Pungutan liar atau acap disingkat pungli merupakan fenomena aneh di beberapa negara berkembang. Pungli merujuk pada kesepakatan kepada orang yang memungut dan orang yang dipungut oleh sebab kepentingan dalam bentuk pemberian uang dan materi lainnya. Kemudian pemungut yang tidak mendapat persetujuan dari yang dipungut, karena orang yang ingin dipungut merasa tidak perlu memberi kepada pemungut dalam bentuk materi apapun karena memang tidak ada aturan yang mengharuskannya memberi sesuatu.
Fenomena pungli di Indonesia aneh nya lagi oleh sebagian orang bahkan dianggap 'sebuah kelaziman'. Ada yang berdalih atas ungkapan terimakasih karena dipercepat dalam pengurusan, atau agar tidak dipersulit-- bagi pemberi. Dan si penerima menganggapnya uang rokok yang lazim-lazim saja-- contoh pungli dalam bentuk paling kecil.
Pungli sudah tidak aneh merupakan embrio dari korupsi. Pungli kata lain dari memberi sogok dan menerima sogok. Pungutan liar membudaya memang. Dari azas suka sama suka, terpaksa, dipaksa dibawah ancaman, dll.
Di sebuah kedai kopi terdengar obrolan tentang susahnya mengeluarkan kendaraan bermotor kena tilang di kepolisian saat ini, begitu jenuhnya antri di Samsat karena harus mengikuti prosedur administrasi pengurusan pajak. Orang kita sebagian cenderung menganut budaya instan, lekas, dan malas, bahkan anti dengan kata antri membuat ruang longgar masuknya budaya kompromi berujung pungli.
"Payah kini mauruih SIM harus tes lo dulu. Onda awak tatangkok haruih sidang lo dulu"
Kalimat keluhan seperti itu bisa Anda dengar sendiri atau bahkan Anda sendiri juga ikut mengeluhkannya (?).
Pemberantasan Pungli anehnya lagi ada juga yang 'menentang'. Karena sudah menjadi budaya tadi. Jika biasanya mendapat kemudahan dalam membayar tilang dengan cara 'maaf' 86 dan sedikit 'pelicin' dalam pengurusan di berbagai sektor pelayanan milik pemerintah/swasta, dengan dibentuknya Satgas Saber Pungli ditambah berita penangkapan oknum pelaku pungli-- zaman sulit bagi penentang tadi.
Penentang 'berdoa' agar Satgas Saber Pungli tidak seberingas dari berita yang mereka lihat dan dengar di media-media. Dan memang sejauh ini belum mereka dengar Satgas Saber Pungli di daerah mereka melakukan tangkap tangan.
Merubah 'budaya' atau hal yang telah membudaya semacam menyogok dan ingin disogok bagaikan mencairkan bongkahan es sebesar kepala di kutub utara dengan siraman air. Jika suhu dalam air tidak lebih hangat daripada bongkahan es, maka air tadi ikut membeku.
Artinya, jika bongkahan es di ibaratkan pelaku pungli, Unit Satgas Saber Pungli harus menjadi air yang hangat dulu sebelum menyiram es tersebut. Jika tidak, ia akan menjadi bagian dari bongkahan yang ingin dicairkan. Bongkahan es akan bertambah besar.
Satgas Saber Pungli sebelum bekerja haruslah menyoroti ke diri masing-masing. Layak kah aku? Karena mereka akan menjadi contoh sebagai pribadi penentang segala bentuk pungutan liar. Jangan ketika dimasukan menjadi anggota Satgas langsung meng iya kan saja. Mereka harus sadar akan didaulat sebagai orang baik lagi berakhlak yang diberdayakan demi kepentingan negara.
Banyak pertanyaan didengar apakah pengukuhan Satgas Saber Pungli di daerah cukup sekedar hanya mengikuti perintah pemerintah pusat saja. Apakah sudah meniupkan roh 'pandeka bagak dek bana' dalam setiap personil Satgas? Penempatan orang sudahkah berdasarkan integritas? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.
OLP