Image, terumbu karang di Pulau Kasiak, by Oyong Liza Piliang
Sebuah pantun Minang dari penggalan film Siti Nurbaya, lumayan
mengusik hati saya untuk melihat langsung Pulau Pandan dan Pulau Angso duo di
Kota Pariaman. Pantun yang berbunyi Pulau Pandan jauh di tangah, di balik pulau
angso duo. Bia hancua badan dikanduang tanah, budi baik takana juo, sukses
mengusik rasa ingin tahu saya seperti apa Pulau Pandan dan Pulau Angso dua
tersebut.
Untung saat itu anak saya yang duduk di TK, melakukan jalan-jalan
dengan kereta wisata ke Pantai Gandoriah. Informasi dari gurunya, di Pantai
Gandoriah, bisa dilihat keberadaan Pulau Pandan.
Alhamdulillah pada hari H, di pagi buta saya dan keluarga langsung
menuju stasiun kereta api di Simpang Haru Padang. Bersama orang tua murid
lainnya, perjalanan wisata dimulai.
Tak butuh waktu lama, untuk sampai ke Pantai Gandoriah. Keasyikan saya
melihat anak-anak bernyanyi di kereta api, membuat perjalanan terasa lebih
cepat sampai.
Kami pun turun menuju pantai mengikuti arahan pihak TK. Setelah acara
TK usai, lalu dilanjutkan dengan acara bebas. Saat itulah saya bisa melihat
dari bibir pantai keberadaan Pulau Angso Duo dan Pulau Pandan.
Ada keinginan di hati saya untuk pergi ke kedua pulau itu. Namun ketika
mengetahui tak ada kapal khusus, niat itu saya batalkan. Maunya saya, ada kapal
yang nyaman dan membuat rasa was-was berada di laut terhilangkan.
Jadinya saya dan anak-anak bermain di pantai dan saat makan siang,
saya menyempatkan diri makan di kedai nasi terdekat. Meski tidak senyaman dan
sebersih makan di Pantai Padang, lumayanlah untuk bisa mengisi perut yang
keroncongan.
Keberanian saya makan di kedai nasi di Pantai Gandoriah, karena
didukung isi saku yang lumayan. Jujur sebenarnya, ada terselip rasa kuatir,
karena turut dengar kabar dari yang pernah makan di Pariaman, terkenal dengan
ilmu pakuak alias makan dengan harga tinggi.
Maunya saya, rumah makan menyediakan tarif, sebagaimana tempat makan
cepat saji. Daftar harga ada, sehingga isi kantong pun bisa diukur.
Pariaman Menjanjikan Keindahan
Pantai Pariaman memang menjanjikan keindahan pantai yang mengesankan.
Meski belum digarap profesional, lumayan meninggalkan kesan.
Apalagi dengan rencana pengembangan pariwisata bersifat ekowisata atau
ecotourism merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan
dengan mengutamakan aspek konservasi alam. Selain itu juga mengutamakan aspek
pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal, serta aspek pembelajaran
dan pendidikan.
Jika ini dikembangkan, bukan tidak mungkin kelebihan Pulau Angso Duo
dan Pulau Pandan bisa termaksimalkan. Selain bisa menyelam terumbu karang, juga
bisa dilakukan wisata pancing, wisata banana boat, dan lainnya.
Sejarah Ecotourism
Kegiatan ekowisata yang pertama seperti dirilis id.wikipedia.org, barangkali adalah kegiatan safari (berburu
hewan di alam bebas) yang dilakukan oleh para petualang dan pemburu di Afrika.
Kegiatan ini marak pada awal 1900. Dan pemerintahan Kenya mengambil kesempatan
dan membuka peluang bisnis dari kegiatan safari.
Pemerintah Kenya yang baru merdeka, dengan sumber daya flora dan fauna
yang dimiliki, menjual kegiatan petualangan safari kepada para pemburu yang
ingin merasakan sensasi padang safana dan mamalia Afrika yang liar dan eksotis.
Pemerintah Kenya menjual satu ekor singa sebagai buruan seharga
US$27.000 pada tahun 1970. Namun akhirnya disadari bahwa perburuan yang tidak
terkendali dapat mengakibatkan kepunahan spesies flora atau fauna dan
mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada. Belajar dari pengalaman ini,
pemerintah Kenya akhirnya melakukan banyak perubahan di dalam pelaksanaan
kegiatan safari dan mulai menerapkan konsep-konsep ekowisata modern di dalam
industri pariwisata.
Ekowisata di Indonesia
Di Indonesia kegiatan ekowisata mulai dirasakan pada pertengahan
1980-an, dimulai dan dilaksanakan oleh orang atau biro wisata asing. Salah satu
yang terkenal adalah Mountain Travel Sobek, sebuah biro wisata petualangan
tertua dan terbesar.
Beberapa objek wisata terkenal yang dijual oleh Sobek antara lain
adalah pendakian gunung api aktif tertinggi di garis khatulistiwa, Gunung
Kerinci (3884 m), pendakian danau vulkanik tertinggi kedua di dunia, Danau
Gunung Tujuh dan kunjungan ke danau vulkanik terbesar didunia, Danau Toba.
Beberapa biro wisata lain maupun perorangan yang dijalankan oleh orang
asing juga melaksanakan kegiatan kunjungan dan hidup bersama suku-suku terasing
di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Papua.
Salah satu dari proyek ekowisata yang terkenal yang dikelola pemerintah
bersama dengan lembaga asing adalah ekowisata orang hutan di Tanjung Puting,
Kalimantan. Kegiatan ekowisata di Indonesia diatur Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 33 Tahun 2009.
Secara umum objek kegiatan ekowisata tidak jauh berbeda dari kegiatan
wisata alam biasa. Namun memiliki nilai-nilai moral dan tanggung jawab yang
tinggi terhadap objek wisatanya.
Cakupan ecotourism antaranya wisata pemandangan, seperti objek-objek
alam (pantai, air terjun, terumbu karang), Flora (hutan, tumbuhan langka, tumbuhan
obat-obatan). Juga Fauna (hewan langka dan endemik), perkebunan (teh, kopi),
wisata petualangan mencakup kegiatan alam bebas (lintas alam, berselancar),
ekstrem (mendaki gunung, paralayang), berburu (babi hutan).
Selain itu juga wisata kebudayaan dan sejarah, mencakup suku terasing
(orang Rimba, orang Kanekes), kerajinan tangan (batik, ukiran), peninggalan
bersejarah (candi, batu bertulis, benteng kolonial).
Juga bisa wisata penelitian, seperti pendataan spesies (serangga,
mamalia dan seterusnya), pendataan kerusakan alam (lahan gundul, pencemaran
tanah), dan konservasi (reboisasi, lokalisasi pencemaran).
Bisa juga dilakukan wisata sosial, konservasi dan pendidikan, seperti
pembangunan fasilitas umum di dekat objek ekowisata (pembuatan sarana komunikasi,
kesehatan), reboisasi lahan-lahan gundul dan pengembang biakan hewan langka.
Pendidikan dan pengembangan sumber daya masyarakat di dekat objek ekowisata
(pendidikan bahasa asing, sikap).
Andalan Kota Pariaman
Dari pilihan ecotourism yang ada, Kota Pariaman bisa menjual terumbu
karang yang ada di Pulau Pandan dan Pulau Angso Duo, serta pulau terdekat
lainnya. Sementara untuk yang berinteraksi langsung dengan masyarakat, bisa
diadakan paket wisata yang salah satunya baruak (beruk) Pariaman.
Paket bisa meliputi kunjungan ke pelatihan baruak, akvitas memanjat
kelapa, mengupas kelapa, perusahaan pengelolaan sabut kelapa, pengelolaan
minyak kelapa, dan masih banyak lagi. Pastinya wisatawan akan berkesan, apalagi
jika diajari pulau bertanam kelapa.
Hiasi petualangan dengan minum air kelapa muda. Lari pagi mengelilingi
pantai berlatar parak karambia dan sebagainya.
Inapkan wisatawan di rumah pemilik baruak, agar masyarakat juga
mendapatkan manfaat dari keberadaan wisatawan. Mereka nantinya tentu bisa
melihat bagaimana majikan memperlakukan baruaknya.
Slogan Pariaman Laweh tentu juga bisa dijual. Wisatawan bisa diajak
berkeliling memutari Kota Pariaman. Perlihatkan sawah yang seluas mata
memandang dan tentu bisa dibandingkan dengan sawah yang ada di Ubud Bali.
Potensi laut tentu bisa juga dijual, dengan menyediakan bermacam
permainan di laut terbaru. Baik itu banana boat, aquarium bawah laut, dan
lainnya.
Sementara untuk kuliner, tentu bisa disuguhkan sala lauk, nasi sek,
dan tentunya oleh-oleh yang bisa dibawa pulang. Rekomendasikan pada wisatawan,
tempat-tempat yang hanya memiliki tarif.
Cara ini dengan sendirinya memaksa tempat kuliner lain juga memasang
tarif yang jelas. Hal inilah yang akan membuat pariwisata ecotourism menjadi
lebih berkesan, karena wisatawan merasa tidak dirugikan dan ada kepastian
berapa uang yang harus disediakan. Pastikan harga-harga kuliner Pariman bisa
dicek secara online.
Pada akhirnya wisata ecotourism di Pariaman yang indah, akan menjadi
buah bibir dan membuat hadirnya wisatawan lainnya. Jika ini terwujud, insya
Allah Kota Pariaman akan panen pemasukan dari dunia pariwisata.
Bukan tidak mungkin Pariaman akan menjadi Bali-nya Sumbar, karena
memang keindahannya bisa diadu. Oleh karena itu, sarana penunjang seperti hotel
berbintang juga harus disediakan.
Pastikan Pantai Pariaman bebas preman, pengamen, dan parkir liar.
Bagusnya, setiap pengunjung yang datang diberi pengenal saat melewati gerbang.
Tanda pengenal merupakan jaminan kalau mereka tidak akan dikenakan parkir liar,
dizalimi tarif makanan, dan tidak diganggu pengamen.
Pastikan masyarakat tahu, kalau tanda pengenal itu 'sakti'. Pemakai
bisa menuntut mereka, jika pengunjung merasa dirugikan. Yakinlah, multiplier
efeknya sangat dahsyat.
Langkah berikutnya dengan memberdayakan masyarakat sekitar, seperti di
kawasan wisata Lombok. Warganya menjual kerajinan mutiara dan kerajinan laut
lainnya. Tidak ada pengamen dan parkir liar.
Untuk Pariaman, mungkin bisa dibuat miniatur tabuik, sala lauk, Rumah
Gadang, kerajinan laut, dan lainnya. Semua buatan masyarakat diambil koperasi
Pariaman, dan dari koperasi mempekerjakan warga sekitar untuk jual souvenir.
Cara ini akan membuat harga jadi seragam dan UMKM memiliki kepastian hasilnya
produknya ada yang mengambil.
Keterkaitan ini akan membuat wisata ecotourism makin dikenal di Sumbar
khususnya dan Indonesia umumnya. Maka jadilah Kota Pariaman destinasi andalan
pariwisata Indonesia.*
Penulis: Juara I lomba Jurnalis Award 2014 Kota Pariaman (Humas Setdako)
Hendri
Nova- Wartawan Singgalang