Padang,1/4-- Suhu politik di Sumatera Barat memanas menjelang
pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (Pilkada), terlebih untuk
pemilihan Gubernur ditambah lagi munculnya hasil survei.
"Hasil survei dari beberapa lembaga sudah bermunculan, pendapat dari
beberapa pengamat politik juga disampaikan. Namun disayangkan, sebagian
pendapat pengamat ada yang menakuti calon lain yang akan maju, seolah
yang punya peluang calon incumbent saja," kata pengamat politik Unand
Padang, Prof. Damsar, di Padang, Rabu.
Menurutnya, biarkan banyak calon yang maju. Dengan demikian akan
memberikan banyak pilihan bagi masyarakat yang sesuai dengan seleranya.
"Tapi kalau ada pengamat yang menyatakan untuk mengalahkan incumbent
harus head to head saja itu salah, berarti pengamat sudah meragukan
kemampuan calon lain yang sebenarnya mereka punya kekuatan untuk menang.
Jangan ditakut-takuti mereka yang ingin maju itu," katanya.
Ia menjelaskan, hasil survei cuma diambil dari data sampel yang
diacak di beberapa daerah dan beberapa calon pemilih saja, tapi untuk
menguji kekuatan yang sebenarnya adalah pada hari 'H' nanti.
"Saya memperhatikan calon-calon baru yang bermunculan sekarang adalah
orang-orang hebat. Kalau tidak, tidak mungkin mereka berani menyatakan
siap untuk maju. Baik itu Epyardi Asda, Shadiq, Fauzi Bahar, Hendra, mau
pun MK," ungkapnya.
Dia menghimbau kepada seluruh pihak agar memberi kesempatan kepada
calon baru yang ingin maju. Dengan demikian Sumbar tidak akan di cap
sebagai daerah yang kekeringan dengan figur pemimpin.
"Sumbar ini adalah pencetak para pemikir, jadi tidak mungkin lah kalau pada pikada yang akan maju cuma dua orang saja," ujarnya.
Pilkada sekarang peluang menang bagi setiap calon itu terbuka lebar,
tambah Damsar, karena berdasarkan aturan berapapun perolehan suaranya
asal tertinggi sudah menang, dan tidak ada putaran ke dua. Tidak seperti
dulu yang harus peroleh suara 30 persen lebih baru bisa menang.
"Selain itu, perlunya calon baru maju, adalah untuk mengukur kekuatan
mereka yang sebenarnya. Calon baru bisa mengetahui kekuatan sebenarnya
adalah calon yang ikut sebagai peserta, kalau tidak ikut, mereka tidak
akan pernah mengetahui kekuatan sebenarnya," jelasnya.
Seperti dilakukan Irwan Prayitno (IP) dan kalah oleh pasangan Gamawan
Fauzi-Marlis Rahman 2005-2010, pilkada sebelumnya, hal itu menjadi
pelajaran berharga sekali bagi IP.
Pada pilkada periode 2010-2015, pengalaman itu dijadikan pedoman, dia
menutupi kelemahan yang ada dan akhirnya dia berhasil. "Hal serupa bisa
jadi juga akan dialami sebagian calon-calon baru yang akan maju
sekarang. Kalau kalah sekarang, itu dijadikan pelajaran untuk maju
berikutnya," ujar Damsar.
Damsar sangat tidak sepakat dengan komentar yang menyatakan "calon
ini, calon itu, si ini dan si anu" berpeluang tinggi. Hasil survei cuma
diambil dari data sampel yang diacak di beberapa daerah dan beberapa
calon pemilih saja, tapi untuk menguji kekuatan yang sebenarnya adalah
pada hari 'H' nanti.
"Saya memperhatikan calon-calon baru yang bermunculan sekarang adalah
orang-orang hebat. Kalau tidak, tidak mungkin mereka berani menyatakan
siap untuk maju. Baik itu Epyardi Asda, Shadiq, Fauzi Bahar, Hendra, mau
pun MK," ujarnya.
DZ