Pemilihan langsung di alam demokrasi untuk memilih baik itu kepala daerah hingga presiden maupun anggota legislatif, hemat saya sudah memasuki multi aspek disamping zona politik itu sendiri.
Berpolitik untuk mencapai kedudukan tak terbantah wajib menggunakan strategi marketing standar ilmu perdagangan global dengan modal berlapis. Biaya promosi yang dilakukan dengan sosialisasi baik langsung maupun melalui media punya porsi besar dalam menjual suatu produk. Untuk produk baru biaya promosi kadang mencapai 70 persen dari belanja modal.
Pentingnya promosi sebagai kebutuhan dasar dalam menjual produk bisa kita lihat dari produk yang sudah pasti diminati pasar seperti coca-cola, djarum super, marlboro, apple, samsung, dll. Produk yang sudah branding dan mendapat tempat dihati pasar selalu siapkan angpao untuk pertahankan posisinya sebagai top branding di mata publik.
Bagaimana dengan produk baru yang juga baru diproduksi untuk melawan top branding tersebut sebagai pemimpin pasar? Apakah mungkin setara atau mengunggulinya? Jawabannya bisa seiring waktu dan dana besar yang sudah dikeluarkan. Orang hanya tahu indomie sebagai mie instan kemasan meski banyak merk lain. Pernah saya dengar seorang Ayah perintah anaknya beli mie instan ke warung.
"Beli indomie merk mie sedap," kata si ayah pada si anak. Dia mengatakan mie instan itu dengan indomie, padahal indomie salah satu produk mie instan. Begitulah kekuatan branding.
Begitu juga acap kita dengar kata-kata seperti "Honda ambo merk Yamaha" atau "Bali Baygon merk Hits"
Branding itu mahal. Untuk mendapakan branding pada suatu produk dibutuhkan strategi, kualitas dagangan, integrity, indentity, dan promosi terus menerus secara kreatif dan masif.
Pernah saya baca di suatu artikel, Jokowi saat menjabat walikota jelang gubernur hingga jadi presiden, rata-rata diberitakan seluruh media sebanyak 37 berita sehari. Coba kalikan berapa jumlahnya selama empat tahun. Jokowi saat itu dapat branding (citra) positif di mata publik dan menjadi media darling di Indonesia mengalahkan popularitas Obama saat baru pertama calonkan diri sebagai presiden di Amerika kategori berita dalam negeri Indonesia.
Seorang pilsuf berkata, sesuatu yang dilakukan berulang-ulang dan sistematis akan menciptakan daya momentum besar daripada melakukannya beberapa kali saja dengan energi besar. Goebells si tangan kanan Hitler juga pernah menyebut sesuatu yang berulang-ulang dikatakan meski itu kebohongan akan menjadi sebuah kebenaran pada akhirnya.
Saya pernah menulis berpolitik dengan rumus fisika, momentum+daya=energi akan saya coba kupas lebih detil pada tulisan selanjutnya.
Yang ingin saya tekankan di sini, karena melihat dinamika politik jelang Pilkada Pariaman 2018, bagi seluruh kandidat luruskan niat dulu sebelum maju. Jika sudah lurus niatnya berupayalah sekuat apa yang Anda bisa lakukan untuk menang. Berkompetisilah dengan cerdas.
Catatan Oyong Liza Piliang