Satu bulan belakangan begitu banyak peristiwa terjadi di Pariaman. Dalam pengamatan saya selama tahun 2015, bulan Oktober puncak semua peristiwa besar, semoga di November dan Desember yang akan kita lewati bersama terjadi hal-hal yang baik, baik itu ihwal bencana maupun getirnya peristiwa. Jika sepaham, mari sama-sama kita amin kan. Amiin.
Dari berbagai dimensi yang kita lihat, rasakan, ketahui, alami dan saksikan pula bersama-sama bisa diuraikan di bulan Oktober rangkaian peristiwa kriminal terjadi beruntun di Pariaman, boleh dikatakan semuanya level tinggi sebagaimana dua peristiwa pembunuhan, penangkapan bandar narkoba besar, kasus asusila, cabul, hingga kasus yang menyita perhatian publik, penahanan tiga orang tersangka kasus dugaan korupsi di Kejaksaan Negeri Pariaman.
Saya tidak akan mengurai apa yang saya tulis di atas karena seluruhnya telah terlampir dalam dokumen reportase di portal media ini. Saya sudah menulisnya, begitu juga dengan surat kabar harian terbesar di Sumatera Barat. Silahkan saja cigap-cigap halaman berita yang sebagian masih bertengger sebagai berita terpopuler rating pembaca. Dia masih menonggok di sampul muka pariamantoday.com.
Dimensi lainnya adalah puncak dampak bencana kabut asap kiriman yang berdampak pula pada kesehatan warga Pariaman, kota dan kabupaten. Kabut asap mirip kelambu putih tersebut membuat stress dua pemerintah daerah begitu juga warga masyarakatnya. Ratusan ribu masker dibagikan kepada warga. Posko tanggap darurat pun berdiri melayani masyarakat yang kena dampaknya. Sekolah-sekolah akhirnya diliburkan seiring keluarnya surat edaran darurat kabut asap oleh dua kepala pemerintah di daerah itu.
Dampak kabut asap sebagaimana kita ketahui selain menimbulkan penyakit terutama saluran pernapasan dan iritasi mata juga mengganggu sejumlah aktivitas. Tidak ada yang mendata kerugian selama kabut asap pekat melanda Pariaman. Namun saya asumsikan kerugian itu tetap ada dan nominalnya normatif. Di mana bencana di sana pasti ada kerugian, begitu rumusnya.
Puncak pekatnya kabut asap terjadi jelang pesta budaya tabuik, beberapa hari jelang tabuik tabuang dan beberapa hari sesudahnya. Saat itu partikel racun pencemaran udara di level tidak sehat alias berbahaya. Jarak pandang efektif tidak lebih dari 1 kilometer. ISPU di level 400psi ke atas. Orang tidak mau berlama-lama beraktifitas di luar ruangan. Agak lama sedikit dada pun terasa panas, kerongkongan kering dan mata pun memerah. Kepala Dinas Kesehatan kota dan kabupaten tidak merilis rinci jumlah penderita ISPA tapi mengakui terjadi peningkatan dan bekerja keras menanggulanganinya. Itu kata dia yang dilihat pula dari aksinya di lapangan.
Kabut asap bisa disebut bencana daerah bagi Kota Pariaman dan Kabupaten Padangpariaman yang saat itu menghelat event akbar skala internasional, yakni sebagai daerah finish etape I dan daerah start II Tour de Singkarak, ditambah berbagai event penyemaraknya.
Kabut asap pengaruhi rangkaian pesta budaya tabuik yang sejak dulu selalu paling ramai mendatangkan wisatawan ke Pariaman. Saat tabuik dibuang ke laut dua orang dilaporkan pingsan, satu akibat berdesakan karena kekurangan oksigen, satu lagi akibat terhimpit tabuik saat dibuang ke laut.
Beruntung memang, dua event akbar itu sukses terlaksana. Ekspektasi yang diharapkan terpenuhi pula.
Saya mencatat selama rangkaian pesta budaya tabuik selama 11 hari sejak 1 Muharam Kota Pariaman selalu ramai. Pada acara 1 Muharam tidak kurang 50 ribu orang yang datang dari seluruh penjuru Sumbar berlungguk di Pantai Gandoriah. Mereka menghelat tabliqh akbar dan dzikir bersama. Pantai Gandoriah berubah jadi lautan manusia. Berkabut-kabut mereka di sana menikmati indahnya pantai Gandoriah usai acara itu. Jajaran pepulauan di halaman Gandoriah disekat kelambu putih, bersusah payah mata melihatnya agar fokus melihat bayangan jajaran pepulauan nan elok itu.
Kemudian, dari catatan saya terjadi pula arus besar transportasi dari daerah lain menuju Pariaman. Untuk kereta api dari Padang ke Pariaman seluruh gerbongnya selalu penuh. Empat kali dia bolak-balik sehari. Di saat tabuik tabuang delapan kali 'sipasan gadang' itu silang siuh.
Ribuan manusia berkunjung ke Pariaman untuk menyaksikan prosesi dan ritus-ritus sakral pembuatan tabuik. Malam harinya juga ramai pengunjung yang terkonsentrasi di lapangan Merdeka Pariaman guna menyaksikan berbagai pagelaran seni budaya dan pameran. Bersemarak lah Pariaman di tengah kabut. Gulo-gulo hack saya lihat banyak dikulum orang guna melapangkan tenggorakan dia yang tiap sebentar kering oleh kabut asap. Air mineralpun tiap sebentar dia teguk, berujung membuat dia bolak balik toilet. Ada kala saya perhatikan antrian toilet macam konter ATM di malam takbiran.
Sejak 1 Muharam hingga tabuik dibuang ke laut saya mengestimasikan lebih 300ribu orang dari berbagai daerah berkunjung ke Pariaman. Logikanya capaian tertinggi dalam sejarah dihelatnya hoyak tabuik di Pariaman. Tabuik ternyata mengalahkan asap. Saat tabuik dibuang ke laut ada 100 ribu lebih pasang mata mencigap. Mata sipit, mata biru hingga orang berkacamata berkumpul di sana.
Alhamdulillah, tadi pagi saya dikabari oleh rekan-rekan jurnalis yang sudah memverifikasi bulan November musim kemarau berakhir. Elnino berkirap. Artinya ucapkan selamat tinggal kepada kabut asap. Semoga saja hal itu terbukti. Ramalan-ramalan cuaca akhir-akhir ini jarang melesetnya. Teknologi dia kian canggih.
Ada satu hal menarik untuk saya tulis. Gatal betul tangan hendak mengetiknya sejak beberapa hari lalu. Kedatangan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke ranah minang entah secara kebetulan atau tidak membawa berkah. SBY ikuti sholat istisqo berjamaah, sholat memohon hujan kepada Sang Maha Pencipta. Sholat Istisqo juga dilakukan di Kota Pariaman, sehari sesudah SBY melakukannya di Padang. Hujan pun turun setelah itu.
Saat saya mengetik sekarang ini air langit tidak henti-hentinya deras membasahi bumi. Sesekali dia berhenti dan saya pun mencigap ke langit, menatap jauh dan membandingkan dengan beberapa hari sebelumnya. Tadi sempat saya melihat cahaya bintang meski sangat samar. Saya hirup udara dalam-dalam dan merasakannya masuk paru-paru dengan khidmat. Benar-benar terasa segar dan dingin.
Semoga saja Pariaman tidak lagi diasapi oleh kabut akibat kebakaran lahan dan hutan ke depannya. Dan kepada SBY acap-acap saja kunjungi ranah minang.
Catatan Oyong Liza Piliang