DPRD Kota Pariaman apresiasi rencana diresmikannya Monumen Perjuangan Angkatan Laut Pariaman oleh Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) TNI Laksamana Ade Supandi pada tanggal 8 Maret 2017 mendatang.
"Sejarah maritim Pariaman merupakan aset sejarah nasional di mana dahulunya merupakan pangkalan Angkatan Laut terbesar di Sumatera Barat di masa agresi Belanda," kata Wakil Ketua DPRD Kota Pariaman Syafinal Akbar, Senin (30/1/2017), di Pariaman.
Pada masa itu, tutur Syafinal, pangkalan ALRI di Pariaman sangat lengkap, mulai dari personil hingga persenjataan. Ia menceritakan, berkat ALRI, Pariaman berhasil dipertahankan selama tiga kali upaya perebutan oleh Belanda dan sekutunya.
Untuk diketahui, serangan pertama Belanda ke Pariaman dalam agresi dilakukan pada tanggal 19 Desember 1948 dengan menggunakan kapal perang JT 1. Saat itu tentara Belanda melakukan tembakan meriam kaliber 130mm dari depan Pulau Angsoduo.
Akibat serangan yang bertubi-tubi tersebut beberapa bangunan seperti stasiun kereta api, Markas Tentara Laut, Asrama Gadjah Mada dan rumah penduduk mengalami kerusakan.
Pasukan Tanah Air tidak tinggal diam. Semboyan Merdeka atau Mati mengumandang. ALRI dibawah komando komandan perang Letnan I Wagimin menjawab serangan itu dengan mengerahkan satu regu Corps Marinir (CM) bagian penyelam untuk menumbukkan torpedo ke kapal musuh. Usaha ini gagal karena torpedo yang digunakan gagal meledak.
Tak sampai di situ, ALRI yang bertekad mengusir Belanda menyentuh daratan Minang yang dimulai dari Pariaman, kembali kerahkan pasukan bersenjatakan meriam tomang buatan Sawahlunto.
Meski gagal karena jarak tembak meriam tomang tak mencapai sasaran, usaha itu menggagalkan niat Belanda pada serangan pertamanya itu. Tak berselang lama, beberapa hari kemudian Belanda kembali menyerang untuk merebut Pariaman. Kali ini lewat udara dengan mengerahkan pesawat tempur jenis Mustang.
Bangunan-bangunan strategis menjadi target serangan meraka. Beberapa koraban jiwa berjatuhan pada serangan tersebut, termasuk sopir bupati.
Serangan terakhir Belanda dalam upaya merebut Pariaman dilakukan pada tanggal 6 Januari 1949. Serangan kali ini dengan kekuatan lebih besar. Mereka menurunkan pasukan infanteri disamping gempuran dari atas pesawat tempur.
Serangan dimulai sejak pukul 05.00 WIB mengitari Pariaman dengan moncong senapan mesin pesawat menghadap ke bawah. Tiga jam berselang dijatuhkan bom disertai tembakan senjata mitlayur di daerah Alai Galombang (saat ini).
Untuk merebut Kota Pariaman, Belanda mengepung dari tiga penjuru dari arah Jawi-Jawi, Kampuang Jawo dan arah Kampuang Nias (sekarang Kampung Baru).
Saat Belanda menyerang, pasukan pribumi siap siaga di benteng nya masing-masing. Ada puluhan benteng di Pariaman saat itu. Mereka tidak menyerang sebelum sasaran berada di jarak tembak. Strategi tentara pribumi itu berujung pada pertempuran hebat pada pukul 11.00 WIB. Pasukan CM yang menduduki benteng barat (dekat kantor pos sekarang) memberikan perlawan terhebat.
Benteng tersebut dipertahankan oleh 36 pasukan CM. Kontak senjata terjadi ketika tentara Belanda mendekati benteng. Kontak senjata dan pertempuran fisik terjadi berjam-jam hingga pasukan CM kehabisan peluru. Saat kehabisan peluru itulah pasukan CM mendapat tembakan beruntun dari pasukan Belanda. Dari 36 pasukan CM hanya dua orang yang berhasil menyelamatkan diri.
Selain di benteng, perlawan sengit lainnya terjadi di markas utama CM, yang dalam pertempuran itu menewaskan seorang perwira ALRI Letnan Pandapotan akibat tusukan bayonet pasukan Belanda.
Menyadari tak bisa memukul mundur pasukan Belanda, pasukan CM mundur ke benteng Pasir Pauh (sekarang sudah dibenamkan untuk pengaspalan jalan). Pasukan Belanda sore harinya berhasil menguasai sebagian Kota Pariaman.
Paukan CM tak tinggal diam. Malam harinya Sersan Mayor Sutan Syarif melakukan taktik bumi hangus dengan meledakan gedung-gedung ALRI dan jembatan yang dianggap menguntungkan bagi pasukan Belanda.
Perlawan terus berlanjut hingga pasukan Belanda benar-benar hengkang dari bumi Pariaman.
OLP/sumber