Santri yang tengah belajar ilmu agama di pondok pesantren diharapkan mampu menjadi penyejuk dalam penyampaian dakwah, ajaran agama, maupun ceramah agama Islam melalui media sosial yang saat ini sudah banyak disalahgunakan pihak tertentu. Santri yang belajar di pondok pesantren dengan belajar kitab-kitab ulama klasik, tentu berbeda pemahaman keagamaannya dengan orang kebanyakan yang hanya belajar agama sambilan.
Demikian diungkapkan Sekretaris Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda (PW GP) Ansor Sumatera Barat Arianto, pada Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar dalam rangka Penguatan
Nilai-Nilai Aswaja, Senin (12/12/2016) malam di Pondok Pesantren Nurul Yaqin
Ringan-Ringan Pakandangan, Padangpariaman, Sumatera Barat.
Pelatihan dengan
tema, pencegahan radikalisme melalui jurnalistik santri yang santun, ramah dan rahmatan lil’alamin, dibuka
oleh Kepala Aliyah Pondok Pesantren Nurul Yaqin Ringan-Ringan Pakandangan,
Padangpariaman, Syekh Muda Muhammad Rais Tuanku Labai Nan Basa.
Menurut Arianto, makin massif beredar berita hoax di media social saat ini dapat merusak tatanan
kehidupan. Istilah berita hoax, yang digunakan dalam teknologi informasi sebagai berita atau
informasi yang tidak benar, tidak ada dasarnya, dan berisi kebohongan. Berita
hoax, bukan hanya tulisan, tapi termasuk
foto, video, jika kontennya tidak mengandung kebenaran.
“Berita hoax tersebut juga terkait dengan nilai-nilai agama. Mengutip sebuah
survey yang yang menyebutkan 59 persen media sosial efektif sebagai media
dakwah di kalangan generasi muda. Artinya, media social menjadi acuan bagi
generasi muda sebagai rujukan beragama,” kata Arianto.
Dengan data itu, kata Arianto, dapat dibayangkan kalau banyak informasi
hoax yang diperoleh generasi muda sebagai sumber dakwahnya yang akan
menyesatkan. Disinilah pentingnya para santri di pondok pesantren yang tidak
hanya berdakwah melalui mimbar, tapi juga menggunakan media sosial sebagai
media berdakwah.
“Ilmu yang diperoleh santri jangan disimpan sendiri, tapi harus
disebarkan kepada publik agar bisa menjadi pembanding dari paham-paham
keagamaan yang tidak benar. Ada portal-portal pembanding dalam pemahaman
keagamaan. Saatnya santri menjadikan
media sosial dan portal sebagai sarana media dakwah. Sehingga santri Pesantren Nurul
Yaqin juga turut meredam paham
radikalisme yang membanjiri situs-situs di dunia internet,” tambah Arianto,
dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di Padang.
“Nanti kita sediakan portalnya.
Santri tinggal masukkan berita, laporan dan tulisan yang bernuansa dakwah Islam
yang menyejukkan. Santri bisa menguploud sendiri tulisannya,” kata
Arianto.
AT