkut wisatawan ke pulau disebabkan oleh banyak hal. Faktor cuaca ektrim, menaikan penumpang melebihi tonase, menaikan penumpang di bibir pantai yang mengindahkan SOP berpotensi menimbulkan kecelakaan serius. Oleh alam dan human eror. Hal ini harus menjadi perhatian serius oleh pemerintah meskipun langkah-langkah penertiban telah dilakukan. Hingga saat ini aktivitas kapal ilegal penyeberangan ke pulau tetap saja berjalan, apalagi pada saat musim liburan Idul Fitri nanti. Akan banyak kapal-kapal yang beroperasi tanpa SOP jika tidak diawasi dan ditindak dengan tegas.
Meskipun Pemko Pariaman berencana membangun dermaga baru di Pantai Gondariah untuk penyeberangan menuju Pulau Angso Duo dan pulau lainnya, namun praktik penyeberangan illegal tetap saja berpotensi terjadi. Objek wisata di sepanjang pantai bisa menjadi pelabuhan bagi penyedia jasa penyeberangan pulau.
Oleh sebab itu memang diperlukan aturan yang tegas. Sebuah aturan mengikat dan berkelanjutan. Peraturan matang yang lahir atas potensi ancaman yang ada. Aturan yang menjawab semua persoalan.
Sulitnya melakukan penertiban secara tegas saat ini memang sepantasnya terjadi karena belum matangnya berbagai regulasi. Peraturan yang dibuat pemerintah kadang dianggap penyedia jasa penyeberangan sebagai langkah penghambat. Misalnya jika terjadi pendangkalan di ujung Muora Pariaman, berimbas pada berhentinya aktivitas penyeberangan meski cuaca sangat mendukung. Hal itulah yang menimbulkan peluang bagi penyedia jasa penyeberangan. Mereka tidak memalamkan kapalnya di muara, namun melabuhkan kapalnya dekat bibir pantai. Sehingga saat muara esoknya dangkal, mereka menaikan penumpang di sana.
Ketegasan pemerintah dalam mengatur dan mengawasi penyeberangan pulau adalah hal terpenting. Butuh pemikiran yang matang dan banyak menimbang memang. Jangan lupa, menjamin keamanan pengunjung atau wisatawan, juga merupakan penerapan sapta pesona pariwisata.
Nanda Eko Putra