Undang-Undang (UU) nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah mengamanatkan pengelolaan pendidikan tingkat SLTA menjadi kewenangan provinsi. Berarti kewenangan kabupaten/kota di bidang pendidikan tingkat SLTA ditarik menjadi menjadi kewenangan pemerintah provinsi.
Sampai sekarang usaha untuk proses pengalihan kewenangan pendidikan tingkat SLTA masih berlangsung terutama tahap awal personil, peralatan, pendanaan dan dokumen (P3D).
Pemindahan kewenangan pelayanan pendidikan tingkat SLTA dari kabupaten/kota akan memberikan dampak terhadap kualitas pelayanan pendidikan tingkat SLTA di daerah. Banyak pertanyaan mengenai dampak implementasi UU tersebut di daerah kabupaten/kota. Kondisi yang ditanyakan adalah bagaimana kualitas pelayanan pendidikan tingkat SLTA di Pariaman, kebijakan unggulan Pariaman di bidang pendidikan, kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pemerintah di bidang pendidikan, berapa subsidi pemerintah kota terhadap pelayanan pendidikan tingkat SLTA.
Pertanyaan berikutnya adalah kalau kewenangan pendidikan tingkat SLTA itu menjadi kewenangan provinsi apa dampak/masalah yang akan timbul nantinya?
Konsistensi kebijakan pendidikan di daerah
Ada beberapa kebijakan pro pendidikan di Kota Pariaman yang telah dijalankan beberapa tahun belakangan ini, yakni pertama, kebijakan wajib belajar (wajar) 12 tahun. Kota Pariaman sejak tahun 2009 atau 7 tahun yang lalu telah menjalankan kebijakan wajib belajar 12 tahun.
Semua anak anak warga Kota Pariaman yang berusia SD, SLTP dan SLTA wajib memperoleh pelayanan pendidikan mulai tingkatan SD sampai SLTA secara gratis. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan rata-rata sekolah warga Kota Pariaman. Sebelum program wajib belajar 12 tahun rata-rata lama belajar masyarakat adalah 8,5 tahun, namun setelah penerapan wajib belajar 12 tahun menjadi 10,38 tahun.
Implementasi kebijakan ini dinilai cukup baik dalam rangka membantu kepala keluarga dalam menyekolahkan anaknya. Telah timbul komitmen bersama dari semua sekolah bahwa sekolah tidak diperkenankan untuk memungut biaya sekolah kepada murid. Pemerintah kota Pariaman sudah menghitung seluruh biasa (SPP) yang sebelumnya dibebankan kepada murid. Besaran biaya per seorang anak adalah sama dengan jumlah bantuan operasional sekolah (BOS) yang berasal dari APBN sekitar 1 (satu) juta rupiah.
Kebijakan ini berdampak positif untuk meningkatkan rata-rata lama sekolah warga kota Pariaman dari 9 tahun menjadi 12 tahun (SLTA) dalam beberapa tahun mendatang.
Kedua, kebijakan bus sekolah. Sejak tahun 2014 pemerintah kota telah melaksanakan program bus sekolah gratis. Tahun 2014 tersedia 3 bus sekolah dan ditambah 6 bus sekolah di tahun 2015 sehingga sekarang berjumlah 9 bus sekolah yang melayani hampir semua rute anak anak untuk berangkat dan pulang sekolah secara gratis.
Kebijakan ini bertujuan untuk (1) mengurangi beban biaya orang tua dalam membayar ongkos transportasi anaknya untuk pergi/pulang sekolah; (2) Disamping itu juga bertujuan untuk mengurangi angka kecelakaan akibat anak-anak sekolah yang menggunakan sepeda motor.
Dalam implementasinya kebijakan ini dinilai efektif untuk mencapai tujuannya yakni mengurangi beban orang tua dalam hal ongkos transportasi dan pengurangan jumlah pelajar yang menggunakan sepeda motor.
Dengan perubahan kewenangan pendidikan SLTA ke tingkat provinsi, fakta adalah tidak semua kabupaten/kota di Sumatera Barat melaksanakan kebijakan wajib belajar 12 tahun (sampai SLTA) dan juga tidak semua kabupaten/kota di Sumatera Barat memfasilitasi anak anak sekolah dengan “Bus Sekolah”.
Pertanyaannya apakah dengan beralihnya kewenangan ini ke provinsi kebijakan sekolah sampai SLTA gratis dan bus sekolah gratis ini masih bisa dinikmati oleh masyarakat Kota Pariaman?
Penjelasan ini harus kami terima dan dijelaskan kepada masyarakat bahwa dengan perubahan pemegang kewenangan bidang pendidikan SLTA ini tidak akan merubah kualitas pelayanan pendidikan dan bahkan diharapkan dapat lebih ditingkatkan. Dalam artian bahwa kebijakan pemerintah Kota Pariaman tetap akan dilanjutkan oleh pemerintah provinsi.
Rentang kendali
Dalam ilmu menajemen, teori tentang “rentang kendali” menjadi sangat penting. Semakin dekat objek yang dikelola, maka pengelolaan tersebut akan semakin efektif. Namum semakin jauh objek yang dikelola oleh manajemen maka pengelolaan tersebut semakin tidak efektif.
Selama ini pemerintah kota dapat secara langsung mengawasi proses belajar mengajar di tingkat SLTA baik dalam hal pengawasan kualitas kepala sekolah, guru, maupun murid-murid.
Pemerintah kota dapat mengetahui proses belajar mengajar secara langsung dan “up to date”, kondisi lingkungan sekolah (baca taman sekolah), dukungan masyarakat terhadap sekolah dan lain-lainnya.
Kami sering secara mendadak datang ke sekolah dan melihat secara langsung bagaimana seorang guru memberikan pelajaran kepada murid-muridnya. Hasil kunjungan ini akan sangat berguna untuk evaluasi yang responsive tentang metoda mengajar, kualitas lingkungan sekolah (taman sekolah), dukungan masyarakat terhadap sekolah.
Metode awasi secara dini ini secara bertahap akan mampu meningkatkan kualitas sekolah tersebut. Semua bisa dilakukan karena rentang kendali (jarak sekolah) dengan kantor walikota sangat dekat.
Pertanyaannya adalah kalau sekolah tingkat SLTA diawasi oleh provinsi, apakah masalah rentang kendali ini bisa di atasi. Kita mempertimbangkan jarak antara kota Padang dengan kota/kabupaten lainnya di Sumatera Barat cukup jauh dan jumlah kabupaten kota berjumlah 19 buah.
Mungkin jarak Padang ke Pariaman cukup dekat tidak akan mendatang masalah, namun jarak antara Padang dengan Darmasraya dan Pasaman yang jauh akan menjadi masalah dalam pelaksanaan pengawasan. Disamping itu ada batasan dari sisi kuantitas personil yang melaksanakan tugas pembinaan sekolah tingkat SLTA.
Secara umum dengan pelaksanaan Undang-Undang No. 22 tahun 2004 tentang Pemda (UU lama) telah mampu menggairahkan daerah dalam rangka memberikan pelayanan terbaik di segala bidang termasuk bidang pendidikan.
Begitu banyaknya kreasi dan diskreasi daerah kabupaten/kota untuk meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan. Namun dengan perubahan UU ini, maka kreatifitas dan kreasi daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan kewenangan pendidikan SLTA sudah dibatasi. Harapan kami adalah semoga dengan pelimpahan kewenangan pendidikan SLTA ke pemerintah provinsi tidak mengurangi kualitas pelayanan pendidikan bagi anak anak Indonesia.
Apa yang akan dilakukan
Undang-undang sebegai produk hukum formal harus dilaksanakan oleh penyelengaraan negara termasuk pemerintah daerah. Karena itu dalam tulisan ini, kami menberikan masukan pemikiran untuk pelaksanaan kebijakan pendidikan di tingkat provinsi.
1. Membentuk UPTD pendidikan di kabupaten/kota. UPTD, bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap kualitas pendidikan SLTA yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh sekolah masing-masing. Pembiayaan membentuk UPTD tidak begitu mahal dibandingkan dengan membentuk cabang dinas seperti era orde baru dahulu.
2. Perlu penyiapan SDM yang memadai dalam rangka implementasi kebijakan. Kualiats SDM yang lebih akan mampu mengatasi gab wilayah Sumatera Barat yang cukup luas untuk melayani siswa yang memerlukan pelayanan pendidikan SLTA yang terbaik.
Demikian sekedar sumbang saran. Terima kasih.