Acara debat capres-cawapres
perdana dalam rangkaian kampanye pemilihan presiden 2014 yang
berlangsung pukul 20.00 ini mengusung topik pembangunan demokrasi,
pemerintahan yang bersih, dan kepastian hukum. Acara ini ditayangkan
oleh SCTV, Indosiar, dan Berita Satu.
Debat malam ini dipandu oleh
Zainal Arifin Mochtar, Doktor UGM di bidang anti korupsi. Dari teriakan
pendukung, tampaknya pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla membawa lebih
banyak orang.
Malam itu, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mengenakan kemeja putih dan peci hitam. Sementara Joko Widodo-Jusuf Kalla lebih memilih memakai jas dan dasi. Mereka bersama-sama menyanyikan lagu “Indonesia Raya” sebagai pembuka acara.
SESI PERTAMA (SOAL VISI DAN MISI KEDUA KANDIDAT)
Pasangan Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa mendapat giliran pertama untuk bicara soal visi
misi. Prabowo Subianto mengatakan bahwa demokrasi harus dipertahankan,
dikembangkan, karena merupakan bagian dari cita-cita pendiri bangsa.
Menurutnya, walaupun sudah diperjuangkan dengan banyak pengorbanan,
demokrasi masih tetap memiliki banyak kekurangan, jadi membutuhkan
pendidikan politik. Ia baru merasakan memiliki hak untuk ikut pemilu,
tetapi ia belum pernah merasakan betapa pentingnya hak itu dilaksanakan
dengan penuh pencerahan dan rasa tanggung-jawab.
Prabowo Subianto menambahkan pemerintahan yang bersih adalah syarat
mutlak bagi tujuan akhir yaitu Indonesia berdaulat, bersatu, adil dan
makmur, serta membawa kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Demokrasi
adalah alat dan tangga menuju cita-cita Indonesia kuat dan sejahtera.
Kalau rakyat ingin demokrasi yang produktif, bukan destruktif, membawa
kemakmuran bagi rakyat, pemerintahan bersih dari korupsi adalah syarat
mutlak.
Dan kepastian hukum adalah jaminan bagi seluruh rakyat Indonesia,
untuk melestarikan demokrasi dan membawa kesejahteraan bagi rakyat
Indonesia.
Hatta Rajasa juga menambahkan bahwa demokrasi harus menghapus
diskriminasi dan menjamin hak asasi manusia. Hukum harus berlaku sama,
setiap warga negara itu sama dihadapan hukum. Demokrasi itu bukan
sekadar alat, tetapi sistem nilai yang harus kita tegakkan untuk
mengantarkan rakyat pada kemakmuran. Demokrasi haruslah mencerminkan
bahwa semua warga dapat menyampaikan hak-hak tanpa diskriminasi, dan
membuat lembaga-lembaga demokrasi berjalan dengan baik untuk demokrasi
produktif.
Sekarang giliran pasangan
Joko Widodo-Jusuf Kalla yang menjawab. Joko Widodo mengatakan bahwa
demokrasi adalah mendengar suara rakyat dan melaksanakannya. Oleh karena
itu, menurutnya, mereka, setiap hari, datang ke kampung, bantaran
sungai, pasar, pelelangan ikan, karena apa? Karena mereka ingin
mendengar suara rakyat, juga untuk berdialog dan mencari manfaatnya.
Jusuf Kalla juga sudah banyak menyelesaikan konflik dengan dialog, musyawarah. Begitu juga dengan masalah Tanah Abang, mereka mengajak makan, musyawarah, untuk mencari manfaat dari pemindahan itu
Menurut Joko Widodo, pemerintahan yang bersih terdiri dari dua hal:
1. Pembangunan sistem.
Berdasarkan pengalamannya
sebagai wali kota maupun gubernur, Joko Widodo sudah melakukan,
e-budgeting, e-procurement, e-catalogue, e-auditing, pajak online, dan
itu sangat efektif dan efisien, dan itu semua akan dinasionalkan jika
pasangan ini diberi amanah oleh rakyat untuk memimpin.
2. Pola rekruitmen yang benar lewat seleksi dan promosi terbuka
sehingga yang memegang pimpinan-pimpinan di dirjen dan lembaga tidak
karena kedekatan atau faktor senang dan tidak senang.
Jusuf Kalla menambahkan bahwa negara kita adalah negara hukum, jadi
kita harus taat, dan memastikan agar kita mematuhi aturan hukum. Salah
satu syarat adalah menghormati hak asasi manusia. Hal pokok untuk
kepastian hukum itu harus dilakukan secara umum dan tidak mungkin
dilaksanakan tanpa ketauladanan. Jusuf Kalla menegaskan bahwa pemimpin
itu terlebih dahulu harus taat untuk menghomati hak asasi manusia.
Masalahnya, saat ini, masyarakat sudah berkurang kepercayaannya
pada institusi hukum. Jadi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus
diperkuat, dan penyidiknya jangan hanya 60 personel, karena itu harus
diperkuat anggaran dan personelnya. Polisi dan jaksa juga harus sinkron
dengan semua itu, Tanpa kedua hal tersebut, tidak mungkin bisa memberi
kepastian hukum.
SESI KEDUA (PERTANYAAN TERKAIT
VISI DAN MISI YANG DISAMPAIKAN OLEH KEDUA KANDIDAT)
VISI DAN MISI YANG DISAMPAIKAN OLEH KEDUA KANDIDAT)
Pada sesi kedua ini,
moderator bertanya pada pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla tentang apa
evaluasi kritis yang akan dilakukan oleh pasangan ini terhadap proses
pembangunan yang sedang berlangsung, memperbaiki yang belum berhasil
atau malah akan mengubahnya?
Hal ini mengingat konstelasi UUD 1945, dimana GBHN tidak lagi
dikenal lewat rencana pembangunan jangka pendek, menengah, dan panjang.
Sedangkan untuk proyek jangka panjang sendiri, harus ada kesinambungan
dengan pembangunan pemerintahan sebelumnya.
Jawaban Joko Widodo adalah sebaiknya perencanaan dalam jangka
panjang menjadi titik acuan buat siapapun yang akan menjadi presiden dan
wakil presiden. Tanpa hal itu, pembangunan akan terpotong-potong.
Menurut Joko Widodo, ia tidak ingin meninggalkan rencana jangka panjang
dan menengah, karena itu merupakan haluan dan titik akhir yang akan
dituju oleh bangsa dan negara ini.
Namun hal yang prinsip dan ideologi itu juga harus dipertahankan.
Jadi, yang baik, akan dilanjutkan. Sedangkan yang tidak baik, akan
dievaluasi, tetapi semua prinsip-prinsip harus kita isikan pada
pemerintahan baru nanti termasuk juga ideologi.
Jusuf Kalla menambahkan bahwa
setiap lima tahun harus ada evaluasi pembangunan. Ekonomi bangsa ini,
kini sudah semakin merosot, termasuk anggaran defisit, juga produksi
minyak semuanya turun. Pemerintahan yang akan datang harus memperbaiki
semua itu. Jika dahulu pertumbuhan ekonomi 7%, sekarang menjadi 5%.
Efisiensi harus direformasi, juga harus ada sistem pembinaan semangat,
revolusi mental dari sistem pendidikan, karena semua itu bias untuk
mengurangi korupsi.
Tanpa pemerintahan yang baik, semua perubahan itu tidak akan pernah terjadi.
Kembali Joko Widodo mengatakan bahwa prinsip pokok yang harus
dijaga adalah kepastian hukum, hak asasi manusia, otonomi daerah,
Seperti misalnya: bagaimana desa dibangun, pengusaha kecil juga harus
diutamakan. Tanpa itu semua, tidak bisa tercapai pemerintahan yang
bersih. Pemerintah yang bersih adalah yang efektif, melayani
secepat-secepatnya, transparan, dan terbuka. Rencana itu penting, tetapi
yang lebih penting adalah bagaimana melaksanakan, mengeksekusi, dari
detik ke detik, hari ke hari, minggu ke minggu, karena mengingat hal
yang paling lemah di bangsa kita saat ini adalah manajemen dan
pengawasan.
Sekarang moderator beralih untuk bertanya pada pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Adapun pertanyaannya adalah “Indonesia
masih tinggi persepsi korupsinya, dan ada mafia peradilan, sehingga
hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Pertanyaannya adalah apa agenda
khusus Prabowo Subianto-Hatta Rajasa untuk memperbaiki keadaan ini?”
Prabowo mengakui bahwa korupsi, kinerja pemerintah, serta keadilan
itu lemah pada yang kuat dan kaya, dan itu semua adalah merupakan
masalah umum di Indonesia.
Semua itu akibat kebocoran kekayaan nasional. Kebocoran ini
menyebabkan tidak adanya sumber daya untuk menjamin kesejahteraan hidup
para pejabat dan penegak hukum. Gaji bupati yang sedikit sementara
kampanye habis Rp 15 miliar, akibatnya mereka akan mengambil dari APBD.
Menteri-menteri juga begitu, gajinya sekarang Rp 18 juta, sementara
tanggung-jawab yang dikelola sangat besar. Pejabat yang ketakutan
dengan masa depan dan pensiun akan mencari uang. Sistem demokrasi kita
yang begitu liberal mewajibkan setiap pemimpin politik untuk cari uang,
sehingga mereka akan mengandalkan kader-kadernya di DPR dan
departemen-departemen.
Menurut Prabowo, elite bangsa Indonesia juga agak lengah membiarkan
sumber-sumber daya ekonomi kita terlalu banyak mengalir ke luar dari
bangsa kita. Kalau kita ingin mengurangi korupsi, kita harus menjamin
kualitas hidup pejabat negara.
Hakim, polisi, jaksa, semua penegak hukum dan pejabat di
tempat-tempat penting harus dijamin kualitas hukumnya. Sebagai gambaran,
Hakim Agung di Inggris gajinya lebih besar dari Perdana Menterinya.
Jika kita ingin memperbaiki ini dan itu, ujung-ujungnya harus ada uang.
Pendidikan harus diperbaiki dan membutuhkan investasi dana yang besar.
Kalau soal rekrutmen, Prabowo Subianto setuju dengan pasangan Joko
Widodo-Jusuf Kalla yaitu untuk mengambil orang-orang terbaik dengan
sistem terbuka. Dengan teknologi modern, kita bisa mengurangi
kebocoran-kebocoran itu.
Hatta Rajasa juga menambahkan kita harus agresif dalam pencegahan
dan pemberantasan korupsi lewat memperkuat KPK. Hal yang pertama adalah
pencegahan, hal yang kedua adalah monitor. Semua institusi harus
dipertanggung-jawabkan kinerjanya.
SESI KEDUA (PERTANYAAN TERKAIT VISI DAN MISI YANG DISAMPAIKAN OLEH KEDUA KANDIDAT)
Pertanyaan dari moderator
yang kedua untuk pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa adalah “Biaya
parpol dan pemilihan anggota parlemen sangat mahal, sehingga menyebabkan
terjadinya perilaku koruptif anggota partai dan parlemen. Partai
politik dan parlemen adalah pelaku koruptif di begitu banyak negara.
Pada saat yang sama, Anda sebagai capres-cawapres yang disokong oleh
partai politik, mungkin akan mengidap hal sama.
Padahal, sebagai presiden nanti, Anda juga membutuhkan dukungan
parlemen. Lalu apabila Anda terpilih, apa langkah-langkah nyata yang
akan Anda lakukan untuk menjadikan pemerintahan Anda bersih, efektif,
stabil dan menghindarkan diri dari rongrongan partai politik pendukung
dengan balas budi dan kemudahan untuk mendapatkan uang?”
Menurut Prabowo Subianto, ini adalah inti masalah, tetapi ia
percaya bahwa “tidak ada pengikut yang jelek, hanya ada
pemimpin-pemimpin yang jelek.” Sebagai pemimpin, jika kita tegas
meyakinkan mitra bahwa kita bergabung dengan syarat untuk tidak
merongrong APBN/APBD.
Di semua partai, banyak kader-kader dan patriot yang baik untuk
membangun bangsa dan negara. Motifnya hanya untuk membangun Negara, dan
sepakat untuk tidak mengambil APBN/APBD satu sen pun.
Prabowo Subianto menambahkan bahwa ekonomi bangsa ini sangat besar,
potensi dan kekayaan juga sangat besar. Jadi ia harus mewujudkan
suasana masyarakat modern yang membuat rakyat ingin menyumbang pada
partainya. Ia ingin kader untuk menyumbang perjuangan partai.
Hatta Rajasa juga mengatakan bahwa presiden adalah pemegang mandat
rakyat, bukan pada partai politik. Oleh karena itu, jangan pernah
permisif atau tunduk pada permintaan partai. Presiden perlu tegas,
sesuai dengan rencana pembangunan jangka panjang. Selain itu, jangan
menempatkan pemilihan menteri pada alokasi, yang penting adalah memberi
kesempatan pada putra-putri terbaik untuk tergabung dalam kabinet ahli.
Menurut Hatta Rajasa, harus ada evaluasi kritis pada pilkada yang
sarat dengan uang. Pasangan ini bertekad untuk merevisi demokrasi yang
murah, sederhana, dan mendorong munculnya putra-putri terbaik. Demokrasi
yang betul-betul dari rakyat, dan untuk rakyat, untuk Indonesia agar
berkemakmuran.
Pertanyaan yang sama sebagai pertanyaan kedua juga diajukan moderator pada pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Menurut Joko Widodo, harus ada pola rekrutmen politik yang baru
seperti di Partai Demokrasi Indonesia Pembaharuan (PDI-P). Joko Widodo
berkata bahwa ia bukan ketua partai, tetapi ia dijadikan capres karena
prestasi dan rekam jejak yang baik. Ia juga berkata, sejak awal, ia juga
ingin membangun koalisi ramping, dimana tidak perlu ada banyak partai,
tetapi bisa mengedepankan rakyat, jadi bukan bagi-bagi menteri dan kursi
di depan, ini untuk menghindari agar tidak hanya bagi-bagi kursi.
Dalam melaksanakan kampanye, mereka ingin mendapat dukungan dari
rakyat, karena itu, mereka membuka rekening gotong royong rakyat,
sehingga bisa diaudit oleh lembaga kredibel, agar mereka tidak bisa
ditekan oleh keinginan-keinginan pihak yang lain.
Jusuf Kalla juga menambahkan, partai yang menjadi pendukung mereka
adalah atas dasar keikhlasan. Tidak ada janji, siapa menjabat apa, janji
menteri apa yang lebih tinggi, jadi hal itu yang menyebabkan biaya yang
mereka keluarkan murah, juga mereka tidak memiliki tekanan dari pihak
manapun.
Jokowi kembali menambahkan bahwa capres tidak harus dari ketua umum
partai, dan ini adalah tradisi baru yang harus dimulai, sehingga yang
maju sebagai pemimpin adalah yang terbaik, jadi tidak harus ketua partai
yang harus maju.
SESI KETIGA (PERTANYAAN TERKAIT VISI DAN MISI YANG DISAMPAIKAN OLEH KEDUA KANDIDAT)
Pertanyaan dari moderator untuk pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla, “Saat ini terjadi banyak pelanggaran hak asasi dari mayoritas terhadap minoritas dan gejala sukuisme yang nyata-nyata merusak semboyan mengayomi Bhinneka Tunggal Ika. Kerangka hukum apa yang akan Anda bangun untuk memperkuat masyarakat Bhinneka Tunggal Ika? Dan bagaimana Anda menjaga prinsip tersebut dari pihak-pihak manapun yang ingin merusaknya?
Ini jawaban dari Joko Widodo menanggapi hal tersebut yaitu, “
Keberagaman kita sudah final. Kami sudah tidak ingin mengungkit-ungkit hal ini lagi. Saya memberikan contoh kongkret yaitu saat saya mengangkat Lurah Susan di Lenteng Agung lewat lelang terbuka kompetensi, administrasi, manajer dan kepemimpinannya.
Tetapi kemudian ada yang protes karena faktor agama, saya bilang
itu sudah final. Yang paling penting adalah itu sudah dilaksanakan.
Ini tanggapan Jusuf Kalla tentang pertanyaan tersebut, ia mengatakan bahwa ia tidak bisa meyakinkan orang dengan pidato, harus ada bukti bahwa semua agama dan suku sudah menjadi bagian dari negara ini. Lalu Jusuf Kalla juga berbicara soal rekam jejaknya dalam mengatasi konflik di Poso, Aceh, Hal ini sebagai bukti dalam mengatasi konflik perbedaan keyakinan.
Dan ini jawaban dari pihak kubu Prabowo Subianto saat moderator menanyakan hal yang sama padanya.
Menurut Prabowo Subianto, UUD 1945, sudah cukup jelas menjamin
keragaman dan perbedaan. Ia juga berkata bahwa ia sudah jelas dan tegas,
termasuk dalam mencalonkan Basuki Tjahaja dari kelompok minoritas
sebagai wakil gubernur untuk Joko Widodo. Sebagai Ketua Gerindra,
menurutnya, ia adalah orang yang paling tegas melawan serangan-serangan
terhadap pencalonan Basuki Tjahaja.
Intinya, menurut Prabowo Subianto adalah pendidikan, contoh, dan
keteladanan dari semua unsur pimpinan. Dalam kegiatan sehari-hari, ia
berusaha memelihara Bhinneka Tunggal Ika itu, terutama dalam proses
rekrutmen dan pembinaan politik. Oleh karena itu, komitmen Partai
Gerindra sudah jelas, jadi ia tidak main-main dengan Bhinneka Tunggal
Ika.
Hatta Rajasa menambahkan bahwa negeri ini dibangun untuk keinginan
NKRI, sentimen nasionalisme dan multikulturalisme. Kebhinnekaan itu
adalah harga mati dan keberagaman. Pasangan ini meyakini perbedaan
adalah rahmat dan kemampuan untuk merawat, memelihara, saling
menghormati antara mayoritas dan minoritas untuk menjadi bangsa yang
unggul.
SESI KEEMPAT (PERTANYAAN DIANTARA SESAMA KANDIDAT)
Ini adalah pertanyaan dari Prabowo Subianto-Hatta Rajasa untuk Joko
Widodo-Jusuf Kalla yaitu, “Saat ini, pemilihan kepala daerah untuk
bupati dan walikota ada sekitar 500 dan membutuhkan biaya Rp 500
triliun, dan jika lewat DPRD akan menghemat Rp 13 triliun. Lalu apa yang
akan Anda lakukan untuk membuat pilkada lebih efisien, dan apakah Anda
akan terus memekarkan wilayah sementara beban anggaran sudah cukup
berat?
Ini adalah jawaban dari Joko Widodo, ia berkata bahwa sebagai
bentuk kedaulatan rakyat, pemilihan kepala daerah, bupati dan walikota
harus tetap seperti sekarang, namun secara tekhnis harus diubah, yaitu
secara serentak untuk menghemat biaya.
Sedangkan tempat-tempat yang memang perlu untuk dimekarkan untuk
lebih mengembangkan provinsi dan wilayah itu, tidak ada masalah, Tetapi
kalau daerah tersebut tidak bisa mandiri, akan dipertimbangkan kembali
untuk pemekarannya.
Hal yang penting adalah tidak ada lobi-lobi lagi untuk menekan ke pusat, tapi harus dengan perhitungan yang cermat dan teliti.
Anggaran jangan dihabiskan untuk pemekaran yang tidak menyasar ke
pelayanan dan pembangunan di wilayah tersebut. Jadi pemberian izin
pemekaran harus melalui seleksi ketat.
Jusuf Kalla menambahkan bahwa pilkada itu dijamin oleh
Undang-Undang Dasar dan dijamin secara demokratis dan langsung, jadi
tidak sekadar mengembalikannya ke pilkada, tetapi juga menjamin
prosesnya berlangsung efisien. Ada keseragaman, dua sampai tiga kali
melakukan pemilu secara bersamaan, parlemen, presiden, dan pilkada, ini
untuk penghematan biaya.
Karena Prabowo Subianto merasa belum jelas dengan pernyataan Joko
Widodo, ia bertanya lagi pada Joko Widodo, “Bagaimana kriteria
mengizinkan dan tidak mengizinkan pemekaran? Apakah jumlah penduduk?
Letak geografis? Keamanan? Seperti apa yang Bapak kira untuk mengizinkan
penambahan kabupaten?
Jokowi menjawab bahwa banyak yang harus dikalkulasi yaitu:
1. Potensi ekonomi daerah tersebut, apakah bisa menopang untuk
mandiri? Artinya, apakah ada PAD untuk menunjang ekonomi? Apakah
rakyatnya akan mendapat manfaat atau hanya elitenya?
2. Keluasan juga menjadi perhitungan, karena daerah yang luas kalau
hanya dipegang oleh satu bupati itu tidak akan efektif dalam melayani
rakyatnya.
3. Jumlah penduduk juga harus menjadi pertimbangan. Apakah penduduk
yang sedikit bisa dapat pemekaran? Bisa saja, asal bias memberi manfaat
sebesar-besarnya untuk rakyat. Intinya adalah pemanfaatan untuk rakyat
jadi bukan untuk elite politiknya.
SESI KEEMPAT (PERTANYAAN DIANTARA SESAMA KANDIDAT)
Sekarang giliran pasangan
Joko Widodo-Jusuf Kalla yang bertanya pada pasangan Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa, yang dalam hal ini pertanyaan diwakili oleh Jusuf
Kalla. Ia menanyakan bagaimana cara Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dalam
menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di masa
lalu?
Prabowo Subianto menjawab bahwa tugas utama pemerintah adalah melindungi negara dari segenap tumpah darah dan segala ancaman baik dari dalam dan luar negeri. Ia menceritakan bahwa selama puluhan tahun, ia sebagai abdi negara, ia juga mencegah kelompok-kelompok radikal yang mengancam keselamatan hidup orang-orang yang tidak bersalah. Apalagi saat ia menghadapi kelompok perakit bom, karena mereka ini adalah ancaman terhadap hak asasi manusia.
Oleh karena itu, kewajiban ia sebagai prajurit adalah melaksanakan
tugas, dan yang menilai adalah atasan. Ia berkata “Saya mengerti arah
pembicaraan Bapak, saya tidak apa-apa. Tetapi saya ada disini, dan saya
sebagai mantan prajurit sudah melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya,
selebihnya itu atasanlah yang menilai.
Kira-kira itulah alasan kenapa saya tidak bisa menjaga HAM, karena
saya melanggar HAM? Padahal bapak tidak mengerti, saya harus mengambil
keputusan yang sulit.
Contohnya adalah di Singapura, memegang bom saja bisa dihukum mati,
jangankan untuk merakit. Jadi, saya pembela HAM yang paling keras di
negeri ini. Hati nurani saya bersih, saya tidak ragu-ragu.”
Menanggapi pernyataan ini, Joko Widodo menanyakan tentang apa
konkretnya dari pelaksanaan menjunjung tinggi HAM dan melawan
diskriminasi?
Jusuf Kalla juga menimpali bahwa tidak semua pelanggaran HAM harus
terkait dengan bom, seperti peristiwa tahun 1998. Jusuf Kalla juga
memberi tambahan pertanyaan, “Tetapi untuk kasus tahun 1998, apa
pernyataan atasan Prabowo Subianto terhadap tindakan yang Prabowo
Subianto ambil, saat itu?
Menurut Prabowo Subianto, langkah konkret itu berujung pada
pendidikan. Masalah hak asasi manusia adalah pendidikan di semua sektor,
aparat, dan pejabat, Tetapi karena petugas sering diberi perintah,
tetapi pada saat secara politis yang tidak tepat, maka petugaslah yang
sering disalahkan.
Tentang diskriminasi, pasangan ini sudah sepakat untuk melawan itu,
tapi ujungnya adalah pendidikan. Lalu Prabowo Subianto menambahkan,
“Buat Bapak Jusuf Kalla, untuk penilaian atasan saya, kalau bapak ingin
tahu, tanyakan saja pada atasan saya.”
Hatta Rajasa menambahkan bahwa salah satu hak mendasar adalah tidak adanya diskriminasi terhadap hukum, semua sama di mata hukum.
Tidak boleh apapun ada diskriminasi latar belakang dan agama. Jika
pasangan ini diberi amanat, mereka akan mencermati betul masalah-masalah
diskriminatif di semua sektor ini, dan apakah akses di sumber
kemakmuran dan sumber daya alam itu diskriminasi masih terjadi, dan hal
itu akan menjadi perhatian mereka yang seriusModerator menanyakan
pertanyaan terakhir kepada kedua pasangan, “Banyaknya kelembagaan yang
tumpang tindih, begitu juga dengan banyaknya peraturan yang tumpang
tindih vertikal dan horizontal, ada juga kualitas birokrasi yang
membutuhkan sentuhan reformasi. Apa saja langkah konkret Anda untuk
keluar dari tata pemerintahan tersebut agar visi-misi Anda bisa
terlaksana?
Kali ini giliran Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang pertama untuk
menjawab. Prabowo Subianto berkata bahwa, “Kami sadar sepenuhnya, setiap
usaha perbaikan pasti ada halangan, dan tumpang tindih peraturan, serta
pemimpin politik yang berasal dari latar belakang dengan kepentingan
berbeda. Strategi untuk melawan ini, kita harus memilih beberapa sektor
yang menentukan, tidak bisa memperbaiki segala keadaan di semua sektor.
Harus ada sektor kunci yang mempengaruhi sektor lain, lalu menentukan
sasaran, management by objective.”
Dari ketahanan pangan kita bisa dapat keamanan, rasa optimis
rakyat, dapat devisa, kemudian bisa berinvestasi. Pangan, energi,
infrastruktur, reformasi birokrasi, sasaran pokok yang harus kami
selesaikan terlebih dahulu.
Opini rakyat kini sangat menentukan, kalau kita memiliki tujuan
yang baik, dan mempunyai keinginan memperbaiki kehidupan rakyat, dengan
niat yang ikhlas, bisa kita selesaikan. Kita ingin air bersih, pangan
murah, sekolah, rumah sakit, jalan yang bagus, kereta api, masa rakyat
tidak akan mendukung pemerintah yang mau mendukung pemerintah yang
seperti ini?
Kita adalah pelayan rakyat, kita hanya bekerja untuk kepentingan rakyat Indonesia.”
Sedangkan Hatta Rajasa membahas
soal reformasi birokrasi. Menurutnya, tidak ada ukuran dan capaian yang pasti dalam pelayanan publik sehingga jadi bertele-tele dan mahal. Organisasi harus efisien, jangan gemuk, untuk mengurangi birokrasi yang bertele-tele.
soal reformasi birokrasi. Menurutnya, tidak ada ukuran dan capaian yang pasti dalam pelayanan publik sehingga jadi bertele-tele dan mahal. Organisasi harus efisien, jangan gemuk, untuk mengurangi birokrasi yang bertele-tele.
Asas akuntabilitas dalam kinerja, semuanya harus bisa
dipertanggung-jawabkan. Pemberantasan korupsi harus massif yaitu dengan
penguatan KPK, polisi, dan kejaksaan, agar apa yang sudah menjadi
kebijakan tidak bisa diselewengkan begitu saja. Jumlah aparat yang
didesain tidak sesuai struktur organisasi juga harus dipangkas.
Sedangkan menurut Joko Widodo, 85% anggaran daerah berasal dari pusat, maka daerah bisa didorong untuk mengikuti permintaan pusat menggunakan politik anggaran atau reward dan punishment. Mekanisme sederhana yang, menurutnya, jarang diberlakukan.
Sedangkan menurut Joko Widodo, 85% anggaran daerah berasal dari pusat, maka daerah bisa didorong untuk mengikuti permintaan pusat menggunakan politik anggaran atau reward dan punishment. Mekanisme sederhana yang, menurutnya, jarang diberlakukan.
Politik anggaran itu bisa dilakukan, misalnya saat pusat meminta ada layanan terpadu satu pintu, semua daerah yang diperintah harus membuat itu. Kalau tidak, dana alokasi khususnya dipotong atau dikurangi. Untuk daerah tersebut, hal ini sudah menakutkan.
Lalu, soal peraturan yang tumpang tindih, hal ini tidak akan terjadi jika aturan hanya lewat satu pintu yaitu lewat Sekretariat Negara (SetNeg). Kalau semua kementerian bisa mengeluarkan tidak lewat SetNeg, akan seperti itu akibatnya. Pintunya harus diberi satu agar arahannya seiring dan sejalan.
Joko Widodo menambahkan kualitas birokrasi itu adalah sesuatu yang
tidak sulit-sulit amat untuk diperbaiki, tetapi masalahnya selama ini,
banyak yang sudah pesimis. Tetapi ia dan Jusuf Kalla sangat optimis,
jika Sumber Daya Manusianya (SDM) baik-baik, ada doktor, magister,
kenapa tidak bisa bekerja dengan baik? Karena selama ini, sistemnya itu
tidak dibangun dari situ. E-government, dari budgeting, procurement,
audit, purchasing, cash flow management secara sistem bisa dilakukan.
Tinggal memencet tab, bisa kelihatan semuanya, hanya perlu memanggil
programmer, itu bisa dan sudah dilakukan olehnya selama ini.
Pola rekrutmen juga harus dengan seleksi dan pelelangan terbuka.
Joko Widodo menegaskan “Ini hanya niat atau tidak niat. Mau atau tidak
mau. Itu saja.”
Jusuf Kalla juga berkata bahwa pemimpin yang baik adalah yang bisa
meyakinkan bawahannya untuk bisa melakukan sesuai yang diperintahkan.
Kegotong-royongan di pusat dan daerah, partai harus jadi urusan kedua
setelah pemerintah dan tujuan bernegara. Instrumen fiskal, kebijakan,
dan pengawasan pusat, sebenarnya pemerintah bisa berbuat itu semua.
Selama ini, Indonesia sudah mengalami desentralisasi, jadi pusat
tidak perlu terlalu banyak, perlu penciutan lembaga di pusat, karena
pembangunan kini ada di daerah.
Pelatihan dan pengembangan juga perlu untuk birokrasi yang
baik-baik kata Jusuf Kalla mengakhiri dengan mengutip perkataan dari
Joko Widodo. .
SESI KELIMA (PERNYATAAN PENUTUP DARI CAPRES-CAWAPRES)
Joko Widodo mewakili dengan pernyataan penutup sebagai berikut: “Berdasarkan pengalaman dan bukti, jika rakyat memberi kami amanah, maka kami akan bekerja keras, bekerja siang malam. Pemerintahan yang bersih juga bisa kami hadirkan, serta kepastian hukum bisa kita hadirkan.
Terima kasih juga atas semua rakyat Indonesia yang mendukung
sehingga demokrasi berjalan dalam kegembiraan, dan Pilpres juga bisa
menjadi kegembiraan rakyat. Terima kasih atas ibu saya yang selalu
mendoakan, istri saya, Iriana, yang juga hadir, anak-anak saya, ibu
Mufidah Jusuf Kalla berserta anak-anak yang hadir. dalam upaya kami
untuk mendedikasikan hidup kami untuk bangsa dan negara.
Pembangunan demokrasi, pemerintahan yang bersih, dan kepastian hukum adalah yang utama. Kalau presiden, nomor dua.”
Jika kami mendapat mandat, kami akan menyelamatkan kekayaan itu, agar demokrasi menjadi produktif dan memberi kesejahteraan. Bukan demokrasi ‘wani piro’, tetapi demokrasi yang produktif. Dengan menyelamatkan kekayaan negara untuk masa depan anak-anak dan cucu-cucu kita, kami optimis.
Niat kami untuk meminimalkan korupsi, menghasilkan manajemen yang baik, menghasilkan jasa-jasa yang dibutuhkan rakyat, sehingga ujungnya adalah kepastian hukum yang mantap bagi rakyat Indonesia.
Dengan komitmen yang kuat, kami bisa menghasilkan cita-cita pendiri bangsa ini. Kami ingin menjadi bangsa yang mandiri, produktif, bukan hanya pasar, pemasok tenaga kerja rumah, bukan jadi pembantu di negara-negara yang jauh, tetapi ingin rakyat sejahtera, cukup pangan, sandang, papan. Kami ingin menjadi negara terhormat, tenang dalam menghadapi masa depan.”
Apakah pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa bisa membuktikan dan merealisasikan semua janjinya itu menjadi kenyataan, apalagi mengingat pasangan itu sama sekali tidak mempunyai pengalaman dalam mengelola negara? Sedangkan di pihak Joko Widodo sebagai capres, ia sudah pernah menjadi walikota Solo dan Gubernur Jakarta, dan sudah beberapa kali mendapat penghargaan atas prestasinya. Adapun cawapresnya, Jusuf Kalla juga sudah berpengalaman sebagai wapres pada pemerintahan Susilo Bambang.
Rakyat yang cerdas tahu mana yang lebih pemimpin potensial yang harus dipilih, tentu saja pasangan yang sudah banyak memberikan bukti nyata.
Dan sekarang, mari kita tunggu lagi debat capres yang berikutnya yaitu pada Minggu 15 Juni 2014.
Sri Roswati, tempokini.com