Oleh:H. Leonardy Harmainy Dt.Bandaro Basa Mantan Ketua DPRD Sumbar.
Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo menyatakan Indonesia darurat bahaya Narkoba. Ia juga menyatakan, tidak memberi ampun terhadap 64 terpidana kasus Narkoba. Termasuk Warga Negara Asing (WNA) yang terjerat kasus tersebut. Ini patut diapresiasi, dalam konteks kedaulatan hukum NKRI. Penegakan hukum haruslah tegas.
Membaca kembali data tentang Narkoba yang dirilis Presiden RI dalam sebuah kuliah umum di UGM, beberapa waktu lalu, terasa amat mengerikan masa depan Indonesia. Jokowi menyampaikan, ada 4,5 juta orang yang terkena Narkoba. Dari jumlah itu, 1,2 juta tidak bisa direhabilitasi karena sudah sangat parah. Setiap hari 40-50 orang Indonesia terutama generasi muda penerus bangsa yang meninggal dunia karena mengonsumsi zat psikotropika pada Narkoba.
Sementara itu, data yang dilansir Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumatera Barat (Sumbar), Kombes Pol Arnowo, Sumbar berada di peringkat 21 dari 34 provinsi di Indonesia, dari segi jumlah pencandu Narkkoba. Paling tidak, ada sekitar 63 ribu pencandu.
Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno menyatakan siap mengalokasikan dana pendampingan pada APBD Perubahan 2015, untuk rehabilitasi para pecandu Narkoba di Ranahminang. Ia juga meminta pemerintah kota dan kabupaten di Sumbar untuk mengalokasikan dana pendampingan, karena ia yakin pencandu Narkoba tersebar di kota kabupaten.
Data-data kasus ini, tentu terus berkembang. Lazimnya dunia hitam, dunia Narkoba, yang tampak ke permukaan tentunya yang bisa dicatat setelah terbukti secara hukum. Karenanya, kuat dugaan, jauh di atas angka pada data yang dilansirkan tersebut. Seperti gunung es. Puncaknya saja yang kelihatan.
Mudharat Narkoba
Efek terhadap pecandu Narkoba ini merembes kemana-mana. Salah satunya kecelakaan lalu lintas. Bukan saja menelan korban jiwa bagi pecandu tetapi juga orang lain. Selain itu, kejahatan dan tindak kriminal, seperti Curanmor, Perampokan, Pemerkosaan, bahkan pembunuhan, memiliki titik temu secara langsung maupun tidak langsung dengan pengguna Narkoba. Artinya, Narkoba adalah hulu dari kejahatan dan tindak kriminal lainnya.
Kerugian material di pihak keluarga pecandu, masyarakat, pemerintah, tak terhitung banyaknya. Awalnya belanja Narkoba yang harganya mahal itu, akan dilanjutkan biaya rehabilitasi dan segala macam. Pihak pemerintah juga mengalami kerugian yang tidak sedikit, sampai harus mengalokasikan dana khusus demi menyelamatkan masa depan generasi. Dan yang paling dahsyat, kerugian imaterial bagi bangsa ini. Bangsa yang bisa kehilangan masa depan.
Menyikapi hal tersebut, sepertinya penyelamatan darurat ini tidak bisa hanya menanti di muara kasus demi kasus. Harusnya ada kebijakan yang kuat dan program yang jelas, hukum yang tegas sedari muara hingga ke hulu di mana Narkoba itu berasal. Mengingat bahaya yang besar terhadap masa depan bangsa, dari segala lini harus dimulai kesadaran tidak sekedar panggilan di baliho dan media massa semata.
Sejauh ini, Pemerintah Republik Indonesia membuat UU No. 9 Tahun 1976 tentang Narkotika yang kemudian diubah melalui UU No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Dua belas tahun kemudian Pemerintah Indonesia kembali melakukan perubahan terhadap peraturan hukum terkait tindak pidana narkotika melalui UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Namun pemberantasan peredaran Narkoba belum mencapai titik maksimal.
Bisnis Haram
Bisnis barang haram ini sangat menggiurkan dari segi ekonomi. Bisnis Narkoba bisa mendapatkan uang dan banyak dalam waktu singkat. Melalui jaringan dunia yang mampu melewati batas negara, bisnis Narkoba berkembang tiada henti. Kondisi ini sangat menggiurkan bagi mereka yang ingin segera kaya dengan jalan pintas.
Sementara itu bagi pemakai, awalnya sekadar coba-coba. Namun lama-lama kecanduan. Generasi muda yang longgar pengawasan sangat cepat terpikat setelah mendapatkan nikmat mengkonsumsi Narkoba. Sungguhpun akhirnya merasakan bahaya mengintai nyawanya, karena sudah candu, akan sulit lepas.
Begitulah bisnis ini bisa mencari mangsa dengan mudah. Setelah dapat tidak akan bisa lepas lagi jika tidak cepat-cepat disadari. Selain menguras uang keluarga juga akan berimbas kejahatan di lingkungan kecil dan lama-lama berkembang menjadi tindak kriminal yang merugikan masyarakat.
Kini beberapa pengedar kelas kakap akan dieksekusi mati setelah tak mendapatkan grasi dari Presiden. Walau keputusan hukuman mati ini masih pro dan kontra, harapan besar ada efek jera bagi pengedar yang belum tertangkap bisa terjadi. Tetapi tidak sangat menjamin, mengingat, bisnis ini sekali tersentuh sulit keluar dari lingkaran setan yang mengitarinya. Itulah yang paling berbahaya. Mereka yang belum tersentuh hukum masih bebas berkeliaran mencari korban baru. Hebatnya, bisa menjalankan bisnis ini dari balik jeruji besi.
Menilik persoalan pelik darurat Narkoba ini, perlu ada program yang matang dari seluruh lini, jika benar-benar bersungguh-sungguh untuk membasmi bahaya bagi generasi muda. Program pemerintah harus dimulai dari deteksi dini melalui gerakan kesadaran dalam keluarga, penjagaan ruang dan kesempatan yang selalu dilakukan. Misalnya, dunia pendidikan dan dunia malam diperketat hingga memperkecil usaha berkembangnya sebuah lingkaran baru.
Pola umumnya terlibatnya seseorang sebagai pecandu dan pengedar, biasanya kebebasan yang diberikan keluarga. Longgarnya sistem hukum, lemahnya pemahaman agama, menipisnya budaya malu, serta minimnya kesadaran kolektif masyarakat terhadap bahaya Narkoba. Didukung pula faktor ekonomi yang menggiurkan dalam bisnis ini.
Sejak dari Keluarga
Memang terasa klise jika mengingatkan agar kewaspadaan dimulai sejak dari tingkat keluarga inti, keluarga besar, kaum hingga tingkat komunal paling besar. Selalu ada yang mampu memberi pencerahan kepada sanak keluarga.
Kita menyadari, tergerusnya nilai-nilai moral dalam kehidupan, kian longgarnya ikatan sosial, ikatan keluarga, sangat memungkinkan pelarian generasi muda ke bisnis ini. Ditambah lagi kesempatan kerja makin sempit untuk didapatkan.
Kita membutuhkan aparatur hukum yang kuat agar penegakan hukum berjalan tegas. Oknum aparat yang terlibat juga harus dihukum berat. Sering sekali lingkaran setan Narkoba ini juga merembet ke penegak hukum.
Terakhir, selain keluarga, harusnya dunia pendidikan, lingkungan pergaulan mampu menjadi benteng kesadaran bahaya Narkoba. Yang selalu mengusung tanpa jemu penanaman nilai-nilai agama sedari dini sehingga tumbuh prinsip baik buruk kehidupan generasi muda.
Allah SWT mengatakan, agar kita memelihara dan menjaga diri dan keluarga dari siksa api neraka (QS. 66:6). Ayat ini mengingatkan agar manusia menjaga keselamatan dunia akhirat. Menjadi pemakai dan pengedar Narkoba bukanlah jalan keselamatan di dunia, apalagi di akhirat. Di dunia saja tidak selamat apalagi di akhirat. Mari tetap waspada, agar darurat bahaya narkoba ini dapat disingkirkan dari bumi Indonesia. Amin.(LH).