Image by Genius Umar
Hari raya Idul Fitri 1437 Hijriyah/2016 hampir dipastikan di sejumlah objek wisata Pariaman dan Padangpariaman mengalami peningkatan pengunjung dari tahun sebelumnya, khususnya kawasan wisata bahari. Sebut saja pantai Pariaman yang membentang dari Desa Taluak hingga ujung muara Gandoriah. Puluhan ribu pengunjung silang siur terhitung sejak hari raya kedua saat Pesta Pantai digelar hingga hari ini.
Belum lagi pengunjung ke pulau. Tidak hanya Pulau Angsoduo saja jadi tujuan wisatawan tapi terlihat pula di Pulau Ujuang dan Pulau Kasiak menghiasi laman media sosial oleh capture wisatawan. Kodak-kodak itu akan diindeks google sepanjang masa. Sebuah kabar baik yang memiliki progress.
Di Padangpariaman seperti Pantai Arta Sungai Limau dan Pantai Tiram yang didaulat sebagai destinasi kuliner juga sangat ramai dikunjungi. Keramaian masif sekali setahun (insidentil) tersebut menimbulkan kemacetan di sepanjang pintu masuk zona wisata tersebut. Nasi yang dihidangkan selalu panas di Pantai Tiram. Ikannya baru-baru, bahkan ada yang dapat dan dimasak saat itu juga.
Keramain di Piaman saat lebaran disebabkan oleh dua faktor. Pertama, keramaian yang sudah menjadi tradisi oleh mereka sendiri (masyarakat Piaman). Orang Piaman di perantauan seakan mewajibkan diri pulang kampung sekali setahun. Jika tidak pulang, ada pula pameo di masyarakat seperti kenapa si anu tidak pulang dikaitkan dengan kemerosotan ekonomi dan berbagai argumen yang tidak sahih.
Kedua, karena Piaman memang sudah menjadi daerah destinasi wisata bahari paling potensial di Sumatera Barat akhir-akhir ini. Kemajuan pariwisata khususnya di Kota Pariaman sudah begitu viral hingga mulai dikenal dan menjadi tersohor. Sambutan pasar lumayan bagus akan citra Pariaman sebagai kota layak kunjung. Kecintaan masyarakat setempat dengan menjadi marketer pariwisata menandakan warganya memiliki semangat cinta daerah. Semangat cinta daerah juga menjadi nilai plus bagi calon pengunjung.
Kelebihan berwisata ke Pariaman di saat lebaran juga ditunjang oleh akses. Dari bandara (BIM) hanya 30 menit, dengan jarak tempuh sekitar 30 kilometer dan 1,2 jam dari Kota Padang dengan jarak tempuh 56 kilometer. Ada pula transportasi masal kereta api empat kali bolak balik dalam sehari. Akses internet yang cepat bahkan hingga di pulau juga menjadi nilai plus bagi wisatawan yang tidak bisa terpisah dari gadget yang terhubung ke internet saat berkunjung ke Pariaman.
Faktor perut (selera) juga penentu bagi wisatawan untuk menetapkan pilihannya berlibur ke Pariaman saat lebaran. Sebagai daerah dengan usia 450 tahun yang dulunya multi etnis, telah meninggalkan ragam jenis resep masakan dari bangsa India, Arab dan China disamping kebudayaan (Suma Oriental by Tome Pieres).
Apakah dengan demikian Pariaman sudah bisa dikatakan daerah destinasi wisata? Jika sepenuhnya tentu belum. Tepatnya daerah yang masih menuju ke arah itu. Tantangan-tantangan ke depan akan terus ada terutama di sektor sumber daya manusia (SDM).
Pariaman dengan 100 persen muslim ditambah adat istiadat bersendikan Islam tidak akan pernah menjadi kota wisata terbuka dan bebas sebagaimana Bali dan Lombok. Nafas Islam tidak akan pernah selaras dengan arus globalisasi pemuja kebebasan. Pariaman akan menjadi dirinya sendiri suatu kelak. Dia akan menjadi kawasan wisata yang memiliki jati diri sendiri. Kita hanya perlu menunggu waktu.
Secara tidak sengaja ada sekelompok wisatawan dari Kota Padang terdengar berbicara satu sama lain di Simpang Lapai Pariaman menjelang senja, Sabtu (9/7), menyatakan bahwa dia sengaja melewatkan keberangkatan kereta api dari Pariaman menuju Padang. Dia sepertinya dari Padang ke Pariaman naik kereta api.
"Baa lo ka pulang jam ampek (4), tantu ndak jadi ka pulau wak doh. Ka Pariaman ndak ka pulau ma lo sero (kenapa pula pulang jam empat sore tentu kita tidak jadi ke pulau. Ke Pariaman tidak ke pulau tidak asik)," kata mereka sambil tertawa-tawa. Dari gestur dan pakaiannya yang lembab ditambah tumit masih basah, dipastikan mereka sudah menginjakan kaki di pulau. Wajah mereka penuh kegembiraan.
Lima menit kemudian naiklah sekelompok orang tadi ke atas bis yang memang silih berganti mangkal di sana. Terlihat bis-bis tersebut berangkat dengan semua bangku terisi.
Pulau Angsoduo dan Pantai Gandoriah memang magnetnya Kota Pariaman saat ini. Perkembangannya jauh diluar perkiraan. Di sepanjang pantai tersebut ragam atraksi dan cafe-cafe tersedia. Infrastruktur seperti taman dikemas apik memiliki ciri khas tersendiri yang nantinya akan membranding kota ini dengan sendirinya.
Bicara pariwisata, tentu tidak bicara saat ini saja melainkan bicara masa depan (future). Juga bicara pemimpin yang konsen penuh akan hal itu. Mempertahankan/merawat jauh lebih sulit dari pada membangun apalagi meningkatkannya. Masa depan itu akan terjawab jika SDM sudah terbangun dan pemerintah selalu memprioritaskannya.
Oyong Liza Piliang