Wibawa penegak hukum di suatu daerah bisa dilihat dari sejauh mana kasus besar yang mereka tuntaskan. Kasus ecek-ecek atau kriminal biasa yang tidak menjadi perhatian publik dianggap basi oleh masyarakat, seperti togel, judi koplo, kasus sengketa tanah hingga perkelahian. Dianggap besar apabila kasus tersebut mampu menyerat orang-orang besar yang selama ini dilabeli untouchcable atau "sang tidak terjamah" oleh publik. Orang besar juga punya pengaruh besar untuk menggoyahkan iman para penegak hukum. Dengan uang dan kuasanya dia bisa saja gunakan beragam cara. Cara-caranya bisa mengena bila bertemu pula para oknum penegak hukum nakal.
Syukurlah, Kejaksaan Negeri Pariaman sejak dipimpin Yulitaria telah lama menampakkan taringnya. Ibarat singa betina dia adalah peburu sejati. Taring tajamnya tak henti-henti terasah belulang mangsa. Kasus demi kasus dengan sabar dia dalami. Dia tidak mau gegabah menetapkan seseorang jadi tersangka. Target dia pembuktian sempurna agar prima pula hasilnya kala disidang di meja hijau. Saksi demi saksi dia panggil. Dia panggil yang kuduk-kuduknya.
Tidak seorangpun pejabat di negeri kita ini mau mencoba hidup dibalik dinginnya tembok jeruji besi.
Pemangku jabatan sudah dicukupkan kebutuhannya oleh negara dengan berbagai tunjangan ini dan itu agar mereka benar-benar bekerja sesuai tupoksi dalam melayani masyarakat. Agar mereka tidak lagi tergoda mengambil uang yang bukan hak mereka. Segala kemudahan yang diberikan negara itu kita lihat terkadang tidak mereka iringi dengan nikmat syukur sehingga para oknum-oknum pejabat silih berganti berurusan. Contohnya sudah banyak. Tak perlulah disebutkan satu-persatu.
Barusan terlontar di mulut Kajari Pariaman Yulitaria salah seorang pejabat penting dan kroninya sudah ditetapkan jadi tersangka. Kasus tersebut sudah lama jadi konsumsi publik. Sudah lama orang resah dibuatnya. Kemudian masih kata Kajari pada tanggal 22 Juli nanti juga akan diumumkan atau ekspos beberapa kasus yang selama ini ditunggu-tunggu publik. Para tersangka akan diumumkan pada hari itu. Kasus-kasus yang akan diekspos tersebut tentunya sudah diekspos pula ditingkat internal yakni Kejati Sumbar.
Kajari Pariaman memang dilabeli "singa betina". Dia bicara lugas. Dia sangat bernyali. Berkali-kali dilaporkan tetap saja dia pemegang komando Kejaksaan Negeri Pariaman. Jurus lapor-melapor tidak mempan pada dia. Kokohnya dia bak menara Pisa saja. Miringnya tak membawa rebah.
Siapakah dekingannya Kajari? Pertanyaan tersebut sering terlontar di mulut orang awam. Bagi saya yang pernah menanyakan pertanyaan serupa kepada beliau, jawabnya tidak ada. Analisa saya adalah dia bekerja sudah sesuai aturan sehingga tidak ada alasan bagi atasan memutasinya. Analisa kedua karena dia bersandar pada nilai-nilai luhur kebenaran. Dia dilindungi oleh Yang Maha Melindungi. Pernah pula saya dengar isu Kajari disantet bukannya sakit tapi malah makin bugar.
Masyarakat kita di Pariaman tidak berlebihan menaruh harapan besar kepada Yulitaria agar menyapu bersih Pariaman dari "sarok kwaci" bernama korupsi.
Menunggu tanggal 22 Juli bagi kami para wartawan memang terasa lama. Menghitung-hitung hari kami dibuatnya. Tak salah kadang kami nyinyir. Kami para wartawan juga jadi sasaran tekanan publik. Kami dicurigai pula menerima upeti untuk menutup-nutupi.
Sembari menunggu tanggal 22 Juli ada baiknya sebagai wartawan kita perbanyak bahan untuk materi pemberitaan. Setiap jurnalis punya sudut pandang tersendiri. Tulisan mereka tak ubahnya menu kuliner. Ada yang terlalu asin, hambar dan adapula berayun-ayun meguntai kata. Langgam torehan pena para jurnalis adalah sidik jarinya. Dari alinea pertama gampang saja kita menebak nama penulis yang biasanya menera di pojok kaki akhir sebuah tulisan.
Di bulan puasa ini emosi kita gampang tersulut. Bawaan perut kosong logikanya. Dalam kasus investigatif ada baiknya para wartawan bertanya malam hari usai berbuka. Kantongilah nomor ponsel pribadi narasumber. Telpon dia saat perutnya sedang kenyang, meski pada orang yang sudah berstatus tersangka. Setidaknya alam bawah sadarnya masih bisa transfer data ke otak korupnya Penjara Not Today!.
Catatan Oyong Liza Piliang